Warga Kalteng Menang Gugat Presiden, Berikut Poin-poin Putusan Pengadilan

 

 

Noorhadi Karben, tak bisa menutupi kegembiraan saat membaca informasi akun media sosialnya. Dia sedang di ladang, memanen padi. Rabu siang (22/3/17), akun Facebook Arie Rompas, Direktur Walhi Kalimantan Tengah mengunggah kabar kemenangan gugatan warga (citizen lawsuit/CLS) kepada pemerintah atas kebakaran hutan dan kabut asap 2015.

Gugatan yang didaftarkan Pengadilan Negeri Palangkaraya 2016 ini menggugat Presiden, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Pertanian, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Menteri Kesehatan dan Gubernur Kalteng.

“Sebagai korban saya senang Pak Hakim telah memberikan keadilan bagi masyarakat,” katanya.

Ingatan dia kembali dua tahun silam saat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menghebat di desanya. Noorhadi saat itu tak tinggal diam. Dia menggalang warga desa untuk mendapatkan obat-obatan.

Sayangnya, tak ada pos kesehatan memadai. Pilihan terakhir mengevakuasi korban karhutla dari beberapa desa ke Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan, yang kabut asap tak terlalu pekat.

Noorhadi tinggal di Desa Mantangai Hulu, Kecamatan Mantangai, Kabupateng Kapuas,  turut memberikan kesaksian pada persidangan Februari 2017 sebagai saksi fakta penggugat.

 

Poin-poin itu

Setelah melalui 18 kali persidangan, Rabu pagi (22/3/17) Ketua Majelis Hakim Kaswanto membacakan keputusan Majelis Hakim di PN Palangkaraya. Mejelis hakim dalam pokok perkara mengabulkan gugatan para penggugat untuk sebagian dan menyatakan tergugat telah melanggar hukum.

Advokat anggota Tim Advokasi Anti Asap Riesqie Rahmadiansyah dalam persidangan menilai putusan telah memiliki perspektif hak asasi manusia (HAM).

“Majelis hakim berhasil menjaga marwah sebagai pengawal hukum dan penjaga HAM,” katanya.

Sayangnya, majelis hakim tak mengabulkan tuntutan permintaan maaf para tergugat kepada seluruh masyarakat Kalteng di media massa dan baliho pada tiap jalan protokol kabupaten/kota Kalteng.

 

 

Arie Rompas, sekaligus penggugat menyebut beberapa hal penting yang dikabulkan dalam gugatan warga.

Dalam konteks perubahan kebijakan para terguguat perlu segera menerbitkan peraturan pelaksana UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, untuk pencegahan dan penanggulangan karhutla dengan melibatkan peran serta masyarakat.

Para tergugat harus meninjau ulang izin-izin usaha pengelolaan hutan dan perkebunan yang terbakar maupun belum terbakar. Kaji ulang ini, katanya,  berdasarkan kriteria penerbitan izin dan daya dukung lingkungan hidup di Kalteng. Hal ini menjadi dasar penyusunan peta jalan pencegahan dini, penanggulangan dan pemulihan lingkungan karhutla.

“Yang tak kalah penting, penegakan hukum atas perusahan-perusahaan yang lahan kebakaran.”

Para tergugat juga harus mendirikan rumah sakit khusus paru dan penyakit lain akibat pencemaran udara di Kalteng yang dapat diakses korban asap. Rumah sakit khusus ini harus membebaskan biaya pengobatan bagi masyarakat yang terkena dampak kabut asap.

Arie juga menegaskan kewajiban tergugat mengalokasikan anggaran optimal untuk operasional dan program pencegahan, penanggulangan karhutla dan pemulihan lingkungan rusak. Anggaran optimal perlu untuk pencegahan,

“Saat ini hanya ada Rp400-an juta. Ini tidak cukup, harus lebih besar. Untuk pencegahan saja bisa Rp1-Rp5 miliar,” katanya.

Aryo Nugroho, Koordinator Gerakan Anti Asap (GAAs) Kalteng menyebut, sejumlah kerugian karhutla Agustus hingga Oktober 2015. Terdapat 43.436 korban infeksi saluran pernafasan akut, 14.683 orang diare, 34 orang meninggal dunia, 146 orang cedera arena kecelakaan lalu lintas karena jarak pandang,

GAAs mencatat, kerugian Rp24,31 miliar dari maskapai penerbangan yang beroperasi di Kalteng.

 

Kampanye media

Guna menyampaikan pesan gugatan warga, GAAs telah merancang sejumlah kampanye media untuk meliput dan menyebarluaskan informasi.

Pinarsita Juliana, Tim Media GAAs mengatakan, pendokumentasian sejak gugatan warga didaftarkan pada PN Palangkaraya 16 Augustus 2016 hingga putusan hakim 22 Maret 2017.

Seluruh hasil dokumentasi bebentuk video diunggah ke kanal YouTube. Sebagian disebarluaskan melaui akun Facebook. “Dengan video kami ingin ada penyadaran masyarakat. Masyarakat teredukasi,” katanya.

 

Langkah lanjutan?

Setelah keputusan majelis hakim para penggugat dan advokat sependapat keputusan harus dikawal oleh masyarakat sipil di Kalteng. Tujuannya, memastikan terguguat melaksanakan semua keputusan pengadilan.

Mengenai kemungkinan banding ke pengadilan tinggi, kedua belah pihak mengaku masih belum memutuskan dan menimbang-nimbang.

Di desa, Noorhadi tetap bertani di lading sembari mengenalkan pola pengelolaan lahan pertanian tanpa bakar.

Masyarakat desa, terbiasa mengelola lahan dan pola tebas-bakar, mulai diajak mengolah tanah gambut dengan pola intensifikasi. Gambut disuburkan dengan membalik tanah pakai cangkul dan traktor.

Alhamdulillah, hasil panen dari lahan tanpa bakar tahun ini baik,” katanya.

 

Aksi warga kala menyambut keputusan pengadilan. Foto: Jenito

 

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,