Di Gunung Sawal, Ratu Mendapatkan Kehidupan Sejatinya

Ratu akhirnya kembali ke rumah asalnya, hutan. Tepatnya di Suaka Margasatwa Gunung Sawal, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Wilayah perlindungan yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 420/kpts/UM/1979 tanggal 4 Juli 1979. Luasnya 5.400 hektare.

Ratu merupakan kukang jawa yang telah direhabilitasi di Pusat Rehabilitasi Primata IAR Indonesia, Bogor. Bersama Ninja, ia merupakan kukang serahan masyarakat 2015 lalu. Setelah dinyatakan sehat, Ratu “diperbolehkan” menghirup udara kebebasannya di alam liar itu.

Yang lebih menggembirakan, Ratu tidak bakal sendirian. Ada tiga kukang lain yang disaat bersamaan, 25 Oktober 2016, ikut menemaninya. Mereka adalah Ninja, Srandil, dan Priangan. Khusus Srandil dan Priangan, keduanya merupakan korban perdagangan satwa yang berhasil diselamatkan pada 2013.

Sebelum dilepasliarkan, kukang akan diperiksa kesehatannya. Foto: IAR Indonesia
Sebelum dilepasliarkan, kukang bernama Ratu ini diperiksa kesehatannya. Foto: IAR Indonesia

Mengapa Gunung Sawal yang dipilih? Survey Release Monitoring Supervisor IAR Indonesia, Robithotul Huda, menjelaskan Suaka Margasatwa Gunung Sawal merupakan kawasan ideal untuk pelepasliaran kukang jawa. Alasannya, area ini memiliki potensi pakan melimpah dan ketersediaan ruang yang memadai. “Hasil kajian yang dilakukan tim IAR menunjukkan keanekaragaman dan ketersediaan pohon pakan kukang di wilayah itu cukup tinggi sehingga aman untuk pelepasliaran.”

Sejak 2014, sudah 19 individu kukang jawa hasil rehabilitasi IAR dilepasliarkan di sini. Beberapa individu, berdasarkan pantauan tim lapangan bahkan telah berkembang biak. Melahirkan keturunan. “Proses pelepasliaran memang tidak berhenti pada translokasi ke habitat saja. Tetapi, dilanjutkan dengan pemantauan radio-tracking, yaitu kukang dipasang radio-collar pada bagian lehernya. Sehingga, gerak-gerik kukang terpantau,” papar Huda.

Sebelum dilepasliarkan, dipastikan serangkaian proses telah dilewati empat primata tersebut. Ada pemeriksaan medis, karantina, hingga rehabilitasi utama yaitu mengembalikan lagi sifat liarnya agar nantinya tangguh ketika hidup di alam. Setiap hari, perilaku kukang-kukang itu juga dipantau untuk memastikan bila mereka memang sudah waktunya kembali pulang. “Syarat utama pelepasliaran adalah sehat secara fisik maupun mental,” tutur Dokter Hewan IAR Indonesia, Nur Purbo Priambada.

Pemulihan fisik dan mental kukang memang tidak sama, tergantung kondisi awal kedatangannya. Srandil dan Priangan, misalnya yang menderita hebat akibat giginya dipotong oleh pedagang satwa, harus mendapat perhatian ekstra. Karena, gigi keduanya harus ditambal.

Kenapa gigi kukang dipotong? Purbo menuturkan, dikarenakan kukang memiliki racun maka pedagang acapkali memotong giginya agar tidak menggigit. “Hampir 80 persen kukang yang ada di IAR tidak bisa kembali ke hutan karena gigi yang sudah dipotong belum tentu bisa ditambal kembali.”

Kukang ini dicabut giginya oleh pedagang satwa. Akibatnya kukang menderita karena akan sulit untuk makan buah. Foto: IAR Indonesia
Kukang ini dicabut giginya oleh pedagang satwa. Akibatnya, ia menderita karena akan sulit memakan buah. Foto: IAR Indonesia

Jangan diburu

Wirdateti, Peneliti Primata LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) menuturkan, kukang sangat penting bagi alam. Sebagai pemakan buah, serangga, dan hewan kecil, secara tidak langsung kukang membatu dalam hal memperbanyak tumbuhan di alam alias pemencar biji. Fungsi penting lainnya adalah pembasmi hama serangga di lahan pertanian atau perkebunan yang semua itu merupakan kesatuan dalam rantai ekosistem.

“Perburuan kukang untuk diperdagangkan secara ilegal, dijadikan satwa peliharaan terlebih untuk obat tradisional wilayah Indochina adalah perbuatan yang tidak dibenarkan,” ujarnya baru-baru ini.

Wirdateti menyatakan, di antara tiga spesies kukang, kukang jawa memang yang paling terancam karena tingginya perburuan untuk diperdagangkan, selain habitat hidupnya yang kian menyempit. Persebaran kukang jawa saat ini, terbatas di Jawa Barat dan Banten. “Tetapi sangat dimungkinkan juga ada di Jawa Tengah dan Jawa Timur, yang tentunya harus dilakukan survei.”

Secara umum populasi kukang mengalami penurunan diakibatkan rusaknya habitat, alih fungsi lahan, perburuan, dan juga bencana alam. Hingga saat ini, belum ada data populasi kukang menyeluruh, ataupun masing-masing spesies. “Penelitian kukang masih minim, baik dikarenakan sedikitnya peneliti maupun terbatasnya anggaran riset,” paparnya.

Perjalanan menuju lokasi pelepasan kukang di Gunung Sawal. Foto: IAR Indonesia
Perjalanan menuju lokasi pelepasan kukang di Gunung Sawal. Foto: IAR Indonesia

Terkait perdagangan kukang, Direktur Program IAR Indonesia, Karmele Llano Sanchez mengatakan berdasarkan data IAR Indonesia, setiap tahunnya sekitar 200 – 250 individu kukang diperjualbelikan di empat kota besar Indonesia. Khusus perdagangan online, di 2015 ini ada 400 individu kukang peliharaan yang ditawarkan. Dari penelusuran itu, sebanyak 30 persen kukang mati saat pengiriman.

“Saat pengiriman, kukang akan stres. Bahkan dengan tega, gigi taring kukang dipotong yang pastinya menyebabkan infeksi dan berujung kematian. Penyelamatan kukang di Indonesia harus dilakukan,” ujarnya.

Rumah sejati kukang adalah hutan, jangan diburu karena ia penting bagi ekosistem alam. Foto: IAR Indonesia
Rumah sejati kukang adalah hutan, jangan diburu karena ia penting bagi ekosistem alam. Foto: IAR Indonesia

­­­

Kukang (Nycticebus sp) atau biasa disebut malu-malu merupakan primata yang dilindungi Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Kukang juga masuk Apendiks I CITES (Convention International on Trade of Endangered Species) yang artinya dilarang dalam segala bentuk perdagangan internasional.

Di Indonesia, berdasarkan ekologi dan persebarannya, terdapat tiga spesies kukang yaitu kukang jawa (Nycticebus javanicus), kukang sumatera (Nycticebus coucang), dan kukang kalimantan (Nycticebus menagensis).

Berdasarkan data IUCN (International Union for Conservation of Nature), kukang jawa berstatus Kritis (Critically Endangered/CR) dan masuk 20 jenis primata di dunia yang paling terancam punah (2014 – 2016). Sementara kukang sumatera dan kukang kalimantan statusnya Rentan (Vulnerable/VU).

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,