SMART Patrol, Patroli Pintar Berbasis Informasi Handal

 

 

Pengrusakan hutan dan perburuan satwa liar di Indonesia, terus terjadi. Hutan lindung, taman nasional, serta hutan konservasi tak luput dari perambahan. Pemerintah Indonesia bersama sejumlah lembaga konservasi terus berupaya menghentikan aktivitas tidak bersahabat tersebut.

Terutama, mengeluarkan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) yang merupakan Tropical Rainforest Heritage of Sumatra (TRHS) atau Situs Warisan Dunia Hutan Hujan Tropis, dari status Bahaya. Atau, List of World Heritage in Danger

Salah satu caranya adalah dengan menerapkan patroli pintar yang dikembangkan oleh WCS (Wildlife Conservation Society) melalui SMART Patrol. Maksudnya?

 

Baca: Akankah Tiga Taman Nasional Situs Warisan Dunia Ini Keluar dari Status Bahaya?

 

Dalam Modul SMART Patrol disebutkan, aplikasi tersebut bukan hanya sebagai alat untuk mengumpulkan data, tapi juga tool yang dikembangkan berdasarkan pengalaman praktis. Dirancang untuk membantu perlindungan kawasan konservasi.

SMART juga membantu manager kawasan konservasi untuk membuat rencana pengelolaan yang lebih  baik, mengevaluasi, dan mengimplementasikan aksi konservasi serta meningkatkan akuntabilitas.

 

Lebatnya hutan Kappi, di Zona Inti TNGL, adalah anugerah alam untuk kehidupan manusia dan satwa liar yang ada di dalamnya. Bukan untuk dirusak demi kepentingan sesaat dan segelintir pihak. Foto: Junaidi Hanafiah

 

SMART yang terlebih dahulu dipakai di Thailand dan Kamboja, berguna menyatukan kekuatan informasi dan akuntabilitas untuk mengarahkan sumber daya yang dimiliki wilayah-wilayah yang paling terancam.

SMART (Spatial Monitoring and Reporting Tool) ini tidak dimiliki oleh perseorangan atau satu organisasi. Melainkan tersedia secara gratis bagi komunitas konservasi. Tiga pendekatan utama tool ini adalah: software, capacity building, dan standar perlindungan wilayah.

“SMART Patrol dilengkapi perangkat untuk merencanakan, mendokumentasikan, menganalisis, melaporkan, serta mengelola data keanekaragaman hayati, data patroli atau data ancaman, dan tindakan intervensi manajemen di lapangan,” sebut Database Officer Forum Konservasi Leuser, Ibnu Hasyem, Kamis, 01 Juni 2017, di Banda Aceh.

 

Baca juga: Mereka Tidak Pernah Menyerah Menjaga Hutan Leuser

 

Ibnu Hasyem, sambil memasukkan satu persatu data lapangan yang dikumpulkan oleh 23 tim patroli di 12 kabupaten/kota di Aceh ke dalam aplikasi SMART menambahkan, patroli menggunakan SMART mulai dipakai FKL sejak 2015. Hasilnya, akurat karena datanya cukup lengkap. Aplilasi ini juga menghasilkan output berupa peta, grafik, dan tabel dari data-data yang  dikumpulkan saat patroli.

“Tim patroli setiap bulan bekerja di lapangan, lengkap dengan catatan temuan, foto hingga koordinat. Ini sangat membantu pemetaan potensi hutan, satwa, maupun tingkat keterancaman hutan dan satwanya, bahkan, dengan aplikasi ini kita bisa mendata jumlah perangkap satwa yang dibongkar atau ditemukan oleh tim patroli.”

 

Intan Setia, anak gajah sumatera yang lahir 16 Maret 2017 di Conservation Response Unit (CRU) Trumon, Kabupaten Aceh Selatan, Aceh. Nasib gajah sumatera di alam liar saat ini tak lepas dari perburuan. Foto: Junaidi Hanafiah

 

Bukan hanya itu, sambung Ibnu Hasyem, dengan aplikasi SMART, tim lapangan mengetahui instruksi yang harus dilaksanakan. Siapa dan dimana dilakukan patroli, jenis transportasi yang digunakan, serta kapan kegiatan dilakukan.

