Berlarut, Konflik Lahan Masyarakat dengan Perusahaan Sawit di Kubu Raya

 

 

Abdullah (45) tak kuasa menahan air mata. Sesekali, sudut mata basahnya diseka ujung leher kemejanya. “Saya tidak bisa bicara lagi. Saya Sedih. Semua yang saya tanam habis. Apa maksud perusahaan ini,” ujarnya. Abdullah heran, mengapa pemerintah tidak juga mengambil sikap atas apa yang terjadi pada warga Desa Kampung Baru dan Desa Jangkang II, Kecamatan Kubu, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat.

Ia mengisahkan, semua tanaman milik kelompok tani, dimusnahkan perusahaan. Habis sudah harapan untuk memanen karet hasil keringat mereka. “Saya heran, kenapa hak guna usaha (HGU) perusahaan masuk ke lahan warga. Kenapa HGU tidak ada batasnya, kenapa dokumen ketua serikat tani kami tidak dianggap,” keluhnya lagi.

Sekitar 2.600 hektare lahan milik masyarakat Desa Kampung Baru dan Desa Jangkang II Kecamatan Kubu, Kabupaten Kubu Raya, yang tergabung dalam Serikat Tani Darat Jaya tumpang tindih dengan PT. Rezeki Kencana (PT. RK) –Tianjin Joulong Group. Perusahaan sawit ini, merupakan salah satu pemasok Willmar. RSPO telah dilapori terkait kasus ini.

Pada pertengahan Mei 2017, beberapa perwakilan warga desa memaparkan kasus yang  mereka hadapi. Upaya warga mencari keadilan ini diinisiasi Lingkaran Advokasi dan Riset (Link-AR) Borneo, dan perwakilan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) di Pontianak.

Kasus ini merupakan penyerobotan lahan oleh korporasi yang telah dilaporkan Link-Ar Borneo ke Kepolisian Daerah Kalimantan Barat, akhir Februari 2017. Ada delapan perusahaan yang dilaporkan: PT. Ceria Prima, PT. Mitra Aneka Rejeki, PT. Wirata Daya Bangun Persada, PT. Pamdale Agro Asia Lestari Makmur, PT. Satria Multi Sukses, PT. Rejeki Kencana, PT. Keliau Mas Perkasa, dan PT. Sumatra Unggul Makmur.

Salah satu warga, Alimah, merupakan penduduk paling sepuh. Kerudung yang sederhana membalut kepalanya. Ia datang ke Desa Kampung Baru, pada 1975. Saat lahan tersebut masih berupa hutan sekunder. “Saya datang dari Sambas dan tinggal di situ. Tapi sekarang, malam-malam ada dua orang datang. Katanya mau beli tanah, padahal saya tidak jual,” kata Alimah. Dia mengatakan, dirinya lebih dulu tinggal di kawasan tersebut dari para transmigran yang difasilitasi pemerintah dengan lahan dua hektare.

Ketua Ketua Kelompok Tani Daerah Jaya, Safendi mengungkapkan, masalah lahan dimulai empat tahun lalu. Bahkan, perusahan telah melaporkan sejumlah warga dengan tuduhan penyerobotan HGU. “Sudah dilakukan musyawarah dan melibatkan pemerintah, namun seperti tidak ada niat baik perusahaan untuk menyelesaikan.”

Syarif Umar, tokoh setempat menyatakan awal penerbitan HGU 2008-2009 yang tidak pernah melibatkan masyarakat. “Tidak ada titik terang dalam kasus ini. Perusahaan bahkan mengancam akan mempidanakan masyarakat yang bertanam di lokasi HGU.”

Ahi, warga lainnya mengatakan, perusahaan kerap mengganti manejer sehingga warga kesulitan untuk berkoordinasi. “Yang bagus pasti diganti, kami susah komplain. Kampung Baru ini salah satu desa tertua di Kubu, warga dapat apa dengan masuknya perusahaan.”

