, ,

Kebakaran Riau, Rakyat Gugat Pemerintah Perbaiki Tata Kelola Lingkungan

Kebakaran di Riau kembali terjadi dalam beberapa pekan ini. Gubernur sudah menetapkan darurat karhutla sampai tiga bulan ke depan.

Iringan orang memainkan kompang tampak mendekati Pengadilan Negeri Pekanbaru, Kamis (10/3/16). Pukul 10.35, alunan kompang berhenti. Lebih 60 orang berkerumun di depan gedung pengadilan itu. Kompang merupakan alat musik khas Melayu, biasa mengiringi ritual atau prosesi adat.

Dua orang berbaju Melayu biru melangkah maju. Beri hormat kepada orang-orang di depannya, lalu bergerak menampilkan jurus-jurus silat. Keduanya bertarung apik hingga lima menit. Setelah berhenti, tiga perempuan maju membawa spanduk putih.

“Rakyat Riau Menggugat, Riau Bebas Asap #melawanasap.”

Begitu bunyi spanduk dengan cetakan huruf merah itu. Di belakang, ada tiga orang berpakaian Melayu. Mereka Riko Kurniawan (Direktur Eksekutif Walhi Riau), Woro Supartinah (Koordinator Jikalahari) dan Heri Budiman (Pengurus Rumah Budaya Siku Keluang). Rombongan berbaju kaos hijau—tulisan seperti spanduk juga ada di kaos mereka—mengikuti ketiganya.

“Kami kesini karena ingin menyampaikan gugatan,” kata Rian Sibarani, Koordinator Lapangan rombongan masyarakat ini.

Kedatangan mereka, karena gugatan citizen lawsuit pada November 2015 tak ditanggapi tergugat. Melihat tak ada respon, penggugat langsung mendaftarkan berkas secara resmi.

“Kami ingin rakyat Riau bebas asap. Kami harapkan hakim memenangkan gugatan masyarakat Riau ini,” ujar Riko. Dia mewakili empat penggugat. Al Azhar, Ketua Harian Lembaga Adat Melayu Riau, tak bisa hadir mengantarkan berkas gugatan.

Setelah orasi, para penggugat menyerahkan gugatan kepada salah satu tim kuasa hukum Melawan Asap Riau, Indra Jaya,

Bertempat di Kantor Walhi Riau, Pada 13 November 2015, mereka menyampaikan notifikasi kepada tergugat. “Kita beritahu kepada tergugat dan menunggu respon,” kata Boy Jerry Even Sembiring, tim kuasa hukum Melawan Asap Riau.

Notifikasi, katanya, tahapan awal sebelum gugatan resmi ke pengadilan. Tim kuasa hukum lain, Suryadi, jika notifikasi direspon tergugat, ada itikad baik mereka memperbaiki keadaan Riau. “Sudah lebih 60 hari, tak ada respon mereka, jadi kita mendaftarkan gugatan resmi.”

Dalam gugatan mereka menyampaikan, bencana asap 2015 menimbulkan banyak kerugian bagi masyarakat. Mulai ekonomi sampai kesehatan.

Suryadi mengatakan, titik poin gugatan adalah perbaikan tata kelola lingkungan oleh tergugat. “Tidak bisa mengajukan gugatan ganti rugi karena dampak asap, namun ada regulasi perbaikan agar asap tak ada lagi.”

Ada enam tergugat. Pertama, Presiden, selaku pemegang tanggung jawab akhir atas segala urusan pemerintahan. Presiden memiliki kewajiban mengawasi regulasi dijalankan baik pusat ataupun daerah. Dalam gugatan, Presiden dinyatakan gagal melindungi dan memenuhi hak konstitusional penggugat dan masyarakat Riau.

Kedua, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sebab Menteri LHK merupakan perangkat pemerintah yang mengurusi persoalan hutan dan lingkungan.

Ketiga, Menteri Pertanian dinyatakan melawan hukum sebagai penanggung jawab mengurusi pertanian, perkebunan dan peternakan. Mentan dianggap lalai menjalankan kewajiban. Pengawasan perkebunan lemah hingga kebakaran.

Keempat, Kepala Badan Pertanahan Nasional, perangkat pemerintah yang bertanggungjawab urus persoalan terkait perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan pertanahan. Dia dianggap gagal karena tak tepat menerapkan kebijakan ataupun penetapan dan penataan hak atas tanah. BPN keluarkan izin pada daerah yang seharusnya tidak dibebani izin.

Riko Kurniawan, salah satu penggugat berorasi menyampaikan harapan agar majelis hakim memutuskan kabulkan gugatan masyarakat. Foto: Nurul Fitria
Riko Kurniawan, salah satu penggugat berorasi menyampaikan harapan agar majelis hakim memutuskan kabulkan gugatan masyarakat. Foto: Nurul Fitria

Kelima, Menteri Kesehatan, bertanggungjawab urusi kebijakan terkait kesehatan. Kala asap, Menkes dianggap tidak ada prosedur pengendalian dampak pencemaran udara.

Gubernur Riau menjadi tergugat terakhir. Dia bertanggungjawab sebagai pengawas kebijakan di Riau. Dia gagal mengawasi izin-izin akhirnya lingkungan rusak.

