Perikanan Indonesia Adopsi Teknologi Budidaya Canggih dari Norwegia, Seperti Apa?  

Terobosan baru dibuat Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam mengembangkan sektor perikanan budidaya. Terobosan tersebut, adalah dengan mengembangkan teknologi mutakhir untuk program keramba jaring apung (KJA) lepas pantai atau offshore.

Program terbaru tersebut, menurut Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Slamet Soebjakto, menjadi program unggulan yang dilaksanakan mulai 2017. Teknologi untuk program tersebut, diadopsi langsung dari program serupa yang dilakukan Norwegia.

“Bedanya, kalau di Norwegia itu produksinya adalah salmon. Kalau di Indonesia,  produksinya itu untuk komoditas kakap putih. Kami akan membudidayakan komoditas tersebut dengan KJA offshore,” ujar dia, Selasa (1/11/2016).

Menurut Slamet, pemilihan kakap putih juga dilakukan karena komoditas tersebut menjadi andalan dan merupakan jenis ikan laut yang tidak harus dijual dalam kondisi hidup. Dengan kata lain, kata dia, kakap putih bisa dijual dalam bentuk olahan seperti fillet segar.

“Kita budidayakan kakap putih di offshore, juga karena pada pertimbangan bahwa komoditas tersebut bernilai tinggi dengan pasar jelas seperti Tiongkok dan Hong Kong. Kemudian, pasar kakap putih juga bisa dipasarkan hingga ke Eropa, Timur Tengah, dan juga Australia,” jelas dia.

Selain pasar luar negeri, Slamet menyebut, komoditas kakap putih juga diminati oleh pasar dalam negeri. Saat ini, pasar dalam negeri masih didominasi oleh Sumatera Utara, Kepulauau Riau, Lombok (Nusa Tenggara Barat), Bali, dan Jakarta.

“Di dalam satu unit KJA offshore yang mengapung di lepas pantai, dia menjelaskan, terdapat enam lubang dengan diameter 50 sentimeter,” tutur dia.

Dengan jumlah lubang tersebut, Slamet mengatakan, produksi kakap putih bisa didorong dengan hasil panen 568 ton per siklus. Untuk setiap panen, rerata kakap putih ukurannya mencapai 600 gram.

“Program KJA offshore tersebut berpotensi menghasilkan nilai Rp39,7 miliar untuk sekali panen,” jelas dia.

Untuk saat ini, Slamet mengungkapkan, program KJA offshore dilaksanakan di perairan Sabang (Aceh), Karimun Jawa (Jawa Tengah), dan perairan pantai Selatan antara Cilacap (Jawa Tengah) dan Pangandaran (Jawa Barat).

“Dengan kegiatan offshore maka andalan kita di budi daya laut bisa meningkat seperti kerapu dan kakap saya yakin naik pada 2017,” ujarnya.

Pabrik Pakan Ikan

Berkaitan dengan pengembangan produksi perikanan budidaya, KKP juga fokus membangun pabrik pakan ikan untuk memasok kebutuhan pakan nasional. Saat ini, pabrik pakan ikan dibangun di Belawan, Medan, Sumatera Utara.

Slamet menjelaskan, pabrik yang dibangun tersebut akan memiliki kapasitas produksi 3.000 kilogram per jam dengan maksimal produksi 1.000 jam per bulan. Dengan demikian, dalam sebulan, produksi pakan ikan di pabrik Belawan bisa mencapai 3.000 ton.

Di keramba yang tak terlalu besar ini, nelayan Suku Bajo di Wakatobi, Sulawesi Tenggara, ikan-ikan hasil tangkapan yang masih kecil dibiakkan sampai besar, mencapai ukuran standar yang bisa dijual. Foto : Wahyu Chandra
Di keramba yang tak terlalu besar ini, nelayan Suku Bajo di Wakatobi, Sulawesi Tenggara, ikan-ikan hasil tangkapan yang masih kecil dibiakkan sampai besar, mencapai ukuran standar yang bisa dijual. Foto : Wahyu Chandra

“Itu artinya, dalam setahun bisa mencapai 33.000 ton. Itu jumlah yang banyak dan bisa memasok kebutuhan pakan ikan nasional,” ujar dia.

