,

Laporan: Lima Negara yang Berkontribusi terhadap Krisis Sampah di Lautan

Lautan dunia makin dipenuhi sampah yang dibuang manusia, mulau dari botol minuman, kantong plastik, hingga puntung rokok. Di beberapa tempat di lautan, bahkan ditemukan sampah yang mengumpul seperti daratan dengan luas bermil persegi.

Parahnya, sampah yang mengambang di permukaan laut itu hanya 5 persen dari semua sampah plastik yang dibuang ke laut. Menurut Ocean Conservancy, sebuah organisasi nirlaba bidang konservasi laut dari AS, sebanyak 95 persen sampah justru terendam di bawah permukaan. Sampah tersebut tak hanya mencelakai makhluk bawah air namun juga merusak tatanan ekosistem yang ada.

Dalam laporan terbarunya, Ocean Conservancy menyebutkan lima negara di dunia yang paling berkontribusi untuk krisis sampah di lautan. Semua berada di Asia yaitu Tiongkok, Indonesia, Filipina, Thailand, dan Vietnam yang memuntahkan sekitar 60 persen dari sampah plastik yang masuk lautan di seluruh dunia.

“Dengan tingkat kecepatan seperti ini, kami memperkirakan menjelang 2025, untuk setiap 3 ton ikan, akan ada 1 ton sampah plastik di laut. Jumlah yang membuat konsekuensi ekonomi dan lingkungan menjadi sangat parah dan tak terbayangkan” kata Nicholas Mallos, direktur program sampah laut di Ocean Conservancy, sebagaimana dilansir dari Global Post.

Padahal, negara barat, yaitu Amerika, dipandang sebagai negara dengan konsumsi yang besar untuk barang-barang seperti soda, gadget, sepatu dan barang-barang lainnya yang menghasilkan banyak sampah. Lalu, bagaimana mungkin beberapa negara  di Asia, membuang sampah lebih banyak ke laut dibandingkan Amerika?

Genangan sampah ini terlihat di Cilincing, Jakarta Utara, pada 5 Juni 2013. Foto: Beawiharta/Reuters
Genangan sampah ini terlihat di Cilincing, Jakarta Utara, pada 5 Juni 2013. Foto: Beawiharta/Reuters

Asia adopsi Barat dalam hal konsumsi

Seiring pertumbuhan ekonomi Asia yang menanjak, masyarakat memiliki lebih banyak uang untuk mengkonsumsi barang-barang. Bedanya adalah, sampah dari barang-barang tersebut tak berakhir di tempat sampah.

Di lima negara Asia yang disebutkan di atas, hanya sekitar 40 persen saja sampah yang dikumpulkan dengan benar. Di Asia, sampah sering menumpuk di tempat pembuangan komunal yang dikelola seadanya. Seringkali, sampah-sampah ini tersapu angin atau terbawa air yang berakhir di lautan.

Bahkan, seringkali dijumpai tempat-tempat pembuangan sampah yang letaknya di tepi sungai, yang diharapkan mengalirkan sampah tersebut ke laut. Menurut Ocean Conservancy, “Sampah-sampah ini nantinya akan ‘hilang’ dari pandangan karena hujan lebat atau terbawa arus sungai, dan tempat-tempat sampah akan kembali kosong untuk menampung sampah baru.”

Pemungut sampah di negara-negara Asia adalah pahlawan tanpa tanda jasa untuk konservasi. Mereka dengan berani menembus tempat-tempat sampah yang bau, lalu mengekstrak dan mengumpulkan sampah-sampah plastik untuk dijual sebagai bahan daur ulang. Hal ini memastikan, banyak sampah yang didaur ulang daripada ditinggalkan di tempat pembuangan sampah.

Namun sayangnya, para pemulung cenderung fokus pada item bernilai tinggi – seperti botol plastik – dan meninggalkan banyak kantong plastik yang dianggap kurang bernilai di tempat pembuangan.

Menurut Ocean Conservancy, pemulung bisa saja menghabiskan 10 jam mengumpulkan kantong plastik, namun dia hanya akan membawa pulang 50 sen. Namun, jika dia mengumpulkan botol plastik, maka uang yang dibawa pulang hingga $3,70. Ini berarti, pemulung melewatkan banyak limbah, yang kemudian berakhir di lautan.

Tumpukan sampah botol plastik yang diangkut dengan truk di Manila, Filipina. Foto: Romeo Ranoco/Reuters
Tumpukan sampah botol plastik yang diangkut dengan truk di Manila, Filipina. Foto: Romeo Ranoco/Reuters

Di banyak negara Asia, perusahaan menjual segala macam produk mulai dari kecantikan hingga mie instan dalam kemasan kecil, yang dijual lebih murah. Namun, mungkin tak pernah ada yang menyangka jika praktik seperti ini akan menghasilkan jauh lebih banyak kemasan plastik, yang sampahnya berakhir di lautan.

Di banyak negara Asia, banyak juga truk sampah yang membongkar muatannya di pinggir jalan untuk menghemat bahan bakar dan waktu. Tempat-tempat sampah ‘baru’ ini mempunyai konsekuensi yang sangat mengerikan bagi lautan kita.

Di Filipina, penelitian menunjukkan, hingga 90 persen sampah plastik yang dibuang dengan praktik di atas, berakhir di laut. Lima negara Asia yang diprofilkan oleh Ocean Conservancy ini, praktik bongkar-muat seperti itu diperkirakan menambahkan hampir 1 juta metrik ton sampah plastik ke laut setiap tahun.

Sebagaimana yang dipublikasikan Science Magazine, setiap tahunnya manusia membuang 8 juta metrik ton sampah plastik ke laut. Jika perilaku ini tidak berubah, Ocean Conservancy memperkirakan, dalam 10 tahun ke depan, manusia akan lebih banyak lagi membuang sampah ke lautan, sekitar 16 juta metrik ton.

Padahal, semua sampah berdampak buruk di laut: membunuh berbagai jenis hewan, merusak ekosistem, sekaligus mendatangkan malapetaka lingkungan yang oleh beberapa ahli disamakan dahsyatnya sebagaimana perubahan iklim.

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,