Program Kantong Plastik Berbayar di Ritel Moderen Dihentikan, Mengapa?

Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP) menyayangkan sikap Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) yang memutuskan menghentikan uji coba penerapan kantong plastik tidak gratis mulai 1 Oktober 2016. GIDKP menilai, seharusnya niat baik APRINDO untuk menyelamatkan lingkungan bukan bergantung pada paksaan peraturan pemerintah.

Rahyang Nusantara, Koordinator Harian GIDKP menyatakan ada bukti efektifitas uji coba dan  momentum yang meningkat di masyarakat tentang kesadaran perlunya pengurangan kantong plastik. “Dukungan APRINDO sangatlah penting menjaga momentum tersebut, sayang sekali bila mereka hengkang dari komitmennya,” ujarnya melalui pernyataan tertulis di awal Oktober.

Penerapan kantong plastik berbayar di ritel moderen sudah berjalan tujuh bulan, sejak 22 Februari 2016, bertepatan Hari Peduli Sampah Nasional. Uji coba ini cukup signifikan perkembangannya, dimulai 22 kota dan 1 provinsi lalu diperluas cakupannya menjadi nasional. Dari laporan yang diterima Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tercatat ada beberapa kabupaten/kota yang membuat peraturan terkait pembatasan kantong plastik. Termasuk Kota Banjarmasin yang melarang penggunaan kantong plastik di ritel moderen pada 1 Juni lalu.

(Baca: Mulai 21 Februari, Belanja Pakai Kantong Plastik Bayar Lo…)

Menurut laporan Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLH) Kota Bandung, terdapat pengurangan kantong plastik sebesar 42% sejak diberlakukan aturan tersebut. Hal serupa terjadi di Kota Balikpapan yang terjadi pengurangan sekitar 45 persen. DKI Jakarta pun sedang menyiapkan peraturan mengenai kantong belanja ramah lingkungan, salah satunya akan melarang penggunaan kantong plastik.

GIDKP berharap, APRINDO tetap menunjukkan dukungan pengurangan sampah plastik dengan mengingatkan konsumen untuk membawa tas belanja sendiri.

Tumpukan sampah plastik di pesisir pantai. Sampah ini membahayakan biota laut dan manusia bila membaur dalam rantai makanan. Foto: kkp.go.id
Tumpukan sampah plastik di pesisir pantai. Sampah ini membahayakan biota laut dan manusia bila membaur dalam rantai makanan. Foto: kkp.go.id

“Hingga saat ini, ritel moderen belum melaporkan data pengurangan kantong plastik seperti yang tercantum di Surat Edaran No.SE.8/PSLB3/PS/PLB.0/5/2016 tanggal 31 Mei 2016 tentang Pengurangan Sampah Plastik Melalui Penerapan Kantong Belanja Plastik Sekali Pakai Tidak Gratis dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK),” ujar Tiza Mafira, Direktur Eksekutif GIDKP.

Tiza juga mengingatkan komitmen asosiasi tersebut seperti yang tercantum pada Surat Edaran No. S.1230/PSLB3-PS/2016 tanggal 17 Februari 2016 tentang Harga dan Mekanisme Penerapan Kantong Plastik Berbayar dari KLHK yang belum dijalankan. Yaitu, memberikan insentif kepada konsumen, mengelola sampah, dan tanggung jawab sosial perusahaan.

(Baca: Setelah Tiga Bulan Ujicoba Kantong Plastik Berbayar, Bagaimana Selanjutnya?)

Wakil Ketua Umum APRINDO Tutum Haranta membenarkan penghentian uji coba kantong plastik berbayar tersebut. “Kami mendukung pengurangan kantong plastik tapi belum ada payung hukumnya. Kami kesulitan di lapangan,” ujarnya saat dihubungi Mongabay.

Menurut Tutum, anggotanya mengalami kesulitan penerapan di daerah masing-masing. Ada pula lembaga swadaya masyarakat yang menanyakan insentif uang penjualan kantong plastik hingga anggota yang dipanggil kepolisian untuk menjawab pertanyaan penggunaan uang penjualan plastik tersebut. “Ini salah kaprah, kami lelah kalau harus menghadapi itu semua. Lebih baik tidak dilaksanakan. Kami dirugikan, imbasnya juga ke konsumen.”

Karena itu, APRINDO mendorong pemerintah segera mengeluarkan payung hukum. “Isinya simpel saja, beritahukan kepada pelaku usaha, tidak boleh cuma-cuma dalam hal penggunaan kantong plastik. Soal harga dan lainnya, serahkan pada mekanisme perdagangan. Upaya penggunaan kantong plastik ini diharapkan tidak dicampuradukkan dengan masalah sampah dan harga.”

Ketika disinggung upaya asosiasi untuk memberikan penyadaran kepada masyarakat dan konsumen, Tutum mengatakan hal itu memang penting dilakukan. “Tapi bukan hanya APRINDO, ada banyak pihak.”

Sampah plastik dan mikroplastik di lautan membahayakan kehidupan penyu karena dianggap sebagai makanannya. Foto: Ecowatch
Sampah plastik dan mikroplastik di lautan membahayakan kehidupan penyu karena dianggap sebagai makanannya. Foto: Ecowatch

Komitmen

GIDKP menekankan pentingnya komitmen penuh yang tidak hanya dari pelaku usaha, namun juga dari pemerintah pusat dan daerah. Saat ini, rancangan Peraturan Menteri dalam proses penyusunan, harus disosialisasikan dan dikeluarkan. “Isi dari Rancangan Peraturan Menteri sudah komprehensif dan sebenarnya banyak menjawab pertanyaan masyarakat,” lanjut Tiza Mafira.

Isi rancangan pengurangan kantong plastik tersebut disampaikan pertama kali pada Rapat Pengurangan Sampah Plastik di Banjarmasin, 7 September lalu. Dalam rancangan diatur kewajiban pelaku usaha mendorong konsumen menggunakan tas belanja pakai ulang. Selain itu mewajibkan pelaku usaha membebankan biaya untuk setiap lembar kantong plastik yang masih diminta oleh konsumen, dan menyediakan insentif bagi konsumen yang membawa tas belanja pakai ulang, serta mekanismenya.

Nadia Mulya, Duta GIDKP menyatakan hal serupa. Dia memahami APRINDO mementingkan kelangsungan para anggotanya dan membutuhkan ketegasan pemerintah. Masyarakat tidak paham, kebijakan ini bukanlah membebankan mereka, justru memberi mereka pilihan. “Ingin membayar biaya kantong plastik yang selama ini dibebankan pada harga jual atau diberikan pilihan: membawa tas belanja sendiri dan hanya membayar barang yang dibeli.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,