Fokus Liputan: Tambang Emas Tumpang Pitu dari Masa ke Masa (Bagian 3)

Tumpang Pitu, di Banyuwangi, Jawa Timur,  kini menjadi sorotan. Di gunung itu bercokol perusahaan tambang emas, milik PT Merdeka Copper Gold Tbk (Merdeka).

Warga banyak menolak karena khawatir lingkungan rusak, seperti sungai (sumber air) tercemar. Belum lagi, ancaman pada lahan tani kekurangan air bersih sampai potensi bencana.

Bicara sejarah pertambangan emas di Tumpang Pitu, berkaitan dengan rencana tambang di Kabupaten Jember.  Berawal dari kehadiran PT. Hakman Metalindo,  di Meru Betiri 1995-1996.

Kala itu, Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) mengeluarkan izin kuasa pertambangan (KP) untuk Hakman Group eksplorasi pertambangan di Kabupaten Jember dan Banyuwangi dengan luasan 62.586 hektar. Sebagian masuk ke Taman Nasional Meru Betiri.

Eksplorasi ini, oleh perusahaan dari Australia bernama Golden Valley Mines N.L. Hakman Metalindo terdiri dari tiga anak perusahaan. Pertama, PT. Hakman Emas Metalindo (HEM) luas KP 5.386 hektar. Kedua, Hakman Platina Metalindo (HPLM) dengan 25.930 hektar dan Hakman Perak Metalindo (HPLM), 25.120 hektar.

Dalam proses eksplorasi tahun 1995, ketiga perusahaan tersebut mengakibatkan kawasan hutan jati menjadi kering serta pembuangan limbah tambangnya (tailing) merusak ekosistem laut.

Kehadiran Hakman Group membuat Jember dan Banyuwangi memanas dengan isu pertambangan emas. Medio 1998, isu sempat senyap karena ada tragedi ‘pembersihan’ dukun santet di Tapal Kuda. Peristiwa yang menelan korban lebih 200 orang ini berawal Februari 1998 di Banyuwangi, menyebar hingga Jember, Situbondo dan Bondowoso.

Sebagian besar korban guru ngaji, dukun, dan orang-orang yang dianggap pintar. Peristiwa yang dikenal dengan pembantaian Banyuwangi 1998 ini merupakan pembantaian orang-orang yang diduga melakukan praktik ilmu hitam (santet atau tenung).

Saat marak pembantaian ini, pada 21 Mei 1998, Presiden Soeharto mengundurkan diri sebagai Presiden Indonesia. Di tengah hiruk pikuk gelombang reformasi, santet memuncak pada Agustus-September 1998 di Banyuwangi.

Rosdi Bahtiar Martadi dari Banyuwangi Forum For Environmental Learning (BAFFEL) mengenang. Tahun 1998, katanya, banyak isu senyap karena heboh santet, termasuk pertambangan emas.

Isu santet, katanya, menyita banyak perhatian publik bercampur dengan euforia reformasi. Mendekati akhir tahun 1999, isu pertambangan emas kembali menguat karena banyak menemukan emas sebesar kaleng biskuit.

“Waktu itu, saya nginep di rumah mandor karet di Sukamade. Dia bercerita banyak orang menemukan emas sebesar kaleng Khong Guan. Setelah saya lihat dan cek, ternyata itu bukan emas melainkan pirit. Isu penemuan ini membuat pembicaraan tentang pertambangan emas kembali menguat pada akhir 1999 setelah peristiwa santet dan reformasi,” ucap Rosdi.

Setelah mendapat kepastian tentang kandungan mineral yang ada, sekitar pertengahan tahun 2000, Hakman Group mengajukan kontrak karya pertambangan kepada Pemerintah Jember dan Banyuwangi. Tak lama, Jember Metal dan Banyuwangi Mineral mengajukan izin prinsip KK untuk membuka pertambangan tembaga dan mineral ikutan di daerah sama.

Keduanya, milik Jansen FP Adoe dan Yusuf Merukh. Yusuf Merukh merupakan konglomerat pemilik 20% saham Newmont Minahasa Raya (NMR) dan Newmont Nusa Tenggara. Keduanya perusahaan yang menuai protes karena menimbulkan masalah lingkungan dan sosial karena menerapkan sistem pembuangan tailing ke laut.

Pada 11 Juli 2000 berdasarkan surat No. 01.13/JM/VII/2000, Direktur Jember Metal mengajukan permohonan izin prinsip KK pertambangan tembaga dan ikutan, Generasi Otoda seluas 197.500 hektar kepada Bupati Jember.

