Nasib Siberut Utara Kala Hutan di Hulu Terus Tergerus

Langit gelap menemani perjalanan kami menyusuri Sungai Tarekan yang mengalir di Desa Malancan Siberut Utara, Kepulauan Mentawai, Sumater Utara.

Pompong,  perahu kayu dengan mesin tempel melaju kencang. Perahu bermuatan 12 orang ini meliuk-liuk mengikuti alur sungai, deretan hutan bakau, bambu, dan pohon sagu. Sesekali terlihat burung Mentawai bertengger.

Usai menyusuri sungai, kami menempuh jalan setapak berlumpur. Beberapakali sepatu kami terjebak dalam kubangan. Siberut memang didominasi rawa, ditambah musim penghujan.

Setelah berjalan sekitar 30 menit, kamipun melewati jalan setapak bercor beton, lebar jalan sekitar satu meter, meski tak terlalu mulus jalan cukup memudahkan langkah kaki.

Rombongan paling depan berhenti tatkala sebuah rumah kayu menghalangi langkah. Rombongan berjalan agak menyamping menghindari rumah kayu tak berpenghuni. Letaknya persis di tengah jalan. Rumah ini dibiarkan lapuk, sebagian dinding bolong dan pondasi mulai roboh.

“Ini rumah milik warga Gorottai, mereka sekeluarga pindah ke desa seberang,” kata Barnabas Saerejen, Kepala Desa Malancan November lalu.

Menurut warga sekitar, rumah ini dulu agak menjorok ke hulu, namun banjir besar di Malancan meluas hingga Politcoman, Monganpoula dan Gorottai pada 2013, membuat rumah panggung ini bergeser sekitar tiga meter dari posisi awal. Pergeseran diiringi kerusakan beberapa bagian rumah seperti dinding, pintu dan pondasi.

Banjir malam Natal, itu setinggi tiga meter merendam Kampung Gorottai. Air meluap dari Sungai Singunung, dan Kauma mengalir deras dari hulu lantaran banyak hutan gundul.

“Semua mengungsi ke bukit. Tak bisa bawa apa-apa. Arus deras. Harta warga termasuk bibit cokelat dan pinang tersapu banjir. Kolam ikan, pisang, keladi dan sawah gagal ipanen akibat banjir,” ucap Barnabas.

Sejak kejadian itu, pemilik rumah, Jakomardi beserta keluarga, memilih pindah ke kampung seberang. Perkebunan berupa pinang, cengkih, cokelat, durian dan pisang ditinggalkan begitu saja.

Serupa dilakukan penduduk lain penghuni Gorottai. Banjir kerap mendera kampung mereka membuat penghuni hijrah ke kampung sebelah. Dari 40 keluarga dulu mendiami kampung ini, sekarang bersisa 11 keluarga.

Anak-anak tak bisa bersekolah karena sekolah dasar swasta di kampung tutup. Pemkab bilang sulit bikin sekolah negeri karena jumlah muridn terlalu sedikit.

Beruntung Yayasan Citra Mandiri Mentawai (YCMM) mendirikan sekolah hutan, guru warga setempat. Ada murid lima orang.

Satu keluarga masih bertahan di Kampung Gorottai adalah keluarga Goiran Sirisurak. Dia satu-satunya sikerei atau tabib di Gorottai, usia 70 tahun.

“Kami tak mungkin pindah, ladang disini, ada sagu, pinang, cokelat dan durian. Tanah disini subur, ” kata Goiran.

Salah satu rumah di SIberut Utara, yang bergeser karena diterjang banjir. Pemilik rumah pun pergi meninggalkan rumah dan kebun mereka, pindah ke kampung sebelah. Foto: Vinolia
Salah satu rumah di SIberut Utara, yang bergeser karena diterjang banjir. Pemilik rumah pun pergi meninggalkan rumah dan kebun mereka, pindah ke kampung sebelah. Foto: Vinolia

Menurut dia, kampung mereka berada di kerendahan hingga langganan banjir, hujan deras satu jam sudah membuat kampung tergenang. Kondisi ini diperparah sejak pepohonan di hulu tergerus perusahaan pengelolaan hutan (HPH) PT. Salaki Summa Sejahtera (SSS).

“Dulu banjir tak separah ini, sekarang rumah kami bergeser dan rusak,” katanya, menunjuk deretan rumah tak beraturan karena bergeser tersapu arus.

Gorottai termasuk kampung dalam HPH, Goiran mengatakan, pohon-pohon di tanah sukunya sudah ditebangi tahun lalu. Uang pengganti diberikan SSS Rp1 juta dibagi-bagi ke anggota suku. Satu kubik kayu meranti atau kruing dihargai Rp37.000.

“Yang mengurus uang koperasi. Kami hanya menerima,” katanya. Dia menyesalkan banyak tanaman lain ikut rusak saat penebangan. Dia menerima uang pengganti Rp10.000 untuk pohon durian tumbang. Padahal,  pohon durian istimewa di Mentawai, karena jadi media kirekat (ukiran, cetakan telapak kaki dari orang yang meninggal). Durian media kirekat tak boleh ditebang.

Akhir Oktober lalu, sebut Goiran, banjir menyapu Gorottai. Air bah menghanyutkan satu rumah dan merusak sejumlah bangunan lain hingga menutup akses ke kampung itu.