 

Hutan alam di Indonesia sudah banyak yang perlahan digantikan sawit. Foto: Rhett Butler

 

Tanah masyarakat

PT. Rezeki Kencana memiliki investasi cukup besar. Tahun 2013, perusahaan ini masuk dalam 21 perjanjian kerja sama antara perusahaan serta pemerintah daerah di Indonesia dan Tiongkok yang ditandatangani di hadapan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden RRT Xi Jinping. Perjanjianya adalah akuisisi antara Tianjin Julong Jiahua Investment Group Ltd. dengan PT. Rezeki Kencana dan PT. Grand Mandiri Utama senilai US$200 juta untuk proyek pengembangan perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Barat.

Data Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM menyebutkan, kantor perusahaan tersebut, beralamat di Sungai Deras, Kecamatan Teluk Pakedai, Kabupaten Kubu Raya. Disebutkan pula, PT. Rezeki Kencana (Division PKS) diresmikan 2011 dengan kapasitas olah CPO 30 ton per jam, bertempat di Desa Pasir Putih, Teluk Pakedai.

Pada 2013, disebutkan status lahan PT. RK di Kabupaten Kubu Raya berdasarkan sertifikat hak guna usaha (HGU) No 2, tanggal 12 Maret 2008 seluas 11.180,80 hektare. Namun, terdapat beberapa HGU yang proses. HGU tersebut; berdasarkan Risalah panitia B Provinsi Kalimantan Barat No. 17/HGU-HTPT/BPN/2007 Tanggal 24 November 2007 luasnya 1.831,90 ha terletak di Teluk Pakedai Hulu dan di Desa Selat Remis Kecamatan Teluk Pakedai serta di Desa Sungai Bemban Kecamatan Kubu, Kabupaten Kubu Raya.

Selain itu, berdasarkan risalah panitia B Provinsi Kalimantan Barat No. 01/HGU-HTPT/BPN/2008/ tanggal 31 Januari 2008 dan para bidang tanah No 80-14.07-2007 luas 4.686,35 ha terletak di Desa Jangkang I, Janggakng II, Teluk Nangka, Kecamatan Kubu dan Desa Sungai Dungun Kecamatan Terentang, Kabupaten Kubu Raya. Terakhir, berdasarkan permohonan HGU bulan Maret 2008 yang sudah di cek oleh panitia B di lokasi pada 1 Agustus 2008, lokasi HGGU di Desa Jangkang I, Kecamatan Kubu, Kabupaten Kubu Raya dengan luas 352,53 ha.

Lokasi perusahaan meliputi dua kecamatan yaitu Teluk Pakedai dan Kubu. Areal tersebut meliputi desa; Sungai Deras, Pasir Putih, Teluk Pakedai I, Teluk Galam (Kecamatan Teluk Pakedai), Jangkang I, Jangkang II, Teluk Nangka, Sungai Teras, Air Putih, dan Ambawang (Kecamatan Kubu).

Link-Ar Borneo mencatat, PT. RK telah mengklaim lahan masyarakat/Serikat Tani Darat Jaya di wilayah Desa Kampung Baru, seluas 2.600 hektare. Tadinya, lahan itu ditanami karet, pisang, jagung, nanas dan lain-lain. PT. Rezeki Kencana melakukan land clearing dan perusakan serta pencabutan tanaman yang mengakibatkan rusaknya sekitar 20.000 pohon. Lahan tersebut ditamani sawit.

Pemerintah daerah melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Kubu Raya melalui Surat Nomor BA 28/BA/SPP/VI/2015 menegaskan bahwa lahan tersebut milik masyarakat desa yang tergabung dalam Serikat Tani Darat Jaya. Kepemilikan lahan dipertegas dengan pengukuran ulang lahan yang dilakukan BPN Kubu Raya. Kronologis lahan ditandatangani perangkat desa dari beberapa desa anggota Serikat Tani Darat Jaya.