Pengusaha yang sama melakukan permohonan serupa lewat Banyuwangi Mineral dengan surat No.01.17/BM/VII/2000 pada 17 Juli 2000 seluas 15.000 hektar di Banyuwangi. Luas keseluruhan lahan yang dijadikan proyek eksploitasi tambang oleh Hakman Group meliputi 409.136 hektar. Wilayah yang akan ditambang meliputi Taman Nasional Meru Betiri, Cagar Alam Watangan Puger, Cagar Alam Curah Manis Sempolan, Hutan Lindung Baban Silosanen, lahan-lahan pertanian produktif serta pemukiman masyarakat.

Nawiyanto, Dosen Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember dalam penelitian tentang Konservasi Alam dan Satwa Liar di Besuki 1870-1970 ini,  memiliki tiga kawasan taman nasional, yakni Taman Nasional Meru Betiri, Taman Nasional Alas Purwo dan Baluran. Ketiganya kelanjutan dari proyek konservasi yang dibangun masa kolonial Belanda guna menyelamatkan lingkungan alam dan keragaman hayati.

Kawasan ini juga memiliki tiga Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) yakni KPH Banyuwangi Selatan, KPH Banyuwangi Barat dan Banyuwangi Utara. Keberadaannya berhubungan dengan mata air dan sungai-sungai, berujung pada keberlangsungan hidup pertanian karena bisa mempengaruhi ketahanan pangan lokal.

Hal inilah yang menjadi dasar ekologis bagi Banyuwangi sebagai lumbung padi dan mempunyai andil besar dalam menopang ketahanan pangan nasional. Peran ini telah berlangsung sejak masa kerajaan tradisional Blambangan maupun masa kolonial.

Kabar pertambangan emas di awal kemunculan hingga kini dinilai mengancam keberlanjutan Taman Nasional Meru Betiri. Karena lokasi mendekati batas-batas wilayah taman nasional.

Pada 2006, terjadi tarik ulur antara Hakman dan Bupati Banyuwangi. Hakman mengirimkan surat keberatan atas penghentian izin eksplorasi kepada Bupati Banyuwangi.

Ratna Ani Lestari, Bupati Banyuwangi membalas dengan surat nomor 545/513/429.002/2006 tertangggal 20 Maret 2006 berisi pemberitahuan, izin eksplorasi tembaga di Hutan Lindung Gunung Tumpang Pitu telah berakhir.

Sehari sebelum izin eksplorasi tembaga Hakman berakhir, 17 Januari 2006, PT Indo Multi Cipta (IMC)– nama lain PT. Indo Multi Niaga (IMN) membuat surat permohonan izin peninjauan bahan galian kepada Bupati Banyuwangi.

Dirut IMC, Maya Miranda Ambarsari memperoleh izin lewat surat keterangan izin peninjauan (SKIP)  tahun 2006. Atas nama Bupati Banyuwangi, SKIP ditandatangani Sekretaris Daerah Banyuwangi, Sudjiharto.

Pada hari surat izin eksplorasi tembaga Hakman, berakhir pada 20 Maret 2006, IMC menulis surat permohonan izin penyelidikan umum di lokasi, Kecamatan Pesanggaran kepada Bupati Banyuwangi.

Berselang tiga hari, 23 Maret 2006, Ratna Ani Lestari menerbitkan surat keputusan Bupati soal pemberian kuasa pertambangan penyelidikan umum kepada IMC, paling lama satu tahun.

Pada 7  November 2006, IMN, melalui surat nomor 025/DM-IMN/XI/2006, mengajukan permohonan peningkatan kuasa pertambangan ke tahap eksplorasi. Surat ditanggapi Bupati Ratna dengan mengeluarkan surat berisi memberikan KP eksplorasi pada 16 Februari 2007 seluas 11.621,45 hektar. Ia mencakup Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi, Jatim, hingga 2015.

Selain Tumpang Pitu,  seluas 1.700 hektar, konsesi IMN juga mencakup Katak, Candrian, Gunung Manis, Salakan, Gumuk Genderuwo, dan Rajeg Besi.

tumpang-pitu1-untitled-1

Kondisi lahan di wilayah pertambangan sedang dalam konstruksi. Foto: BaFFEL
Kondisi lahan di wilayah pertambangan sedang dalam konstruksi. Foto: BaFFEL

Pada 5 Maret 2007, IMN mengajukan rekomendasi izin penggunaan kawasan hutan di KPH Banyuwangi Selatan kepada Gubernur Jawa Timur. Pada tanggal sama, IMN juga mengajukan permohonan kegiatan eksplorasi tambang emas di kawasan hutan seluas sekitar 8.79,60 hektar, kepada Menteri Kehutanan.