Warga Gorottai mengungsi  ke perbukitan. Mereka tak bisa membawa apa-apa, semua barang diletakkan di pagu (plafon rumah) sembari menunggu banjir surut. Arus deras.  Beruntung tak ada korban jiwa.

“Bantuan banjir tidak ada, perusahaan hanya membantu kampung kami pada saat natalan, kampung kami diberi uang Rp500.000 untuk punen (perayaan potong babi).”

Banjir juga melanda daerah landai lain seperti Desa Politcoman dan Monganpoula.  Di Monganpoula, tetangga Malancan,  banjir terjadi pada 6 Oktober, tengah malam.

Cornelius Mairang, tokoh masyarakat Monganpoula, mengatakan, banjir kerap malam hari. “Asal menjelang malam hujan turun lebat, masyarakat sudah siaga untuk pengungsian ke daerah lebih tinggi, seperti gedung TK YBTI,” katanya.

Mantan kepala desa ini menuturkan, makin sering intensitas banjir di desa yang dilalui Sungai Satboyak dan Sungai Monganpoula ini mulai terasa sejak penebangan kayu di hulu Sungai Satboyak pada 2005 oleh pemegang HPH Koperasi Andalas Madani (KAM).

“Kalau dulu banjir besar hanya kami rasakan dua tahun sekali, sejak KAM) menebang kayu di hulu Sungai Monganpoula, banjir makin sering, dalam setahun bisa dua tiga kali.”

Pompong, salah satu alat transportasi warga di Monganpoula, SIberut Utara. Foto: Vinolia
Pompong, salah satu alat transportasi warga di Monganpoula, SIberut Utara. Foto: Vinolia

Sekitar 1975, sebelum ada perusahaan, banjir sekali dua tahun dan tak tinggi paling selutut. Sekarang banjir bisa sampai dua meter.

Direktur Yayasan Citra Mandiri Mentawai (YCMM) Rifai Lubis mengatakan, Siberut merupakan pulau rawan banjir dan erosi. Pada 2013, banjir besar merendam empat kecamatan di pulau terbesar di Mentawai itu. Sungai-sungai tak lagi mampu menampung luapan air karena hulu dan daerah tangkapan air tereksploitasi.

KAM beroperasi sejak 2001, bertahan sekitar enam tahun. Pada 2007, perusahaan ini menghentikan operasi, izin berlaku hingga 2046.

Lahan KAM dicadangkan restorasi ekosistem 79.795 hektar, kepada PT. Global Green. Hingga awal 2015, Global Green belum beroperasi. Menteri LHK mengeluarkan peta arahan pemanfaatan hutan produksi usaha pemanfaatan hutan Mei 2015, seluas 20.110 hektar.
Terbaru, melalui BKPM kembali mengeluarkan izin HTI. Pulau Siberut sudah terbebani izin HPH PT. Salaki Summa Sejahtera 47.605 hektar. Belum lagi hutan produksi konversi (HPK) dan Taman Nasional Siberut 190.500 hektar.

Sebagian besar daratan Mentawai kawasan hutan. Hutan negara 82%, suaka alam 183.378 hektar, hutan lindung 7.670 hektar, hutan produksi 246.011 hektar, HPK 54.856 hektar. Sedang alokasi penggunaan lain hanya 109. 217 hektar (15%).

Kondisi ini, menyebabkan banyak desa di Mentawai, terisolir karena tak terjangkau infrastruktur darat dan biaya transportasi tinggi. Tak heran, Mentawai masih salah satu daerah tertinggal.

Ruang kelola minim, menyebabkan masyarakat Mentawai berladang di hutan negara . Laporan LIPI soal kajian kawasan hutan Kepulauan Mentawai tahun 2015, menemukan fakta hutan negara dikuasai masyarakat 111.058 hektar ( 21%), rincian 19.536 hektar HPK, HP 42.324,15 hektar dan kawasan lindung 1.910 hektar.

YCMM meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menghentikan perizinan usaha pemanfaatan HTI dan restorasi ekosistem di Siberut. “Ganti arahan pemanfaatan kawasan hutan produksi di Siberut menjadi hutan adat,” katanya.

Kepala Dinas Kehutanan Mentawai, Tasliatul Fuadi mengatakan akan mengkaji kembali blok RKT milik perusahaan kayu yang masih aktif di Siberut utara, SSS berizin seluas 47.605 hektar di Siberut Utara.

“Kita kaji dulu apa yang menyebabkan banjir di beberapa desa yang masuk ke HPH blok RKT SSS, apa yang menyebabkan Sungai Sikabaluan meluap. Dimana blok RKT HPH ini beberapa tahun terakhir,” katanya.

Tasliatul membenarkan, jika sebelum SSS masuk ke Siberut Utara, HPH KAM sudah terlebih dahulu menggarap area.

“Tapi 2007 HPH KAM berakhir, apakah itu menjadi salah satu penyebab banjir tentu harus kita tinjau dulu.”

Dia melihat, Siberut curah hujan tinggi dan pemukiman masyarakat cenderung di sekitar sungai hingga kala sungai meluap akan kena banji. “Apabila kawasan DAS itu rusak otomatis memperparah kondisi,” katanya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , ,