,

Konsultasi Amdal Tambang Emas Keluarga Bakrie Diprotes

PT Gorontalo Mineral, perusahaan tambang emas milik keluarga Bakrie, menggelar konsultasi publik penyusunan Analisis dampak lingkungan (Amdal) di rumah makan Samudera Kota Gorontalo, Kamis (18/12/14).

Namun dari proses mendapatkan izin penambangan itu diwarnai kericuhan. Sejak pagi, ketika acara baru mulai, di luar berdatangan pengunjuk rasa. Mereka berorasi sembari membawa poster berisi tuntutan menghentikan konsultasi publik.

Pengunjuk dari Forum Pemerhati Masyarakat Penambang Bersatu (FPMPB) Bone Bolango, Asosiasi Pertambangan Rakyat Indonesia (APRI) Gorontalo, Perhimpunan Pelajar Mahasiswa Bone Bolango (PAPMIB) dan Lembaga Monitoring Transparansi Kebijakan Publik (LMTKP). Kelompok ini menamakan diri sebagai koalisi rakyat untuk transparansi kebijakan publik pengelolaan sumber daya alam.

Keinginan pengunjuk rasa masuk ke lokasi kegiatan dihadang aparat kepolisian. Pagar rumah makan ditutup. Namun, seorang pengunjuk rasa, Sunaryo Dulanimo, menerobos barikade kepolisian dan masuk. Di sana dia membanting kursi sembari berteriak meminta konsultasi publik penyusunan Amdal dihentikan.

Namun aksi Sunaryo tidak berlangsung lama. Dia dihadang beberapa orang dan langsung dipukul. Kegeduhan terjadi di ruangan itu. Para ibu-ibu segera menjauh. Sunaryo diamankan kepolisian. Pelipis sebelah kanan lebam.

“Banyak yang memukul saya. Yang saya kenal tadi hanyalah Arjun Mogolaingo,” kata Sunaryo.

Arjun yang dimaksud Sunaryo, adalah mantan anggota dewan di Bone Bolango, kini bekerja di Gorontalo Mineral. Namun Arjun membantah memukul Sunaryo.

“Saya tidak memukul, hanya mengamankan agar suasana konsultasi publik tetap berjalan tertib dan kondusif.”

Menurut Sunaryo, tujuan dia masuk ke pertemuan itu meminta kegiatan dihentikan. Terlebih, dokumen konsultasi publik tidak ada hal baru. Apalagi sesuai SK 456/Menhut-II/2011, tentang perpanjangan izin pinjam pakai kawasan hutan untuk eksplorasi emas dan mineral pengikut pada kawasan hutan lindung, hutan produksi terbatas, dan hutan produksi tetap, Gorontalo Mineral di Bone Bolango berakhir 18 Juli 2013. Ia tidak dapat diperpanjang.

Jemi Monoarfa, peserta protes mengatakan , kehadiran Gorontalo Mineral membawa bencana bagi masyarakat di Bone Bolango. Pada 2011, enam desa di Bone dan Bone Raya, diterjang banjir bandang dan longsor, jembatan putus, sarana publik rusak parah, dua warga tewas terseret arus, dan puluhan mengungsi.

Pada 2013, di Kecamatan Bone Pantai dan Bulawa diterjang banjir. Empat warga tewas, tiga terseret arus dan tertimbun longsor, puluhan rumah hanyut dan rusak parah, sarana publik seperti sekolah, tempat ibadah hingga jembatan, putus. “Akses publik lumpuh total ketika itu.”

Gorontalo Mineral, telah melanggar hukum dan harus ditindak karena proyek jalan sebelum ada Amdal. Untuk itu, mereka menuntut Amdal dihentikan dan proses penyelidikan.

Unjuk rasa menolak PT Gorontalo Mineral. Foto: Christopel Paino
Unjuk rasa menolak PT Gorontalo Mineral. Foto: Christopel Paino

Penambang rakyat

Meskipun begitu,  konsultasi publik berlangsung hingga pukul 12.15. Dalam konsultasi publik dihadiri tim penyusun Amdal, lebih banyak diprotes penambang rakyat. Para penambang rakyat hadir sebagai peserta bergantian mempertanyakan keberadaan Gorontalo Mineral di wilayah kelola tambang mereka yang dilakukan sejak 1970-an.

