Dituntut Tiga Tahun Penjara, Tokoh Adat Berharap Jokowi Turut “Merasakannya”

Muhammad Nur bin Jakfar (67), tokoh adat marga Tungkalulu, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, dituntut tiga tahun penjara dan denda Rp50 juta karena  diduga merusak hutan Suaka Margasatwa Dangku oleh jaksa penuntut umum dalam sidang yang digelar Pengadilan Negeri Palembang, Kamis (02/10/2014).

“Muhammad Nur bin Jakfar secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja melakukan pelanggaran yaitu melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam dan melanggar Pasal 40 ayat (1) jo Pasal 19 ayat (1) UU RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya,” kata Jaksa Penuntut Eka Septi Winarni, SH.

Sementara lima masyarakat adat lainnya, Sutisna bin Kadis, Zulkifli bin Dungcik, Samingan bin Jaeni, Ahmad Burhanudin Anwar bin Imam Sutomo, serta Dedi Suryanto bin Tugimin dituntut dua tahun penjara dan denda Rp25 juta. Kelimanya juga melanggar Pasal 40 ayat (1) jo Pasal 19 ayat (1) UU RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Saat dibacakan tuntutan tersebut keenam terdakwa termangu.“Saya akan melakukan pembelaan diri secara tertulis, dari advokat dan saya,” kata Muhammad Nur dengan nada gemetar dan mata berkaca-kaca, menjawab pertanyaan Hakim Albertina Ho terkait dakwaan jaksa.

“Selain upaya pembelaan, kami juga menyerahkan semuanya pada Allah. Allah tahu mana yang benar dan salah, dan semoga Allah membuka hati kita semua, sehingga kami mendapatkan keadilan hukum berupa dibebaskan dari semua tuntutan. Apa yang kami rasakan dan alami ini semoga “dirasakan” pula oleh Presiden Terpilih Jokowi,” kata Muhammad Nur seusai sidang.

Seperti diberitakan sebelumnya, Muhammad Nur dan Zulkifli didakwa melanggar Pasal 40 ayat (1) UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dengan ancaman penjara selama 10 tahun dan denda Rp200 juta. Dakwaan kedua Pasal 94 ayat (1) huruf a UU No.18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dengan ancaman penjara maksimal 15 tahun dan denda Rp100 miliar.

Sementara empat warga lainnya, yakni Dedi Suyanto, Samingan, Ahmad Burhanuddin dan Sutisna, selain didakwa Pasal 40 ayat (1) UU No.5 Tahun 1990 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, juga didakwa melanggar Pasal 98 ayat (1) UU No.18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dengan ancaman maksimal tiga tahun dan denda Rp1,5 miliar.

Tidak ada bukti kuat status SM Dangku

Mualimin Pardi Dahlan, kuasa hukum keenam terdakwa, menyayangkan tuntutan jaksa yang tidak secara cermat melihat kepastian hukum status SM Dangku.

“Seharusnya keberadaan SK Menhut No 76 Tahun 2001 dan SK Menhut No 822 Tahun 2013 tentang perubahan peruntukan kawasan hutan harus dilihat untuk menentukan perubahan letak dan luasan kawasan SM Dangku,” kata Mualimin.

“Kalau hal tersebut diperhatikan jaksa, sangat memungkinkan perkara tersebut bukan tindak pidana,” ujarnya.

Berdasarkan fakta tersebut, “Kami akan sampaikan pada pembacaan pembelaan dalam sidang berikutnya, sehingga akan menjadi pertimbangan majelis hakim dalam memutuskan perkara ini,” kata Mualimin yang juga Ketua Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN).

Enam masyarakat adat Dangku berkonsultasi dengan tim kuasa hukum terkait tuntutan jaksa penuntut umum. Foto: Muhammad Ikhsan
Enam masyarakat adat Dangku berkonsultasi dengan tim kuasa hukum terkait tuntutan jaksa penuntut umum. Foto: Muhammad Ikhsan

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,