“Dengan data ini diharapkan dapat mencegah atau membatasi kerusakan hutan dan hasil hutan. SMART juga dapat diterapkan untuk mendukung sebagian besar aspek pengelolaan kawasan konservasi, seperti penelitian keanekaragaman hayati. Aplikasi SMART berfungsi untuk mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, mengevaluasi, dan melaporkan hasil kegiatan pengelolaan di lapangan,” ungkapnya.

Manager Konservasi FKL, Rudi Putra menambahkan, dengan aplikasi SMART, tim lapangan FKL telah mengumpulkan data yang cukup banyak tentang kegiatan ilegal di hutan. Mulai dari perburuan, pembukaan jalan, illegal logging, hingga perambahan hutan.

Hasil monitoring lapangan menggunakan SMART Patrol sejak Januari – Desember 2016 di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), FKL berhasil mendata ribuan kegiatan ilegal yang terjadi. Tepatnya wilayah di Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh Timur, Aceh Utara, Bener Meriah, Aceh Tengah, Gayo Lues, Aceh Tenggara, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Subulussalam, Aceh Selatan, dan Aceh singkil.

“Rinciannya, perambahan ada 1.508 kasus dengan total 9.143,4 hektare luas kawasan yang dirambah. Illegal logging yang tercatat sebanyak 1.534 kasus dengan perkiraan kayu sekitar 3.665,5 meter kubik. Selain itu, ditemukan 300 kasus penambahan panjang akses jalan serta pemusnahan 300 jerat satwa liar,” sebut Rudi akhir pekan ini.

 

Ranger atau penjaga hutan merupakan ujung tombak penyelamat hutan dan satwa liar di Leuser yang terus bergerak menjaga kawasan tersebut dari ancaman perburuan dan pembalakan liar. Tampak Ranger FKL mengikuti pelatihan SMART Patrol. Foto: Junaidi Hanafiah

 

Seluruh patroli

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Sapto Aji Prabowo menyebutkan, BKSDA Aceh sedang mempersiapkan seluruh tim patroli di kawasan konservasi untuk  menggunakan aplikasi SMART.

“Saat ini, kawasan konservasi yang dikelola BKSDA yang memakai SMART Patrol hanya  Suaka Margasatwa Rawa Singkil. Sementara, kawasan lainnya sedang dipersiapkan,” ungkapnya.

Sapto mengaku, aplikasi SMART Patrol bisa dipakai saat patroli karena dapat memberikan update informasi kawasan, potensi maupun ancaman yang terjadi. “Aplikasi ini bisa mendata secara detil ancaman maupun keadaan hutan, termasuk jalur patroli yang dilalui oleh tim.”

Jadi, sambung Sapto, dengan memakai aplikasi SMART Patrol, tim yang melakukan patroli bukan hanya berjalan di dalam hutan. Tapi juga, mencatat dan mendokumentasikan apa yang ditemukan.

“Data lapangan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam aplikasi dan sangat bermanfaat untuk perencanaan patroli selanjutnya. Bahkan, untuk laporan dan evaluasi serta tindakan yang akan dilakukan,” ungkap Sapto.

 

SMART Patrol, aplikasi ini bukan hanya sebagai alat untuk mengumpulkan data, tetapi juga dirancang membantu perlindungan kawasan konservasi. Foto: Junaidi Hanafiah

 

Di Provinsi Aceh, baik itu di Kawasan Ekosistem Leuser yang didalamnya juga termasuk Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), maupun di Ulu Masen, aplikasi SMART telah dipakai oleh WCS Indonesia Program (WCS-IP), Forum Konservasi Leuser (FKL), dan FFI Program Aceh.

WCS-IP, sebagaimana keterangan di situsnya menyebutkan, bersama ranger dari Balai Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) telah menjalankan patroli SMART tersebut. Hasilnya, patroli pintar ini membantu menangkap pelaku ilegal di hutan serta pemburu satwa liar.

Pada 2015 tercatat, tim SMART Patrol yang terdiri dari staf WCS-IP dan pihak TNGL berpatroli sepanjang 2207.923 kilometer di tiga area pengelolaan taman nasional. Pada 2015 juga, WCS-IP membentuk tiga tim patroli di Suaka Margasatwa Rawa Singkil. Tujuannya, mengurangi maraknya perburuan liar dan perambahan.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,