,

Laporan Korban Lubang Tambang, Apa Kata Kementerian PPA dan Komnas HAM?

Pasangan suami istri ini, Rahmawati dan Misriansyah, mendatangi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak serta Komnas HAM di Jakarta, Selasa (24/2/15). Mereka datang bersama koalisi beberapa LSM lingkungan hidup untuk mengadukan lubang tambang batubara Samarinda yang kerab menelan korban jiwa.

Rahmawati dan Misriansyah ini orangtua Muhammad Raihan yang tewas di lubang tambang PT Graha Benua Etam, Desember 2014.

Sebelumnya, mereka ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Merah Johansyah, Dinamisator Jatam Kaltim mengatakan, tanggapan KPPA cukup baik.”Diterima Deputi Perlindungan Anak dan deputi terkait. Salah satu dibahas bagaimana ada penegakan hukum kasus ini agar tidak terulang kembali,” katanya.

Sebenarnya,  KPPA sudah mempunyai kajian mengenai ini hingga lebih mudah mengambil tindakan. “Mereka berjanji berkoordinasi lintas kementerian. KPPA ada satu desk kejahatan anak. Ini bisa masuk ke sana.”

KPPA juga segera merapatkan ini untuk mengambil tindakan cepat dan berkoordinasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan KLHK. “Agar penegakan bisa diutamakan.”

Merah mengatakan, anak-anak tewas di lubang bekas batubara tidak bisa dianggap kecelakaan biasa. Jika dibiarkan, mengancam generasi.

Dia mengatakan, dari 52 pertambangan batubara di Samarinda, ada 150 lubang ditinggalkan begitu saja.  Di Kaltim ada 1.488 izin. “Itu belum termasuk yang dikeluarkan pemerintah pusat 33 izin.”

GBE beroperasi seluas 493,7 hektar. Perusahaan ini disebut dalam berbagai pemberitaan terkait berkasus gratifikasi kepada kepala Dinas Pertambangan Samarinda.

“Dari tujuh lubang, baru satu ditutup. Bahkan perusahaan ini sempat cuci tangan dengan mengembalikan IUP. Namun ditolak karena belum menutup lubang,” kata Merah.

Perusahaan ini juga seringkali disebut sebagai perusahaan paling tidak taat dalam evaluasi bulanan tambang yang digelar Pemkot Samarinda tahun 2012-2013. Bahkan BLH Samarinda sempat membekukan izin dua kali. Operasional pernah dihentikan sementara.

“Kami meminta Presiden dan kementerian terkait serius menangani ini. Ini menyangkut keberlangsungan dan keadilan generasi akan datang.”

Dengan datang ke Komnas HAM, dia  berharap ada penegakan hukum dan HAM. Sebab, jelas sudah terjadi pelanggaran HAM oleh pemda. Mereka dinilai membiarkan izin keluar begitu saja dan mengancam keselamatan warga.

“Kami mendesak Komnas HAM investigasi menyeluruh indikasi pelanggaran HAM ini dan memberikan rekomendasi. Meminta pemerintah melakukan tindakan-tindakan agar tidak menyebabkan lingkaran setan yang terus berulang.”

Siti Maimunah dari tim kerja perempuan dan tambang Jatam mengatakan, selama ini pemerintah selalu mengatakan investasi harus meningkat. Saat bersamaan, presiden mengatakan pemerintahan pro rakyat. Terkesan kontradiktif.

“Sejak 2011 sampai 2014 ada sembilan anak meninggal. Itu yang terekam. Bisa jadi lebih dari itu. Ini hanya di Samarinda.”

Korban sembilan anak ini, membuktikan bahwa pemerintahan Jokowi harus memberikan pendekatan berbeda dari sebelumnya. Pembangunan ekonomi berkelanjutan, tak merusak alam dan tak membahayakan warga.

Dia berharap,  Komnas HAM bertemu Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban karena menganggap situasi tidak aman. Rahmawati pernah didatangi polisi yang meminta agar mengurungkan niat datang ke Jakarta. Meskipun tidak ada tindakan ancaman dan intimidasi. “Kami datang ke LPSK. Ini penting agar korban bisa mendapatkan perlindungan.”  Mereka juga mendatangi KPAI keesokan hari.

Perbaiki manajemen investasi

Embu Wulang, aktivis Jatam mengatakan, pemerintah Jokowi rajin ke luar negeri promosi investasi Indonesia. Namun, tidak pernah serius mengurusi syarat-syarat keselamatan warga dan lingkungan dalam konteks investasi.

“Fakta ini menunjukkan pemerintah belum serius memperbaiki manajemen investasi dalam negeri tetapi sibuk promosi. Syarat-syarat keselamatan rakyat tidak diperbaiki,” katanya.

Jika investasi ke Indonesia mengalir begitu banyak tanpa syarat perbaikan, akan berakibat lingkungan hidup makin rusak.”Kami minta Komnas HAM memberikan rekomendasi dalam setiap pengeluaran izin investasi harus menyertakan syarat-syarat keselamatan rakyat dan lingkungan.”

Dalam kasus Kaltim, sebenarnya bisa menjelaskan betapa buruk proses di hulu dan hilir perizinan tambang di Indonesia. Di hulu ada persyaratan reklamasi dan perbaikan lahan pasca tambang tetapi tak jalan.

“Rakyat harus mensubsidi orang kaya. Hampir semua rekening gendut berbasis eksploitasi sumber daya alam. Ini disubsidi dari kerusakan lingkungan yang dirasakan rakyat. Rakyat mengalami kematian anak juga kehilangan kampung.”

Khalisah Khalid dari Walhi Nasional mengatakan, laporan warga ke Jakarta, sebenarnya tak perlu jika pemerintah daerah tanggap. “Seharusnya pemerintah daerah mempunyai tanggung jawab menyelesaikan masalah ini karena pemberi izin.”  Pemerintah daerah seharusnya juga mengawasi perusahaan  dengan ketat.

Komisioner Komnas HAM Sandra Moniaga mengatakan, akan mempelajari kasus ini dan berkoordinasi lintas stakeholder.

“Dari kasus ini, terlihat kasat mata kerusakan lingkungan. Ini dampak pelanggaran hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Itu diakui dalam konstitusi,” katanya.

Dia mengatakan, ada indikasi pelanggaran HAM. Seharusnya,  dalam  pertambangan ada persyaratan lokasi jauh dari pemukiman. “Kemudian hak hidup. Ini hak yang tak bisa dikurangi. Kalau sampai ada sembilan orang meninggal, tapi pemkot dan perusahaan tidak evaluasi dan langkah-langkah mitigasi itu tanda tanya besar. Artinya ada pembiaran. Ada indikasi bahwa pemda menganggap ini suatu kecelakaan biasa.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,