Bakar Lahan, Warga Riau Diamankan, Bagaimana Proses Hukum bagi Perusahaan?

Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum) Sumatera, mengamankan pembakar lahan di Kelurahan Air Hitam, Kecamatan Payung  Sekaki, Pekanbaru, Riau.

Pelaku berinisial TP, diamankan bersama barang bukti berupa cangkul, pisau dan parang, serta pematik api sebagai alat membakar lahan, menyebabkan titik panas (hotspot) meningkat.

Halasan Tulus, Kepala Balai Gakkum LHK Sumatera, kepada Mongabay Senin (4/7/16) di Medan, Sumut mengatakan, pengamanan terhadap pelaku ini karena TP sengaja membuka lahan dengan membakar. Luas lahan terbakar dua hektar, kemungkinan terus bertambah, hingga bisa menyebabkan hotspot di Riau, dan menyebabkan asap Pekanbaru, tebal.

Pelaku dianggap melanggar UU Nomor Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. “Masih kita periksa intensif. Masih status terperiksa, ” katanya.

Dia menyebutkan, pembukaan lahan dengan membakar sudah sejak Sabtu kemarin. KLHK bersama tim dari TNI dan Polda Riau memetakan, dan mendapatkan fakta luas kebakaran lahan ada di Kelurahan Air Hitam. pPlaku diamankan untuk minta keterangan.

Data mereka memperlihatkan, pembukaan lahan di Riau, juga terjadi di Rokan Hilir, Bengkalis, dan Pelalawan. Jika dilihat hotspot satelit, banyak titik panas di seputar kawasan ini, dengan luas rata-rata dua hingga empat hektar.

Selain Riau, Sumut dan Aceh juga terpantau hotspot di sejumlah titik. Di Sumut, patut diantisipasi di Labuhan Batu Utara (Labura), Karo, dan Tapanuli Selatan, luasan terbakar tiga hingga empat hektar. Di Aceh, masih pemantauan di Aceh Timur.

Warga protes asap dari karhutla yang menciptakan banyak masalah. Foto: Ayat S Karokaro
Warga protes asap dari karhutla yang menciptakan banyak masalah. Foto: Ayat S Karokaro

Penegakan hukum bagi korporasi lamban

Sementara, di Jambi, hampir 10 bulan sejak Polda menetapkan 30 lebih tersangka kasus karhutla pada Oktober 2015, berkas korporasi belum sepenuhnya rampung.

Saat jumpa pers, Kamis (30/6/16), Kapolda Jambi, Brigjen Pol.Yazid Fanani mengatakan,  tersangka karhutla empat korporasi telah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi. Empat tersangka lain masih pengumpulan berkas dan identifikasi data. Yazid tak mau menyebut nama empat korporasi dalam penyidikan itu. “Tersangka perorangan upaya penyidikan 27 tersangka, semua P21 (berkas lengkap-red),” katanya.

Penyidik Polda Jambi juga masih mengumpulkan berkas Suwaiyah binti Abdullah, karyawan anak perusahaan Sinarmas jadi tersangka karhutla di Desa Kasang Melintang, Sarolangun.

Kompol Wirmanto Kepala Seksi Penerangan Masyarakat Polda Jambi mengatakan, Polda masih membutuhkan keterangan saksi dan berusaha melengkapi berkas sesuai petunjuk jaksa. Usai Lebaran ini, katanya  berkas baru dilengkapi. “Ini mau Lebaran, jadi banyak repot, habis Lebaran kita fokus melengkapi pemberkasan,” katanya.

Berkas empat tersangka penanggungjawab korporasi, yakni Darmawan Eka Setia Pulungan, Estate Manager PT Agro Tumbuh Gemilang Abadi (ATGA); Munadi, Head of Operation PT Ricky Kurniawan Kertapersada (RKK); Iwan Worang, Direktur Utama PT Dyera Hutan Lestari (DHL) telah lengkap. Kini,  kasus ditangani Kejati Jambi. PT Tebo Alam Lestari ditangani Polres Tebo, kata Wirmanto, lebih dulu diproses.

Kepala Seksi Penerangan dan Hukum Kejati Jambi, Dedy Susanto menguatkan keterangan Wirmanto. Dia bilang,  berkas Darmawan, Iwan Worang, Munadi masuk tahap dua, kini memasuki sidang sesuai konsesi perusahaan. Sementara penyerahan tahap dua untuk Suwaiyah usai Lebaran.

