,

Miris, Perdagangan Satwa Liar Online Semakin Marak

Perdagangan satwa liar dilindungi semakin marak dilakukan oleh masyarakat, khususnya melalui internet dengan menggunakan media sosial seperti facebook dan twitter untuk melakukan proses jual beli.

Baru-baru ini Kepolisian Resor Malang bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Timur, menangkap tangan seorang penjual satwa liar dilindungi beserta satwa yang akan diperdagangkan.

Warga Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang bernama Sukron ditangkap dirumahnya, Jumat (23/1) dengan barang bukti 5 ekor satwa liar. Satwa liar dilindungi itu menurut pelaku diperoleh dari Papua dan Lumajang, Jawa Timur, untuk memenuhi pesanan yang dilakukan melalui grup tertutup di Facebook.

“Total yang berhasil disita dari pelaku yaitu 1 ekor anakan lutung jawa (Trachypithecus auratus) yang dalam kondisi mati, 1 ekor kangkareng perut putih (Anthracoceros albirostris), 1 ekor kakatua seram (Cacatua molucensis) , 1 ekor kakatua kecil jambul kuning (Cacatua sulphurea), dan 1 ekor nuri merah kepala hitam (Lorius lory),” kata Dheny Mardiono, PPNS BKSDA Jawa Timur.

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Timur, Suyatno mengatakan, penegakan hukum terhadap pelaku jual beli satwa liar, merupakan komitmen BKSDA dalam menekan aktivitas perdagangan satwa liar dilindungi. Tidak hanya perdagangan secara konvensional, perdagangan melalui media online juga akan ditindak secara tegas.

“Kita pantau terus dan kita tegakkan hukum, baik online atau langsung tetap kita lakukan penindakan, karena ini merupakan tugas kita,” kata Suyatno kepada Mongabay-Indonesia.

Meski tidak memiliki tim khusus cyber crime yang menindak pelaku perdagangan satwa liar melalui media internet, Suyatno memastikan semua petugas BKSDA akan terus melakukan pemantauan dan penindakan bila ditemukan adanya perdagangan satwa liar dilindungi.

“Di setiap kantor wilayah atau resor ada yang ditugasi memantau melalui komunikasi media, biasanya ketahuan. Yang memperdagangkan banyak yang tidak profesional jadi gampang ketahuannya,” ujar Suyatno.

BKSDA Jatim akan terus memonitor situs-situs media sosial yang menawarkan satwa liar untuk diperjualbelikan, selain akan tetap mengawasi penjualan satwa liar di pasar-pasar burung atau pasar satwa.

“Penanganan pasar burung dan pasar satwa ada penugasan khusus dari kami ke wilayah2 atau resor2 untuk setiap saat melakukan pendataan satwa apa saja yang dijual disitu. Patroli di dunia maya juga kita lakukan, tidak hanya di darat saja,” tandas Suyatno.

Dheny Mardiono, selaku penyidik di BKSDA Jatim menyebutkan, dari perdagangan satwa liar ini pelaku akan dikenai sanksi pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda Rp.100 juta, sesuai UU nomor 5 tahun 1990.

“Kalau ada perdagangan dan kegiatan melanggar undang-undang, petugas akan melakukan penindakan,” kata Dheny Mardiono.

Salah satu jenis burung hantu yang dibawa pemiliknya saat acara hari bebas kendaraan di Surabaya. Foto : Petrus Riski
Salah satu jenis burung hantu yang dibawa pemiliknya saat acara hari bebas kendaraan di Surabaya. Foto : Petrus Riski

Lembaga Protection of Forest & Fauna (PROFAUNA) menyatakan dukungannya atas penangkapan pedagang satwa yang dilindungi. Ketua ProFauna Indonesia Rosek Nursahid mengatakan, perdagangan satwa melalui media sosial atau online merupakan modus yang tergolong baru, yang dilakukan oleh pemain-pemain baru dengan usia pelaku yang semakin muda.

Pergeseran ini menurut Rosek menjadi keprihatinan tersendiri karena kalangan muda menjadi sasaran perdagangan satwa dengan dalih pecinta dan pemelihara satwa.

