Keluarkan Instruksi, Gubernur Aceh Perpanjang Moratorium Tambang

Setelah berhasil menertibkan pertambangan bermasalah di Provinsi Aceh melalui Instruksi Gubernur Nomor 11/INSTR/2014 tentang Moratorium Izin Usaha Pertambangan Mineral Logam dan Batubara, dan mencabut puluhan izin usaha pertambangan (IUP), Pemerintah Aceh pun melanjutkan moratorium pertambangan hingga 30 Oktober 2017.

Gubernur Aceh dalam Instruksi Gubernur Aceh Nomor 09 Tahun 2016 yang ditandatangani 25 Oktober 2016 menyebutkan, moratorium dikeluarkan untuk menyempurnakan tata kelola usaha pertambangan secara strategis, terpadu, dan terkoordinir.

“Keluarnya Instruksi Nomor 09 tahun 2016 ini, maka instruksi sebelumnya dicabut, terang Gubernur Aceh Zaini Abdullah, pada 30 Oktober 2016.

Baca: Gubernur Aceh: Moratorium Perizinan Tambang Tetap Dilanjutkan

Dalam instruksi itu, Gubernur memerintahkan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi, Bappeda, Badan Pelayanan Perizinan Terpadu, Bapedal, Dinas Kehutanan, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Badan Investasi dan Promosi, serta Bupati dan Walikota seluruh Aceh untuk mengambil langkah-langkah sesuai tugas. Serta fungsi dan kewenangan masing-masing untuk mendukung moratorium pemberian IUP Mineral Logam dan Batubara.

“Dinas Pertambangan dan Energi harus melakukan perencanaan ruang wilayah IUP sesuai RTRW Aceh. Juga, melakukan pengelolaan pertambangan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dan melakukan evaluasi serta verifikasi Clear and Clean terhadap kegiatan usaha pertambangan yang sudah memiliki IUP,” sebut Zaini Abdullah.

Gubernur pun meminta Badan Pelayanan Perizinan Terpada untuk tidak memproses permohonan izin prinsip atau persetujuan gubernur untuk IUP eksplorasi mineral logam dan batubara, kecuali peningkatan IUP operasi produksi. Namun, hal tersebut diberikan setelah semua persyaratan terpenuhi sesuai perundang-undangan.

“Dinas Perindustrian dan Perdagangan harus menghentikan distribusi merkuri atau air raksa dan sianida yang digunakan dalam kegaitan pertambangan. Serta, berkoordinasi dengan kepolisian untuk menghentikan peredaran bahan berbahaya tersebut.”

Kepada Bupati dan Walikota, Gubernur meminta semua aktivitas pertambangan diawasi, dievaluasi, dan dicabut IUP yang tidak aktif. Serta, mempersiapkan wilayah pertambangan rakyat, namun harus berada di luar hutan lindung.

“Bupati dan Walikota harus menghentikan dan memberikan sanksi kepada semua pertambangan di hutan lindung, baik yang telah mengantongi IUP maupun kontrak karya,” tutur Zaini.

Sejumlah aktivis lingkungan mendesak agar Gubernur Aceh melanjutkan moratorium tambang kembali. Foto: Junaidi Hanafiah
Sejumlah aktivis lingkungan yang mendesak Gubernur Aceh agar melanjutkan moratorium tambang kembali, September lalu. Foto: Junaidi Hanafiah

Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh yang memantau pertambangan mengatakan, moratorium IUP yang telah diberlakukan Pemerintah Aceh sejak Oktober 2014 hingga Oktober 2017 merupakan kemajuan yang sangat berarti demi penyelamatan hutan dan lingkungan Aceh.

“Ini harus jadi contoh nyata bagi pemerintah pusat dan provinsi lain, untuk melakukan moratorium sebagaimana yang dilakukan Pemerintah Aceh. Sejak pemberlakuannya, sudah 92 IUP dicabut,” ujar Koordinator Gerakan Anti Koruspsi (GeRAK) Aceh, Askhalani.

Askhalani menuturkan, pertambangan telah merusak hutan Aceh yanag tidak hanya di hutan lindung tetapi juga hutan konservasi. Pemerintah Aceh saat ini harus melakukan proteksi terhadap hutan seluas 648.000 hektare dari IUP yang dicabut. Solusinya adalah dengan melanjutkan moratorium.

“Patut diketahui, hasil Korsup Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2014-2015 menunjukkan ada tunggakan piutang kepada negara dari penerimaan bukan pajak (sektor tambang mineral dan batubara) oleh perusahaan yang telah mengantongi IUP di Aceh sebesar Rp24,7 miliar,” paparnya.

intruksi-gubernur-aceh

Instruksi Gubernur Aceh_Moratorium Tambang 2016. Silakan unduh

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,