Mengenai pemilihan lokasi di Belawan, Slamet mengungkapkan,  itu dilakukan karena di Belawan pasokan untuk bahan baku tepung ikan sudah tersedia dengan cukup. Selain itu, di sekitar Belawan juga lumrah didapat limbah kelapa sawit yang dicampur dengan bahan-bahan lokal lain.

“Belawan juga dipilih, karena disiapkan untuk memasok kebutuhan pakan ikan untuk program KJA offshore di Sabang,” katanya.

Adapun, untuk aggaranpembangunan pabrik pakan di Belawan, Slamet mengatakan, KKP mengalokasikan dana sebesar Rp27 miliar dan akan dikucurkan untuk pembangunan pada 2017 mendatang.

“Untuk operasionalnya, kami akan menggandeng Perindo (Perum Perikanan Indonesia). Nanti akan dibahas dulu teknisnya seperti apa. Kita gandeng Perindo, karena saat ini belum ada BUMN yang fokus pada produksi benih dan pakan,” tutur dia.

Untuk 2017, Slamet mengaku akan fokus kepada kegiatan besar yang bisa mendongkrak kegiatan produksi dan membantu masyarakat. Selain itu, pihaknya juga tetap memberikan banttuan kepada para pembudidaya kelompok atau pun perseorangan.

Sejumlah bantuan dalam bidang perikanan budi daya pada 2017 antara lain adalah 450 paket rumput laut, 1.000 hektare asuransi budi daya, 50 alat laboratorium dan sampel residu, 48 unit ekskavator, 26 paket bioflok, 1.000 paket bantuan sarana dan prasaranan budi daya, 300 hektare revitalisasi tambak, dan 20 lokasi restocking.

Revitalisasi Tambak

Di luar pengembangan pabrik pakan ikan, KKP juga berusaha keras untuk menghidupkan kembali tambak yang kondisinya mati suri. Menurut Slamet Soebjakto, revitasliasi tambak akan mencakup lahan 300 hektar dan tersebar di empat lokasi.

Tujuan revitalisasi, kata dia, adalah untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri pengolahan dan mengembalikan kejayaan industri udang Indonesia. Adapun, lokasi revitalisasi tambak ada di Pangandaran (Jawa Barat), Lampung, Mamuju Utara (Sulawesi Barat), dan Kalimantan Utara.

Pembudidayaan ikan melalui Keramba Jaring Apung (KJA) di Danau Singkarak, Nagari Saniang Baka, Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Foto: Riko Coubut
Pembudidayaan ikan melalui Keramba Jaring Apung (KJA) di Danau Singkarak, Nagari Saniang Baka, Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Foto: Riko Coubut

Tahapan untuk melaksanakan revitalisasi, dijelaskan Slamet, mencakup pendalaman dan perbaikan pematang tambak, kincir angin, dan pompa air. Tahapan tersebut, diharapkan bisa memperbaiki kondisi tambak dan menghidupkannya kembali menjadi tambak yang produkti.

Dengan dilakukan revitalisasi, Slamet menyebutkan, produksi tambak diharapkan bisa kembali pulih dan mencapai produksi 900 metrik ton (MT) dengan nilai produksi mencapai Rp14,4 miliar per MT. Selain itu, dengan revitalisasi, diharapkan produksi ikan budidaya bisa mencapai 1.800 ton per tahun dengan nilai produksi Rp28,8 miliar per tahun.

“Ada manfaat dari revitalisasi ini, di antaranya adalah akan ada serapan tenaga kerja hingga 600 orang dan pendapatan kelompok pembudidaya hingga Rp48 miliar per MT,” tambah dia.

Namun demikian, walau ada program revitalisasi tambak, Slamet tidak membantah bahwa hingga saat ini masih ada permasalahan dalam pengembangan komoditas udang. Masalah itu berpotensi akan berdampak langsung pada ekspor udang dan juga komoditas lain dalam sektor perikanan budidaya.

“Masalah yang sering terjadi, adalah penyakit pada udang,” ungkap dia.

Masalah seperti itu, kata Slamet, akan terus ditangani dengan melakukan koordinasi dan pembekalan kepada semua stakeholder dan juga penyuluh di lapangan. Tak lupa, dilakukan juga koordinasi dengna kelompok seperti Shrimp Club Indonesia (SMI).

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,