Rekomendasi IPKH untuk eksplorasi bijih emas dan mineral pengikut untuk IMN dikeluarkan Gubernur Jatim, Imam Utomo 6 Juli 2007. Surat dikirim ke Menteri Kehutanan.

Pada 27 Juli 2007, Departemen Kehutanan mengeluarkan surat berisi persetujuan izin kegiatan eksplorasi tambang emas dan mineral pengikutnya di kawasan hutan produksi tetap dan hutan lindung seluas 1.987,80 hektar untuk IMN, di Kabupaten Banyuwangi, ditandatangani Yetti Rusli.

Pada jeda Juli-Oktober 2007, IMN melakukan sosialisasi Analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) di Pemkab Banyuwangi didominasi kehadiran birokrasi.

Audiensi dan paparan awal terkait rencana penambangan emas di Tumpang Pitu oleh IMN beserta Komisi C dan D DPRD Banyuwangi pada 8 Oktober 2007.

Sehari setelah itu, 9 Oktober 2007, DPRD Banyuwangi mengeluarkan surat rekomendasi soal peningkatan status eksplorasi menjadi eksploitasi tambang emas di Tumpang Pitu ditandatangani Achmad Wahyudi. Surat ini dikirimkan kepada Menhut, Gubernur Jatim dan Bupati Banyuwangi.

Menurut Rosdi, proses surat keluar dinilai cacat hukum karena tak melalui mekanisme rapat paripurna di DPRD Kabupaten Banyuwangi.

Gubernur Jatim, Imam Utomo, juga mengeluarkan rekomendasi izin eksplorasi IMN di Tumpang Pitu dengan menandatangani surat bernomor 522/7150/021/2007.

Keputusan Imam Utomo, katanya, dianggap menyalahi rencana tata ruang wilayah (RTRW) Jatim 2002. Dalam RTRW ini menyatakan, Gunung Tumpang Pitu merupakan kawasan lindung mutlak dengan kategori hutan lindung bagi masyarakat Pesanggaran.

Pada 5 Februari 2008, di Sekretarit PMII Cabang Banyuwangi, sekelompok organisasi mahasiswa dan masyarakat di Banyuwangi membentuk Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Peduli Lingkungan (AMMPeL). Mereka terdiri dari GMNI, HMI, PMII, BEM Untag Banyuwangi, BEM Uniba, BEM STIB, BEM STAIDA, BEM Ibrahimy, Kappala Indonesia dan Derajad.

Dua hari setelah dibentuk, mereka aksi di Kantor Bupati Banyuwangi dengan tuntutan mendesak dialog terkait permasalahan pertambangan di Tumpang Pitu dengan Bupati Ratna Ani Lestari.

Koalisi tolak tambang ini mendesak DPRD mencabut surat izin eksploitasi  tambang emas yang dinilai cacat hukum karena tak melalui prosedur.

Pengesahan dokumen Amdal IMN oleh Tim Amdal Jatim pada 26 Mei 2008, mendapatkan reaksi keras dari berbagai kelompok mahasiswa, aktivis lingkungan, petani, nelayan, dan LSM di Banyuwangi. Sosialisasi Amdal dan paparan studi kepayakan pada 8 September 2008 bertempat di Aula PTP XII Sungai Lembu,  Kecamatan Pesanggaran.

Pada 14 Agustus 2008, gabungan dari 19 organisasi rakyat yang akan menerima dampak terkait penambangan emas di Tumpang Pitu, dengar pendapat dengan DPRD Banyuwangi (lintas komisi). Hearing dipimpin Wakil ketua DPRD, Eko Sukartono.

Kesepakatannya, atas nama DPRD, dalam waktu seminggu setelah hearing, akan menggelar rapat paripurna meninjau kembali atau mencabut surat rekomendasi peningkatan status eksplorasi menjadi eksploitasi tambang emas di Tumpang Pitu.

Tepat seminggu setelah hearing, pada 21 Agustus 2008, sekitar 200 perwakilan nelayan, petani dan gabungan elemen LSM mendatangani DPRD Banyuwangi, menagih janji mencabut surat rekomendasi yang keluar dengan prosedur tal wajar. Rapat dipimpin oleh Wahyudi.

Akhirnya, hasil rapat dituangkan dalam berita acara berisi merekomendasi ke pimpinan DPRD Banyuwangi untuk mencabut surat rekomendasi itu.

Aksi tak hanya oleh kelompok kontra tambang juga pendukung pertambangan emas di Banyuwangi. Pada 24 November 2008, masyarakat Banyuwangi tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli Investasi Banyuwangi (AMPIBI) aksi di DPRD Banyuwangi dengan koordinator Agus Tarmidzi, Kepala Desa Wonosobo.

