, ,

Bola Panas Reklamasi Jakarta Terus Bergulir di KPK

Bola panas kasus reklamasi Teluk Jakarta terus menggelinding tanpa bisa dicegah lagi. Terbaru, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil mantan Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (P3K) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Sudirman Saad. Dia diperiksa terkait kasus yang mendapat penolakan dari banyak pihak itu.

Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha menjelaskan, kapasitas Sudirman Saad berperan sebagai saksi untuk tersangka Direktur Utama PT Agung Podomoro Land (APL) Ariesman Widjaja (AWJ).

Selain Sudirman Saad, KPK juga memeriksa sejumlah saksi lain dari Pemprov DKI Jakarta, seperti Heru Budi Hartono, Kepala BAPPEDA DKI Jakarta Tuti Kusumastuti. Kemudian, ada juga Budi Nurwono dan Hardy Halim yang mewakili pihak swasta.

Bersamaan dengan pemanggilan sejumlah saksi, KPK juga secara resmi mengajukan surat pencegahan atas nama Sunny Tanuwidjaja yang tidak lain adalah Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama. Surat tersebut diajukan kepada Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM.

Priharsa Nugraha menjelaskan, surat pencegahan tersebut diajukan terhitung pada Rabu (06/04/2016) dan berlaku hingga enam bulan ke depan. Pencegahan dilakukan, karena KPK saat ini sedang mengusut dugaan suap kasus dua rancangan peraturan daerah (Raperda) yang berkaitan dengan reklamasi Teluk Jakarta.

Namun, pencegahan tersebut ternyata tak hanya untuk Sunny saja. Menurut Priharsa, pihaknya juga sudah mengajukan surat pencegahan untuk Direktur Agung Sedayu Group Richard Halim Kusuma.

“Baik Sunny maupun Richard, dicegah untuk bepergian ke luar negeri hingga enam bulan ke depan. Mereka sudah dicegah sejak kemarin (Rabu, 06/04/2016). Keduanya dicegah, karena untuk kepentingan penyidikan dan jika diperlukan bisa diminta keterangan kapan pun,” tutur dia di gedung KPK.

Dalam kasus reklamasi Teluk Jakarta, KPK sudah menetapkan tiga orang tersangka, termasuk Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohammad Sanusi, Presiden Direktur PT APL Ariesman Widjaja, dan Personal Assistant di PT APL, Trinanda Prihantoro.

Untuk diketahui, dalam kasus tersebut, Trinanda berperan sebagai perantara antara Sanusi dengan Wijaja. Sudah dua kali dia melakukan transaksi dengan Sanusi dan setiap transaksi disertai dengan penyerahan uang sebesar Rp1 miliar. Menurut Priharsa, uang tersebut diberikan untuk menyuap keperluan pembahasan dua Raperda.

Adapun, dua raperda tersebut, adalah Raperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kawasan Pantai Jakarta Utara.

Sidang Gugatan Warga Teluk Jakarta

Pada hari yang sama, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta di Pulogebang, Jakarta Timur, kembali menggelar sidang lanjutan kasus gugatan warga Teluk Jakarta terhadap Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terkait surat izin reklamasi Pulau G. Agenda sidang yaitu mendengarkan keterangan saksi ahli tergugat intervensi, yaitu PT Muara Wisesa Samudra (MWS).

Kuasa Hukum PT MWS Ibnu Akhyat, di depan majelis hakim menjelaskan bahwa pihaknya sudah melengkapi peraturan terkait reklamasi pulau. Termasuk, analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) lokasi yang akan direklamasi.

Seusai sidang, Ibnu Khayat memaparkan, sebelum SK dikeluarkan Gubernur DKI Jakarta, pihaknya terlebih dahulu memenuhi segala persyaratan yang ditetapkan. Makanya, dia mempertanyakan jika ada pihak yang menyebut proyek Pulau G tidak punya Amdal. Karena, kata dia, justru semua izin dan Amdal sudah ada.

Saat sidang berlangsung, nelayan yang tergabung dalam Forum Kerukunan Masyarakat (Forkeman) Muara Angke menggelar aksi demontrasi berupa penolakan reklamasi Teluk Jakarta. Aksi tersebut dilakukan di depan gedung PTUN DKI Jakarta.

KKP Minta Semua Tenang

Sementara itu, dalam kesempatan terpisah, Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Brahmantya Satyamurti Poerwadi menegaskan, kasus reklamasi yang terjadi saat ini sebaiknya disikapi bersama secara bijak. Dia yakin, dalam kerumitan masalah tersebut, pasti ada jalan keluar yang bisa menjadi solusi.

“Artinya, kalau ada yang mendahului, bisa dibicarakan, karena kita sama-sama Pemerintah. Koreksinya ya nanti akan sama-sama kita diskusikan,” ungkap Brahmantya menyebut nama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang mengeluarkan izin pembangunan reklamasi.

Meski bersikap tenang, Brahmantya menegaskan, dalam kasus reklamasi Teluk Jakarta, KKP memiliki peranan penting karena kewenangan untuk memberikan rekomendasi izin ada di tangan mereka. Kewenangan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden tentang Kawasan Strategis Nasional Tertentu (KSNT), salah satunya adalah DKI Jakarta.

“Apa yang dibutuhkan peraturan Undang-Undang, itu yang akan kita jalanin,” tegas dia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,