,

PT. SPS II, Perusahaan Sawit Ketiga yang Divonis Bersalah Bakar Rawa Tripa

Hakim Pengadilan Negeri (PN) Meulaboh memvonis bersalah PT. Surya Panen Subur (SPS) II yang terbukti membuka lahan dengan cara membakar kawasan Rawa Gambut Tripa di Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya, Aceh pada Maret dan Juni 2012. PT. SPS II adalah perusahaan perkebunan kelapa sawit ketiga yang memiliki konsesi di Rawa Tripa yang digugat pidana oleh pemerintah karena membakar lahan seluas 1.200 hektare. Sebelumnya, PT. Kallista Alam dan PT. Dua Perkasa Lestari telah divonis bersalah juga.

Dalam persidangan yang berlangsung Kamis (28/1/2016) di Meulaboh, Hakim Rahma Novatiana, menjatuhkan denda untuk perusahaan ini sebesar Rp3 miliar dan hukuman penjara 3 tahun, subsider 1 bulan,  kepada Anas Muda Siregar (kepala kebun) dan Marjan Nasution (kepala proyek). Namun, Presiden Direktur PT. SPS II Edi Sutjahyo Busiri yang ikut menjadi pesakitan dinyatakan bebas.

Hukuman ini lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum Rahmat Nur Hidayat yang menuntut hukuman 3,5 tahun penjara kepada terdakwa dan denda Rp4 miliar ke perusahaan. Persidangan PT. SPS II telah berlangsung sejak 2013.

Hakim menjerat terdakwa dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Menurut majelis hakim, PT. SPS II terbukti bersalah membuka lahan dengan cara membakar secara berlanjut. “Hal yang memberatkan perbuatan terdakwa ini menyebabkan perubahan karakteristik pada lahan gambut. Perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pelestarian lingkungan di lahan gambut.”

Majelis hakim juga memberi pertimbangan lain yang meringankan PT. SPS II yang dianggap telah memiliki manajemen kesigapan tanggap darurat terhadap kebakaran dan telah melakukan upaya maksimal memadamkan kebakaran lahan sehingga kebakaran tidak meluas dan dapat dilakukan secara cepat tanpa bantuan pemerintah.

Kebakaran terjadi di areal konsesi PT. SPS II di Desa Pulo Kruet, Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya. PT. SPS II memiliki konsesi hak guna usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit seluas 12.957 hektar di Tripa dan beroperasi atas izin budidaya Gubernur Aceh tahun 2012 setelah membeli HGU itu dari PT. Agra Para Citra. Hasil pemeriksaan lapangan menunjukkan bahwa areal yang terbakar merupakan lahan yang sudah ditanami sawit dan sebagian merupakan lahan yang sudah dibuka sebelum kebakaran terjadi.

Atas vonis hakim ini, para terpidana menyatakan banding. Menurut pengacara PT. SPS II, Trimulya, ada hal yang kontradiktif dalam putusan majelis hakim. “Dalam pertimbangan majelis hakim disebutkan para terdakwa  telah menerapkan metode pembukaan lahan tanpa bakar.”

Shaifuddin Akbar dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang hadir dalam persidangan tersebut menyatakan apresiasinya atas putusan hakim PN Meulaboh. “Ini putusan yang progresif dan prolingkungan. Sebelumnya sudah diputuskan PT. Kallista Alam. Tahun 2015 Aceh kecil hot spot nya. Ada efek jera di masyarakat dan pelaku usaha.”

Perkebunan kelapa sawit milik PT. SPS 2. Foto: Junaidi Hanafiah
Perkebunan kelapa sawit milik PT. SPS II. Foto: Junaidi Hanafiah

Tim Koalisi Penyelamatan Rawa Tripa (TKPRT) sebelumnya telah mendesak hakim Pengadilan Negeri Meulaboh untuk memberi hukuman seadil-adilnya kepada PT. SPS II.  Anggota TKPRT T. Muhammad Zulfikar di Banda Aceh (26/1/2016) menyampaikan harapannya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) akan memenangkan gugatan terhadap PT. SPS II. “Kami berharap dengan hakim bersertifikasi lingkungan mereka akan menghukum perusahaan dan para direksinya dengan hukuman yang seadil-adilnya dan lebih memperhatikan kelestarian serta penyelamatan lingkungan hidup di Kawasan Rawa Tripa dalam Kawasan Ekosistem Leuser.”

TKPRT memberikan apresiasi kepada hakim-hakim bersertifikasi lingkungan yang telah menghukum direksi dan perusahaan perkebunan kelapa sawit di Tripa karena telah membakar setidaknya 1.000 hektar lahan gambut pada 2012. Tercatat, PT. Kallista Alam dan direksinya divonis bersalah dan harus membayar denda Rp366 miliar oleh PN Meulaboh. Sementara, PN Tapaktuan telah memvonis manager PT. Dua Perkasa Lestari dengan hukuman penjara 3 tahun.

Menurut Zulfikar, kita harus belajar dari pengalaman persidangan perdata kasus kebakaran hutan dan lahan di PN Palembang beberapa waktu lalu. Dalam kasus tersebut, gugatan perdata KLHK ke PT. Bumi Mekar Hijau (BMH) senilai Rp7,9 triliun ditolak majelis hakim. “Sebaiknya hal tersebut tidak terulang lagi di PN Meulaboh, Aceh Barat. Kita berharap, semua pihak melakukan pemantauan bersama,” ungkapnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,