Para penggugat meminta majelis hakim menghukum para tergugat. Mereka meminta, Presiden dan Menteri LHK membuat peraturan pelaksana UU 32 tahun 2009 dengan melibatkan masyarakat. Seperti Peraturan Pemerintah tentang inventarisasi lingkungan hidup ekoregion dan tata cara penetapan daya dukung dan daya tampung lingkungan.

Juga PP tata cara penyelenggaraan kajian lingkungan hidup strategis mengenai analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) ataupun Instrumen ekonomi lingkungan hidup. Lalu, PP Baku mutu lingkungan, analisis risiko lingkungan hidup, tata cara penanggulangan dan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkugan serta pemulihan fungsi lingkungan.
Penggugat meminta Presiden dan Gubernur dihukum membuat alokasi dana khusus dalam APBN dan APBD untuk pencegahan dan penanggulangan dampak karhutla. Mereka meminta ada tim gabungan meninjau ulang dan revisi izin-izin usaha pengelolaan hutan, lahan dan kebun terbakar maupun belum terbakar. Presiden harus mengeluarkan peraturan terkait.

Gubernur dan Menkes digugat membuat kebijakan penambahan rumah sakit khusus penyakit pernafasan dan penderita ISPA di Riau. Juga membuat tempat evakuasi jika ISPU menunjukkan level bahaya dan petunjuk teknis evakuasi.

Gubernur diminta membuat kebijakan pencegahan karhutla, peta rawan serta standar sarana prasarana pengendalian karhutla. Gubernur harus mengembangkan sistem informasi karhutla dan perkebunan di Riau. Membentuk tim khusus pencegahan dini karhutla dan perkebunan serta membebaskan biaya pengobatan bagi masyarakat terdampak kabut asap.

Para tergugat juga harus mengajukan permintaan maaf terbuka kepada masyarakat Riau melalui media, baik cetak maupun elektronik.

Riko mengatakan, ini teguran kepada pemerintah agar lebih memperhatikan masyarakat bukan hanya mementingkan investasi.

Darurat Karhutla dan Hotspot di Riau

Melalui pantauan satelit Terra-Aqua Modis, sepanjang Januari hingga minggu pertama Maret 2016, ada 629 hotspot di Riau. Jumlah hotspot meningkat sejak akhir minggu keempat Februari. Dari 91 titik menjadi 301 titik awal Maret.

Data BKMG 11 Maret 2016, ada delapan hotspot di Riau. Masing-masing empat di Bengkalis, Meranti dan Pelalawan (1) serta Rokan Hilir (2). Ada tiga titik memiliki confidence lebih 70%, di Meranti dan Rokan Hilir.

Pada Minggu (13/3/16), titik api di Riau, ada 45. Informasi dari BNPB menyebutkan, dari 45 hotspot di Riau tersebar di Bengkalis (16), Indragiri Hulu (2), Kepulauan Meranti (20), Pelalawan (4), Rokan Hilir (1), dan Siak (2).

Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB mengatakan, Pemda Riau telah menetapkan status Siaga Darurat Karhutla sejak 7 Maret /2016 hingga tiga bulan ke depan. Enam kabupaten di Riau, katanya, telah menetapkan Status Siaga Darurat Karhutla yaitu Meranti, Bengkalis, Dumai Rokan Hilir, Siak dan Pelalawan.

“Penetapan status ini guna memudahkan koordinasi dan komando penanganan karhutla. Juga kemudahan akses menggunakan potensi seperti penggunaan anggaran, personil, sumber daya lain dan bantuan BNPB,” katanya.

Pembangunan sekat kanal sudah berjalan ratusan unit di daerah-daerah rawan bencana. Pengawasan juga ditingkatkan.

Kepala BNPB, Willem Rampangilei, menggulirkan kebijakan insentif bagi desa-desa yang berhasil menjaga wilayah tidak terbakar dengan pemberdayaan masyarakat. “BNPB pasti akan membantu BPBD dalam pengendalian karhutla seperti pengerahan helikopter dan pesawat water bombing, hujan buatan, bantuan pendanaan untuk operasional personil, aktivasi posko, dan lain-lain.”

Plt Gubernur Riau, Arsyadjuliandi Rahman di Jakarta, mengatakan, Pemerintah Riau siap melakukan berbagai upaya menangani karhutla dengan melibatkan TNI, Polri, Manggala Agni, masyarakat peduli api, BNPB, BMKG dan semua stakeholder. Kala titik api muncul, Pemda Riau, cepat menetapkan darurat karhutla agar penanganan maksimal.

Lahan gambut terbakar sepanjang Juli 2015 di dalam konsesi PT Arara Abadi (APP Grup) di Siak. Foto diambil pada 3 Agustus 2015. Made Ali
Lahan gambut terbakar sepanjang Juli 2015 di dalam konsesi PT Arara Abadi (APP Grup) di Siak. Foto diambil pada 3 Agustus 2015. Made Ali
Rombongan masyarakat Riau menggugat tiba di depan gedung PN Pekanbaru. Foto: Nurul Fitria
Rombongan masyarakat Riau menggugat tiba di depan gedung PN Pekanbaru. Foto: Nurul Fitria
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,