Lokasi pertambangan tampak dari kejauhan. Foto: BaFFEL
Lokasi pertambangan tampak dari kejauhan. Foto: BaFFEL

Aksi yang didukung Laskar Merah Putih Banyuwangi ini mempersoalkan tentang pencabutan rekomendasi peningkatan status IMN dari eksplorasi ke eksploitasi.

Sejak eksplorasi pertama, 20 September 2007-29 Februari 2012, IMN sudah mengebor 367 titik dengan kedalaman total 116.495 meter. Terdiri atas 16 titik sedalam 4.172 meter dikerjakan Hakman Platina Metalindo dan IMN 351 titik kedalaman 112.322 meter.

Dalam periode 2009-2010 mulai marak penambangan liar oleh masyarakat sekitar tambang dan dari luar Banyuwangi. Tahun 2010, seiring UU Pertambangan Mineral dan Batubara, KP eksploitasi IMN disesuaikan menjadi izin usaha pertambangan (IUP) operasi produksi.

IMN mengantongi kuasa pertambangan eksplorasi emas 11.621,45 hektar di Blok Gunung Tumpang Pitu,  Kecamatan Pesanggaran dari Bupati Banyuwangi periode 2005-2010 Ratna. Perusahaan juga mendapat persetujuan IUP operasi produksi dari Bupati Banyuwangi tertanggal 25 Januari 2010 seluas 4.998 hektar selama 20 tahun.

Kuasa pertambangan IMN ini masuk kawasan hutan lindung dan hutan produksi yang dikelola Perhutani Banyuwangi Selatan.

Sejak 2007, IMN empat kali perpanjangan eksplorasi dari Menteri Kehutanan. SK Menhut terakhir kali terbit 3 Juli 2012 yang memberi izin perusahaan itu eksplorasi 1.987,80 hektar di kawasan hutan hingga 3 Juli 2014.

Pada 21 Oktober 2010, terjadi pergantian Bupati Banyuwangi, dari Ratna Ani Lestari ke Abdullah Azwar Anas. Menjelang 1 tahun kepemimpinannya sebagai Bupati Banyuwangi, pada 5 September 2011, Abdullah Azwar Anas melakukan perombakan struktur birokrasi Pemerintahan Daerah Banyuwangi. Selain mengganti pimpinan bagian atau dinas, ia juga melakukan penggabungan beberapa dinas dan membuat Organisasi Perangkat Daerah (OPD) baru, yakni OPD Perdagangan, Perindustrian dan Pertambangan.

Pada 2 Juli 2012, IMN mengirimkan surat kepada Bupati Banyuwangi perihal permohonan pengalihan IUP kepada Bumi Suksesindo. Pada 11 Juli 2012, terbitlah Surat Keputusan Bupati Banyuwangi  soal persetujuan IUP Eksplorasi kepada Bumi Suksesindo (BSI), jangka waktu sampai 25 Januari 2014.

Delapan hari setelah penerbitan surat itu, tepatnya, 19 Juli 2012, ada pertemuan tertutup antara Bupati dengan IMN di kantor Bupati Banyuwangi. Mereka membahas soal pergantian IMN kepada PT Bumi Indotama atau BSI.

Semua pekerja IMN dirumahkan sementara waktu, dengan janji direkrut kembali setelah Bumi Suksesindo, beroperasi.

Pada 17 September 2012, BSI mengirimkan surat dengan permohonan persetujuan perubahan kepemilikan saham BSI. Menjawab surat itu, Bupati Banyuwangi, Azwar Anas, menerbitkan dua surat keputusan pada 28 September 2012.

Pertama, Surat Keputusan Bupati Banyuwangi tentang perubahan keputusan Bupati Banyuwangi sebelumnya mengenai persetujuan IUP operasi  produksi kepada BSI.

Kedua, Surat Keputusan Bupati mengenai perubahan keputusan Bupati Banyuwangi soal persetujuan IUP eksplorasi BSI.

Pada 10 Oktober 2012, Bupati Abdullah Azwar Anas mengusulkan perubahan fungsi kawasan hutan lindung seluas  9.743,28 hektar terletak di BKPH Sukamade, Kecamatan Pesanggaran Banyuwangi, menjadi hutan produksi tetap.

Atas pengajuan ini, Menteri Kehutanan saat itu dijabat Zulkifli Hasan hanya mengabulkan sekitar 1.942 hektar.  Dia mengeluarkan surat keputusan  tertanggal 19 November 2013, soal perubahan fungsi antarfungsi pokok kawasan hutan dari lindung jadi HPT.