Kasus karhutla 2015, Darmawan didakwa Kejati Tanjung Jabung Timur dengan pasal 99 ayat I, UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, terkait kebakaran di konsesi ATGA di Desa Kota Kandis, Dendang, Tanjung Jabung Timur. Munadi juga dijerat pasal sama.

Iwan Worang, karhutla di konsesi DHL di Sungai Aur, Kumpeh, dituntut Pasal 50 UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, juga UU Kehutanan.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga mencabut izin DHL. Sedang Suwaiyah dijerat Pasal 187 ayat I KUHP atau 188 KUHP.

Belum jelas posisi Suwaiyah di Sinarmas. Dedy hanya menyebut Suwaiyah punya peran dalam karhutla pada konsesi Sinarmas itu.

Malah Dedy bilang, kalau yang memerintahkan pembakaran tak bisa terjerat hukum.  “Kalau menyuruh melakukan, pelaku tak dapat dipidana, tapi kalau orang yang menganjurkan dapat dipidanakan,” katanya.

Mursi Nauli, Direktur Eksekutif Walhi Jambi menilai, Polda Jambi tak serius menangani kasus kebakaran melibatkan korporasi. “Polda Jambi tak serius mengungkap pelaku pembakaran. Mestinya awal tahun sudah sidang. Yang ditangani Polda itu perusahaan kecil semua, bukan perusahaan besar,” katanya.

Catatan Walhi Jambi, dari luas kebakaran 2015, 70% lahan gambut di Tanjung Jabung Timur, Tanjung Jabung Barat dan Muaro Jambi. Kasus kebakaran paling banyak di perusahaan perkebunan sawit, disusul HPH, lalu HTI. Anak usaha Sinarmas dan pemasok Wilmar di Jambi disebut-sebut penyumbang kebakaran terbesar Jambi pada 2015.

PT Wira Karya Sakti (WKS), anak perusahaan HTI Sinarmas diganjar paksaan pemerintah kuasai oleh KLHK. Begitu juga perkebunan sawit Kaswari Unggul (KU) di Tanjung Jabung Timur. KLHK juga membekukan izin HPH PT PBP.

Menurut Nauli, Jambi kehilangan sekitar Rp6 triliun dari karhutla 2015. Angka itu belum termasuk dua bulan perekonomian Jambi lumpuh dampak kabut asap.

Sebanyak 64 perusahaan beroperasi di Jambi dituding tersangkut karhutla. Penyidik Polda Jambi, katanya,  hanya mengusut 15 nama perusahaan diduga terlibat. Oktober 2015, Polda Jambi mengumumkan 31 tersangka karhutla, 27 perorangan dan empat korporasi.

Analisa Walhi Jambi, 70% perusahaan perkebunan dan HTI yang membuka lahan mineral dan gambut tak memiliki alat penanggulangan kebakaran standar pemerintah. Akibatnya, saat kebakaran di konsesi perusahaan tak bisa langsung memadamkan–terlepas kebakaran sengaja untuk menghemat biaya land clearing. “Pemerintah mestinya juga memonitoring setiap enam bulan sekali, ini kan tak jalan,” katanya.

Pemerintah sebagai pemberi izin, katanya,  harus mengevaluasi total. Mereka harus memeriksa kelengkapan alat penanggulangan kebakaran yang dimiliki perusahaan terlebih dahulu  sebelum memutuskan untuk mengeluarkan izin.

Dia menegaskan, pemerintah harus mencabut izin perusahaan terlibat karhutla dan tak lagi memberikan izin HTI, HPH maupun perkebunan. Pemerintah, harus menekan perusahaan untuk memulihkan wilayah konsesi terbakar. “Penanggungjawab perusahaan harus dipidanakan Perusahaan tersangkut kebakaran tak boleh lagi diberi izin.”

Rudiansyah, Kampanye Walhi Jambi, mengatakan,  saat ini mengumpulkan bahan untuk gugatan class action di Pengadilan Negeri Jambi. “Kalau class action kan menuntut pertanggungjawaban ganti rugi, tinggal satu lagi pembuktian luasan lahan yang belum selesai. Rencannya Juli kita daftarkan.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,