“Memang sekarang modusnya sudah berubah untuk perdagangan satwa, kebanyakan sekarang online atau lewat media sosial, dan itu kemudian ditunjang oleh maraknya komunitas-komunitas yang mengaku sebagai pecinta satwa, yang kecintaannya itu diwujudkan dengan mengkoleksi satwa. Tetapi yang sering terjadi bukan sekedar mengkoleksi tetapi melakukan jual beli. Ini tidak terlepas dari perdagangan satwa secara online,” tutur Rosek Nursahid.

ProFauna mencatat ada 3640 iklan di media sosial sepanjang 2014, yang menawarkan satwa liar dengan berbagai jenis, antara lain elang jawa, siamang, surili, lutung jawa, kakatua raja, nuri merah kepala hitam, kukang dan nuri bayan.

“Pertemuan mereka biasanya diawali dalam bentuk gathering di lokasi car free day. Ini harus ditindak tegas dan dikenakan sanksi pidana agar ada efek jera,” lanjut Rosek yang mengkhawatirkan kalangan muda usia mahasiswa dan pelajar SMA, semakin banyak yang terlibat dalam perdagangan satwa.

Pergeseran model dan pelaku perdagangan satwa liar dilindungi menurut Rosek, harus menjadi perhatian bersama terutama pemerintah, karena pemahaman mengenai satwa liar yang dilindungi dan tidak boleh diperjual belikan semakin berkurang dengan maraknya perdagangan melalui media online atau sosial media.

“Termasuk terjadi pergeseran di segmen kolektor satwa. Kalau 15 tahun lalu kolektor satwa cenderung usia 40 tahun keatas, orang tua atau pensiunan, karena mereka tidak punya aktivitas. Sekarang kita lihat di mall-mall anak muda dengan bangganya membawa satwa liar seperti musang, burung hantu bahkan elang yang termasuk jenis satwa yang dilindungi,” papar Rosek.

ProFauna mendesak pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) untuk terlibat melakukan penindakan terhadap situs-situs perdagangan satwa liar dilindungi, agar tidak menjadi ajang jual beli satwa liar.

“Seharusnya sejak dulu Kemenkominfo mengatur ini, dimasukkan sebagai sebuah masalah penting sehingga Kemenkominfo perlu mengambil tindakan dan melakukan pemblokiran situs-situs itu. Ini seharusnya bisa dilakukan dari sudut kebijakan,” usul Rosek.

Selain itu edukasi juga harus terus dilakukan melalui sekolah-sekolah, mengenai pengenalan dan pemahaman satwa liar dilindungi dengan hewan yang boleh dipelihara.

“Banyak anak pelajar yang tidak tahu kalau memelihara, misalkan kucing hutan dapat terkena sanksi pidana penjara. Karena informasi yang diperoleh dari pedagang maupun senior-senior mereka, itu merupakan komoditi yang biasa-biasa dan boleh-boleh saja dipelihara,” ujarnya.

Lina Sam Raidha, Guru SD Pembangunan Jaya 2 Sidoarjo mengatakan, pendidikan lingkungan di sekolahnya telah memasukkan materi pengetahuan akan pentingnya menjaga serta melestarikan alam, termasuk mencintai satwa dengan tidak memburunya di alam liar.

“Materi lingkungan sudah termasuk dalam pelajaran sains, anak-anak mulai dikenalkan satwa liar yang dilindungi dan yang boleh dipelihara,” kata Lina, guru kelas 6 dan juga mata pelajaran sains.

Meski demikian, Lina mengaku pemahaman mengenai satwa liar masih minim diberikan, karena dalam program di sokolahnya lebih banyak mengajarkan mengenai perilaku ramah lingkungan dan pelestarian alam melalui penanaman pohon.

“Pada program sustainable ecodevelopment, sudah dimasukkan materi pemahaman mengenai lingkungan termasuk satwa, tapi porsinya memang masih sedikit, kedepan mungkin perlu ditambah lagi,” imbuh Lina.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,