Rosdi menilai, keputusan mengajukan perubahan fungsi kawasan ini untuk memuluskan pertambangan. Pasalnya, dari 1.942 hektar yang dikabulkan itu konsesi pertambangan emas BSI.

UU Kehutanan, katanya,  melarang tambang terbuka (open pit mining) di hutan lindung. Larangan ini, katanya,  disiasati penguasa dan korporasi dengan melakukan sejumlah langkah menurunkan status  hutan lindung Gunung Tumpang Pitu. Jika Tumpang Pitu masih hutan lindung, katanya, rencana penambangan emas terganjal. “Karena ada larangan dalam UU Kehutanan.”

Jadi, katanya, dengan tujuan memuluskan rencana penambangan emas, status hutan lindung Gunung Tumpang Pitu diturunkan dari hutan lindung menjadi hutan produksi.

Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas, ketika dikonfirmasi Mongabay terkait alih fungsi hutan lindung ini bilang, bukan masuk domain kebijakannya. Katanya, alih fungsi ada ketentuan dan syarat harus dipenuhi.

Kementerian Kehutanan, katanya,  mempunyai ketentuan mengenai apa saja yang bisa dialihkan. Jika tak sesuai, tak bisa jalan. Bahkan, katanya, sekarang terkait hal itu sudah ada penggantian lahan.

“Saya tak hapal teknis soal penggantian lahan. Itu sudah disampaikan perusahaan. Kewenangan ngecek lahan ada di Kementerian Kehutanan”, katanya.

Senior Manager Eksternal Affairs BSI, Bambang Wijanarko, kepada Mongabay, mengatakan, soal IPPKH Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLH) seluas 994 hektar, BSI telah memberikan lahan kompensasi hampir 2.000 hektar di dua lokasi. Yakni, Bondowoso (600 hektar) dan Sukabumi 1.300 hektar.

Bambang menegaskan, BSI bagian dari Merdeka yang sudah go public di Bursa Efek Indonesia. Sebagai anak perusahaan publik, BSI senantiasa patuh dan mengikuti aturan. Perusahaan juga sudah peroleh status clear and clean (CnC).

 

Suasana di PT BSI di lokasi pertambangan. Foto: BaFFEL
Suasana di PT BSI di lokasi pertambangan. Foto: BaFFEL

 

Sengketa para pihak

Proses pengalihan IUP) dari IMN ke BSI sempat menimbulkan permasalahan. Pasalnya, Interpide Mines Ltd, perusahaan Australia yang dulu bekerjasama dengan IMN, menggugat Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas ke PTUN Surabaya.

Gugatan tertanggal 14 Maret 2013 itu, menuntut pencabutan IUP eksplorasi dan produksi BSI. Intrepid, selama ini merasa dirugikan dalam eksplorasi tambang Tujuh Bukit, Banyuwangi ini.

Dalam proyek itu, Interpid IMN, telah bekerjasama dengan Intrepid Mines Ltd dengan kepemilikan saham 80%. Namun tanpa sepengetahuan Intrepid, IMN menjual IUP ke BSI.

Keputusan Bupati Banyuwangi memberikan persetujuan pengalihan IUP eksplorasi dan operasi,  dinilai cacat hukum. Dalam UU Minerba Pasal 93 ayat 1 disebutkan pemegang IUP tak boleh memindahkan IUP kepada pihak lain.

Keputusan Bupati Banyuwangi cacat hukum termasuk kebijakan yang memberikan persetujuan perubahan susunan kepemilikan saham.

Dimana dalam surat keputusan tertanggal 6 Desember 2012, memberikan kepemilikan saham kepada BSI 100%: saham PT Afa Sukesindo 5% dan PT Merdeka Serasi Jaya (MSJ) 95%. MSJ memberikan saham 10% kepada Pemda Banyuwangi.

Masalah muncul pertama kali karena ada tumpang tindih (sengketa) kepemilikan saham perusahaan di IMN. Awalnya, IMN menjalin kerjasama dengan mitra asal Australia, Intrepid Mines Limited. Intrepid bertindak sebagai penyandang dana dari seluruh operasional perusahaan.

Ia dijanjikan keuntungan hingga 80% dari produksi IMN. Saat kerjasama diteken, UU belum membolehkan perusahaan asing memiliki saham di perusahaan kuasa pertambangan, hingga disepakati membentuk perusahaan modal asing (PMA).

Tahun 2009,  pemerintah menetapkan UU Minerba mengizinkan perusahaan asing menanamkan modal langsung dalam perusahaan pemegang IUP.  Keduanya sepakat membentuk struktur perusahaan baru sesuai kesepakatan sebelumnya. Selama kerjasama, Intrepid mengklaim telah menggolontorkan dana hingga AU$100 juta untuk proyek IMN.