Warga juga melayangkan surat penolakan izin dan HGU PT. RK, yang ditandatangani Kepala Desa Teluk Nangka, Kepala Desa Jangkang II, Pj Kades Kampung Baru, Kades Teluk Bayur, disertai penolakan. Namun, saat warga hendak melakukan pemetaaan dan pengecekan ulang patok batas desa antara Desa Kampung Baru daan Desa Teluk Bayur, mereka dilaporkan ke polisi. Aduannya adalah tindakan perusakan lahan.

Hingga berita ini diturunkan, tidak ada satu pun pihak perusahaan yang bisa dihubungi. Empat nomor manajer perusahaan tidak ada yang aktif. “Setelah kami bersikukuh meneruskan proses hukum, mereka tidak bisa lagi dikontak,” terang Safendi.

Tindakan PT. Rezeki Kencana telah melanggar hak-hak masyarakat Serikat Tani Darat Jaya. “Perusahaan juga melanggar Pilar kedua United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights (UNGP’s) bahwa perusahaan bertanggung jawab menghormati hak asasi manusia,” kata Agus Sutomo, Direktur Link-AR Borneo. Faktanya, perusahaan tidak berupaya mengurangi atau mencegah dampak negatif operasional korporasi.

 

Sawit yang kerap mendatangkan konflik antara masyarakat dengan perusahaan. Foto: Rhett Butler

 

HGU Cacat Hukum

Tidak adanya pelibatan masyarakat dalam penerbitan HGU, dapat menjadikan HGU tersebut batal secara hukum. “Ada kesalahan fatal yang dilakukan BPN dalam mengeluarkan HGU PT. RK, karena dalam PP 40 Tahun 1996 syarat untuk dibebankan HGU kepada pemohon, yaitu tanah yang diminta harus dibebaskan sebelumnya. Apalagi itu tanah garapan dan tanah kelola,” kata Karlo Lumban Raja, dari Sawit Watch.

Kriminalisasi terhadap warga oleh pihak kepolisian, kata dia, mengindikasikan keberpihakan alat negara itu kepada korporasi. “Seharusnya, polisi memanggil perusahaan dengan dugaan perampasan lahan.”

Link-AR Borneo sudah mengirimkan surat komplain ke RSPO terkait beberapa kasus perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Barat. Lantaran, PT. RK merupakan pemasok Wilmar yang merupakan anggota Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Salah satu prinsip RSPO adalah memenuhi hukum dan peraturan yang berlaku.

“Kasus ini dapat menjadi pijakan Willmar, untuk menghentikan pembelian hasil perkebunan kelapa sawit PT. RK atau Julong Group, karena melanggar prinsip dan kriteria RSPO.”

 

Peta sebaran gambut PT. Rezeki Kencana, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Peta: Link-AR Borneo

 

Andi Muttaqien, dari Elsam mengatakan, praktik koorporasi di perkebunan sawit skala besar sampai saat ini masih melakukan pelanggaran. “Yang dilanggar hukum pidana, undang-undang perkebunan, dan pelanggaran HAM,” katanya.

Dia juga menyoroti kejanggalan penerbitan HGU yang tidak sepengetahuan warga sekitar. Proses penerbitan HGU harus diusut, diungkap aktor-aktornya. Indikasi intimidasi perusahaan melalui anggota kepolisian harus diseriusi.

Elsam memberikan apresiasi terhadap perjuangan masyarakat, yang telah melakukan perlawanan sejak 2009, hingga sekarang. “Berbagai upaya maksimal akan dilakukan, dengan melaporkan kasus ini ke Kementerian Pertanian, Polri, dan Komnas HAM di Jakarta,” ujarnya.

Elsam, Sawit Watch, dan Link-AR Borneo menuntut RSPO turun memeriksa pengaduan tersebut. RSPO juga diharapkan segera mengeluarkan laporan penyelesaian kasus-kasus perkebunan kelapa sawit yang terjadi di Kalimantan Barat.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,