,

Gawat! Konflik Sungai Sodong di OKI Berpotensi Berlanjut

Konflik agraria antara masyarakat Desa Sungai Sodong, Mesuji, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan dengan PT. Sumber Wangi Alam (SWA) berpotensi berlanjut.  Ini dikarenakan gugatan yang dilakukan PT. SWA maupun eksepsi tergugat yakni masyarakat Sungai Sodong, ditolak majelis hakim Pengadilan Negeri Kayuagung. Penolakan ini disampaikan majelis hakim yang diketuai Dominggus Silaban dengan putusan perkara perdata Nomor 06/Pdt.G/2014/PN.KAG.

Konflik antara PT. SWA dengan masyarakat Sungai Sodong ini menjadi sorotan international karena beberapa tahun lalu, konflik mengakibatkan korban jiwa.

Mualimin Pardi Dahlan, kuasa hukum tergugat dari Public Interest Lawyer Network, seusai sidang, Selasa (25/11/2014), mengaku kecewa terhadap putusan hakim yang terkesan tidak berani mengambil putusan terhadap lahan seluas 633,2 hektar yang menjadi objek sengketa.

“Tanah tersebut merupakan milik masyarakat Desa Sungai Sodong yang direncanakan dijadikan plasma oleh PT. SWA. Akan tetapi, faktanya lahan seluas 633,2 hektar tersebut dimasukkan PT. SWA sebagai hak guna usaha (HGU), terbit 2001, yang kemudian dijadikan kebun inti perusahaan. Tidak ada proses pelepasan atau ganti rugi sedikit pun,” ujar Mualimin.

Kepemilikan ini berdasarkan Surat Keterangan Hak Milik Adat atas Tanah yang dibuat tahun 1987 dan 1989 yang ditanda tangani Gusmaran, saat menjabat Camat Mesuji, yang diajukan masyarakat sebanyak 266 lembar dari 267 kepala keluarga. “Bukti ini diserahkan ke majelis hakim,” katanya.

“Melihat fakta-fakta dipersidangan, seharusnya majelis hakim mengabulkan eksepsi tergugat. Tapi, kenyataanya hakim malah membuat kasus ini menggantung,” kata Mualimin.

Akibat dari keputusan hakim yang menggantung, posisi lahan sengketa tersebut masih tetap seperti semula dan tidak menutup kemungkinan konflik akan terjadi andai masyarakat kembali menguasai lahan yang disengketakan itu.

“Padahal, dalam pertimbangannya majelis hakim mengatakan bahwa konflik yang terjadi ini akan berdampak pada sosial, ekonomi, hukum dan politik. Tapi dalam putusannya hakim terkesan tidak berani,” katanya.

“ Terkait putusan ini kita juga akan melakukan upaya hukum lain yaitu banding,” tegasnya.

Sebagai informasi, PT. SWA menggugat empat warga atas penguasaan lahan seluas 633,2 hektar. Keempat warga tersebut Agung Sani, Ahmad Macan, Mangku Radin, dan Raden Mukmin. Dalam gugatannya, perusahaan menuntut ganti kerugian sebesar Rp12 miliar terhadap masyarakat.

Kronologi kejadian

Tahun 1997, masyarakat Desa Sungai Sodong yang terbagi sembilan kelompok melakukan kerja sama dengan PT. Treekreasi Marga Mulia (PT.TMM), terkait tanah adat milik masyarakat desa Sungai Sodong yang dibuktikan dengan surat adat yang dikeluarkan Camat Mesuji tahun 1987, 1988, dan 1989.

Pada 6 April 1997 masyarakat menyerahkan 534 Surat Keterangan Tanah (SKT) seluas 1.068 hektar ke perusahaan untuk dibangunkan plasma desa. Selang beberapa bulan, 1 Juli 1997 dilakukan penandatangan kesepakatan. Hadir dalam pertemuan tersebut Kepala Desa Sungai Sodong, Camat Mesuji, Pemerintah Kabupaten OKI, dan PT. TMM.

Mereka menandatangani daftar anggota plasma Desa Sungai Sodong KKPA  yang menginduk pada Koperasi Makarti Jaya Desa Suka Mukti. Penggunaan koperasi dari Desa Suka Mukti ini karena pada saat itu koperasi di Sungai Sodong belum terbentuk. Di kemudian hari, koperasi Desa Sodong terbentuk dengan nama Koperasi Terantang Jaya.

Pada 15 -16 Juli 1997, kerja sama tersebut ditindaklanjuti dengan pembuatan peta rencana oleh PT. TMM serta pengecekan secara fisik dan pengukuran yang dilakukan Pemerintah Kabupaten OKI.

Dari keseluruhan tanah masyarakat yang akan dijadikan kebun, PT. TMM, sekitar 633,2 hektar akan dijadikan kebun plasma, sebagaimana dinyatakan dalam Peta Inventarisasi Tanah Rakyat, yang dibuat PT. TMM.

Lima tahun berjalan, perkebunan dianggap tidak efektif oleh perusahaan. Perusahaan kemudian mengajukan usul pembatalan plasma, dan akhirnya masyarakat setuju dengan syarat lahan yang sudah ditanam untuk diganti rugi dan SKT dikembalikan ke warga.

Namun, pihak perusahaan tidak dapat memenuhi itu. Solusinya, perusahaan menawarkan kerja sama pemakaian lahan sepuluh tahun. Besaran nilai uang yang akan dibayarkan ke warga setiap bulannya ditentukan perusahaan. Pembayaran terhitung efektif akhir Maret 2002 sesuai surat PT. TM No PAN-GMDE/ 26 Januari 2002, diteken oleh AM Vincent selaku General Manager.

Sepanjang 2003-2009, masyarakat desa Sungai Sodong baik secara kelompok maupun melalui Koperasi Terantang Jaya menanyakan ke perusahaan mengenai realisasi penyelesaian plasma yang dibatalkan. Termasuk ganti rugi, pengembalian SKT, maupun pola kerja sama pemakaian lahan. Namun, hal tersebut tidak mendapat tanggapan serius.

Perusahaan kemudian berubah nama menjadi PT. Sumber Wangi Alam (SWA).

Masyarakat menilai perusahaan telah melanggar janji. Akhirnya pada Agustus 2010 warga menduduki lahan yang masih bersengketa tersebut. Berbagai upaya penyelesaian dilakukan, namun tak ada solusi hingga terjadi bentrokan yang menewaskan tujuh orang pada April 2011 lalu.

Februari 2011, Koperasi Terantang Jaya melayangkan surat kepada BPN Pusat di Jakarta tentang peninjauan kembali luas HGU perkebunan PT. SWA di desa Sungai Sodong. Surat Nomor 019/Kop.TJ/SS/II/2011 tertanggal 28 Februari 2011 dengan tembusan ke Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, Staf Khusus Presiden RI bidang Otonomi dan Pembangunan Daerah Velix Wanggai, dan Bupati OKI Ishak Mekki.

Namun berbagai upaya penyelesaian sengketa lahan tersebut seperti membentur tembok, hingga hari ini.

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,