Dalam sidang perdana gugatan Intrepid Mines Ltd  kepada Bupati Banyuwangi, di PTUN Surabaya 3 April 2013, Intrepid Mines selaku penggugat tak bisa menunjukkan izin pendirian PMA, sebagai syarat berinvestasi di Indonesia.

Dalam dokumen Humas Pemkab Banyuwangi, pada sidang perdana itu, Pemkab Banyuwangi mengirimkan Kabag Hukum Pemerintahan, Yudi Pramono beserta Kepala Badan Perizinan dan Penanaman Modal Terpadu, Abdul Kadir.

Dalam sidang perdana ini masih pencocokan dokumen resmi terkait materi gugatan antara penggugat dan tergugat.

Yudi mengatakan, Pemkab Banyuwangi sebenarnya tak melanggar apapun seperti tuduhan Intrepid. Ia bukan mengalihkan, katanya,  tetapi menyetujui permintaan pengalihan IMN.

Gugatan ini dinilai salah alamat karena Pemkab Banyuwangi tak memiliki urusan dan keterkaitan dengan perusahaan Intrepid. Menurut dia, sidang seharusnya di arbitrase internasional karena terkait persaingan usaha internasional.

Pada 12 September 2013, PTUN Surabaya menolak gugatan Intrepid Mines. Putusan itu sekaligus menegaskan jika kedua SK Bupati tak melanggar hukum.

Intrepid tetap bersikukuh gugatan sesuai Pasal 93 ayat (1) UU Minerba. Hal ini dipertegas penasehat hukum Intrepid Mines, Hari Ponto.

Dia mengatakan, tindakan Bupati Banyuwangi melanggar Pasal UU Minerba. Dalam Pasal disebutkan jika pemegang IUP dan IUPK tak boleh memindahkan ke pihak lain, terlebih lebih 50%.

Setelah kalah di PTUN Surabaya, Intrepid Mines resmi mendaftarkan gugatan ke arbitrase Singapura atas dugaan ingkar janji IMN terkait proyek tambang Tujuh Bukit,.

Dalam gugatan, perusahaan ini meminta panel arbitrase memutuskan IMN melanggar Alliance Agreement karena tak melaksanakan kewajiban tertera dalam perjanjian.

Atas pelanggaran itu, hak Intrepid atas 80% economic interest tambang Tumpang Pitu terancam hilang dan sangat dirugikan.

Buntut gugatan itu, semua pihak yang mengklaim berhak atas Tumpang Pitu berdasarkan pengalihan saham dan  pengalihan IUP dari IMN,  harus menghentikan semua rencana karena status hukum dalam proses.

Jika menang, IMN wajib memberikan 80% economic interest atas tambang Tumpang Pitu. IMN juga wajib mengurus segala perizinan dan persetujuan pemerintah untuk mengkonversi status IMN menjadi perusahaan penanaman modal asing (PMA). Persetujuan ini keluar dari BKPM, Kementerian Hukum dan HAM, termasuk rekomendasi Bupati Banyuwangi dan KESDM.

Pada 19 Februari 2014, perusahaan Australia, ini mengumumkan telah mencapai kesepakatan penyelesaian sengketa kepemilikan saham di tambang emas dan tembaga Tujuh Bukit, Tumpang Pitu,

Intrepid bersedia melepas 80% pemilikan saham. Sebagai ganti, mereka mendapat US$ 80 juta dalam bentuk tunai. Pada website resmi Intrepid, pemimpin Intrepid, Ian McMaster, menyatakan, dalam perjanjian penyelesaian itu, perusahaan sepakat mengakhiri semua proses gugatan dan sengketa atas proyek Tujuh Bukit yang tengah diajukan.

Kesepakatan itu dimediasi Provident Capital dan Saratoga Capital atas nama para pihak bersengketa. Kesepakatan penyelesaian akan dimintakan persetujuan dalam rapat pemegang saham.

Dengan pengumuman itu, konflik panas tambang emas antara Intrepid Mines, BSI dan Pemkab Banyuwangi, berakhir. Kedua perusahaan mengisyaratkan, tak ada lagi polemik izin pertambangan di Tumpang Pitu, Desa Sumberagung.