Ihwan Husain, penambang rakyat mempertanyakan apakah perusahaan siap menciutkan wilayah pertambangan perusahaan kepada penambang rakyat seluas 2.000 hektar, menjadi wilayah pertambangan rakyat (WPR).

“Kami ingin perusahaan memperhatikan penambang rakyat. Kami hanya minta 2.000 hektar jadi WPR.”

Para penambang rakyat khawatir kalau penyusunan Amdal hanya pesanan perusahaan. Mereka mengancam akan menutup akses jalan perusahaan sepanjang tiga kilometer di Desa Tulabolo Timur, Kecamatan Suwawa, Bone Bolango– pintu masuk kawasan hutan–, jika perusahaan tidak menyanggupi tuntutan mereka.

Syahrial Junadi, General Manager Gorontalo Mineral mengatakan, kegiatan ini untuk menampung semua masukan maupun kritikan masyarakat. Mereka menampung dan akan diberikan kepada tim penyusun Amdal.  Tim penyusun Amdal, katanya, perusahaan bekerja sama dengan ahli independen, dari Lembaga Afiliasi Penelitian dan Industri Institut Teknologi Bandung (Lapi ITB) dan Universitas Negeri Gorontalo (UNG).

Menanggapi pertanyaan penambang rakyat yang meminta wilayah 2.000 hektar, Syahrial enggan menjawab. Menurut dia, harus berpulang ke pemerintah dan regulasi yang mengatur.

Jika konsultasi publik penyusunan Amdal selesai, Gorontalo Mineral akan tahap konstruksi dan produksi.

Mengenai penyusunan Amdal, perwakilan Badan Lingkungan Hidup dan Riset Daerah Gorontalo, Ivon menjelaskan, di Gorontalo, lisensi komisi penilai Amdal provinsi sejak Juni 2014 belum diperpanjang oleh komisi penilai Amdal pusat. Hingga mereka melimpahkan ke komisi penilai Amdal Bone Bolango.

“Karena kontrak karya, dan di kawasan hutan lindung, proses penilaian dilimpahkan ke pusat. Yang akan mengeluarkan rekomendasi dari sisi lingkungan komisi penilai Amdal pusat. Proses mungkin setahun.”

Dia mengatakan, tim penyusun Amdal harus menampung semua aspirasi masyarakat, terutama yang menerima dampak negatif.  Dia mengusulkan, perlu ada ruang lain membahas teknis penyusunan dokumen.

“Kalau melihat hasil pemaparan perusahaan, ada banyak sekali perlu dikaji karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Kalau boleh izin-izin yang semua dikeluarkan pusat, harus dibuka satu-satu agar diketahui masyarakat,” kata Ivon.

Alih fungsi hutan

Dalam dokumen, proses perizinan Gorontalo Mineral merupakan kontrak karya generasi ke VII ditandatangani 19 Februari 1998 oleh pemerintah pusat didahului persetujuan DPR dan presiden.

Gorontalo Mineral saat ini tidak lepas dari kesuksesan mengalih fungsi hutan di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Ketika itu ditanyakan kepada perusahaan, Syarial enggan menjawab.

“Saya rasa yang berhak menjawab itu pemerintah. Setahu saya proses itu harus melewati 16-18 tahapan. Pemerintah daerah lebih tahu.”

Ahmad Bahsoan, Jaring Advokasi Pengelolaan Sumber Alam mengatakan, alih fungsi hutan di taman nasional menjadi tambang ini ancaman bagi ketersediaan air. Bukan hanya masyarakat di sekitar kawasan, juga bagi 15.000 lebih rumah tangga di Bone Bolango dan Kota Gorontalo yang mengkonsumsi air PDAM bersumber dari DAS Bone.

“Nilai cadangan emas di taman nasional yang dialihfungsi itu tidak akan sebanding dengan kemampuan dalam menyediakan pangan bagi masyarakat Gorontalo.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,