Dengan keputusan itu, seluruh gugatan dianggap gugur. Kesepakatan keluar, menetapkan BSI melalui Merdeka Serasi Jaya sebagai pengelola tambang emas.
pitu2-ilustrasi-dibuat-oleh-rosdi-bahtiar-martadi-banyuwangi-forum-for-environmental-learning-baffel

Sumber: BaFFEL

***

Awal Maret 2014, Bupati Banyuwangi, Abdullah Anas, mengumumkan, Pemerintah Banyuwangi mendapatkan golden share 10% dari tambang emas Tumpang Pitu.

Pembagian keuntungan,  tanpa harus menyetor modal alias saham kosong, ini diharapkan bermanfaat demi generasi Banyuwangi.

Sebenarnya sejak akhir 2011, Anas mengajukan permintaan saham 20%. Yang disepakati, BSI 10% sebesar Rp7 triliun dari BSI.
Menurut Anas, golden share 10% ini pertama kali di Indonesia.
Dengan golden share, kedudukan Pemkab Banyuwangi sejajar dengan BSI melalui MSJ yang melakukan eksploitasi emas di Tumpang Pitu. Namun saham itu akan diambil setelah gelaran Initial Public Offering (IPO).

Kala diambil sebelumnya, kata Anas, nilai jadi rendah. Kebijakan baru, saham sebelum IPO akan lebih murah. Kebanyakan kasus di Indonesia, Pemda setelah mendapat konsesi akan langsung mengambil kas di depan.

Untuk Banyuwangi, Anas ingin menunggu setelah IPO agar bisa berlipat setelah produksi, Hasilnya,  bisa dinikmati dalam jangka panjang bahkan, sampai dia sudah tak menjabat Bupati Banyuwangi. “Akan sangat bermanfaat untuk pembangunan.”

Ketua DPRD Banyuwangi, Made Cahyana Negara, menyatakan, golden share diberikan setelah eksploitasi. Selama ini,  baru pengeluaran dana tanggung jawab sosial.

“Semua akan masuk kas daerah. Pendapatan golden share sangat mungkin sekali kesejahteraan masyarakat seperti membangun dan perbaikan infrastruktur, kesehatan, pendidikan serta hal-hal yang bermanfaat dan membangun Banyuwangi,” katanya.
Gelaran penawaran saham kepada publik melalui IPO oleh perusahaan tambang Merdeka dilaksanakan Mei 2015. Jumlah saham ditawarkan 874.363.644 saham baru atau 21,7% dengan rentang harga Rp1.800–Rp2.100 per saham.

Seluruh dana itu, tersalurkan ke entitas anak usaha, yaitu BSI dengan saham 99,9% Merdeka. Dana ini selanjutnya untuk belanja modal 50%, pelunasan utang 40% dan modal kerja 10%.
Dalam website Merdeka, setelah gelaran IPO, golden share untuk Pemkab Banyuwangi turun 6,4%.

Bambang Wijanarko menjelaskan, setelah Merdeka IPO, seluruh saham awal terdilusi, termasuk kepemilikan Pemkab Banyuwangi berkurang jadi 6,4%. Secara nilai, saham Pemkab Banyuwangi di Merdeka setelah IPO naik dari Rp14 miliar jadi Rp500 miliar.

 

 

 

Siapa saja di Merdeka Copper Gold?

Dua anak usaha Merdeka, BSI punya izin 4.998 hektar dan PT. Damai Suksesindo 6.623 hektar.

Dalam dokumen sesuai standar JORC Code (sistem klasifikasi sumber daya mineral yang diterima dunia internasional) disebutkan, di bawah lapisan oksida tambang Tumpang Pitu terkandung sumber daya tembaga 19,28 miliar pound.

Jumlah itu,  jauh lebih besar ketimbang kandungan tembaga di tambang Batu Hijau dan Elang Dodo Newmont hanya 6,3 miliar pound. Kandungan emas di tambang Merdeka diyakini lebih besar, sebanyak 28 juta Oz, Newmont 9,3 juta Oz.

Melimpahnya kekayaan terpendam di Tumpang Pitu ini lantaran area  itu bagian busur magmatik Sunda ­Banda. Area itu memiliki variasi tipe mineral dominan, seperti disebutkan dalam dokumen “resource estimation of the Tujuh Bukit Project, Eastern Java, Indonesia” yang disusun H&SC.

Pemegang mayoritas saham Merdeka adalah PT. Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG) dan PT. Provident Capital Indonesia. Dua perusahaan investasi ini didirikan Sandiaga Uno dan Edwin Soeryadjaya.
Presiden komisaris Merdeka adalah Purnawirawan Jenderal (TNI) AM Hendropriyono, mantan Kepala Badan Intilejen Negara (BIN). Sang anak, Rony N. Hendropriyono juga tertera dalam jajaran direksi, menjabat sebagai direktur yang membidangi tanggung jawab sosial dan lingkungan hidup serta hubungan komunitas.

Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid yang akrab dipanggil Yenny Wahid juga masuk dalam jajaran Merdeka. Putri kedua mantan Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama (NU) dan Presiden RI keempat Abdurrahman Wahid (alm) ini duduk di kursi dewan komisaris bersama A.M. Hendropriyono, Edwin Soeryadjaya dan Garibaldi “Boy” Thohir.

Edwin adalah pendiri Grup Saratoga sedangkan Boy adalah pendiri Adaro. Masuknya nama Yenny Wahid dinilai berkaitan dengan lokasi pertambangan Merdeka di Jatim, basis utama Nahdatul Ulama. Belakangan Yenny, mengundurkan diri.

Dalam keterangan pers Sabtu (23/5/15), Yenny menerangkan pada 2014,  Edwin Soeryadjaya dan Boy Thohir meminta membantu mengelola konsesi tambang emas yang sudah berizin.

Yenny bilang, keluarga Soeryadjaya dan Gus Dur,  sudah lama berhubungan baik, sejak ayah Edwin, William Soeryadjaya, dan Gus Dur bersama-sama mendirikan Bank Nusumma pada 90-an.

Pertimbangan lain, katanya, reputasi Edwin dan Boy Thohir sebagai pengusaha profesional dan taat aturan. Yenny mengajukan sejumlah syarat, antara lain perusahaan tak akan merusak lingkungan dan tak merugikan masyarakat.

Pertimbangan lain Yenny, Merdeka akan go public atau IPO. Jadi, saham Merdeka bisa dimiliki siapapun setelah tercatat di Bursa Efek Indonesia.

Masyarakat luas bisa berpartisipasi menjadi pemegang saham dari perusahaan dan bersama dengan pemerintah, mengontrol serta mengawasi. Menurut Yenny, perusahaan go public wajib beroperasi sesuai aturan, terlebih dahulu mendapatkan Amdal maupun izin-izin teknis lain.

Data-data harus transparan dan dapat diakses pemegang saham. Dia bilang, akan mundur  bila kemudian hari Merdeka melanggar kesepakatan, lalai, dan mengakibatkan kerugian di masyarakat.

Jumat (27/11/ 15), tepat dua hari setelah kerusuhan di tambang emas BSI, Yenny menyatakan telah mengundurkan diri dari jajaran Merdeka.

Pernyataan ini jawaban atas pertanyaan di twitter yang muncul terkait pendapatnya mengenai kerusuhan di pertambangan emas Tumpang Pitu.

Lewat akun twitter, Yenny bilang sudah mundur bahkan jauh sebelum kerusuhan terjadi. Selain alasan lebih fokus mengurus Yayasan Wahid Institute, Yenny tak menjelaskan detil kemunduran dari Merdeka.
Pada 16 Februari 2016, KESDM memasukkan proyek tambang emas dan mineral Tumpang Pitu di Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi, kelolaan BSI sebagai obyek vital nasional.

Dengan penetapan obyek vital nasional, tambang Tumpang Pitu dalam perlindungan negara. Polisi dan aparat penegak hukum mengamankan proyek ini karena dinilai memiliki dampak strategis terhadap perekonomian nasional.

Setelah itu, pada 27 April 2016, dilakukan peledakan perdana di area pertambangan Tumpang Pitu menggunakan dinamit. Sesuai aturan, diperkirakan jarak antara lokasi peledakan dan permukiman sekitar tiga kilometer.

Proses peledakan perdana diawasi pengawas Dinas Energi Sumber Daya Alam dan Mineral, Jatim, kepolisian, sampai Angkatan Laut.

Peledakan ini diwarnai aksi dua aktivis lingkungan dari BaFFEL. Mereka membentangkan poster di pinggir dekat jalan masuk tambang Tumpang Pitu.

Poster itu berbunyi, “Menghitung Mundur Kehancuran Banyuwangi. Peledakan Perdana Ekologi Banyuwangi.” Habis

 

Bagian 1:  Fokus Liputan: Tambang Emas Tumpang Pitu, Ancaman Kerusakan Pesisir dan Perairan

Bagian 2: Fokus Liputan: Perusahaan Datang Warga pun Ikutan Nambang Emas di Tumpang Pitu

 

Kapal nelayan yang akan sandar di Pelabuhan Muncar, Banyuwangi. Kini, air di perairan ini mulai keruh. Foto: Zuhana A Zuhro
Kapal nelayan yang akan sandar di Pelabuhan Muncar, Banyuwangi. Kini, air di perairan ini mulai keruh. Foto: Zuhana A Zuhro
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,