Mangrove Sumut Tergerus, Burung Migran pun Menyusut

 

Hasil pemantauan, burung-burung migran di Sumatera Utara terus mengalami penurunan setiap tahun diduga karena hutan mangrove sebagai tempat mereka mencari makan, terus tergerus.

Chairunas Adha Putra, biasa disapa Nchay, dari Komunitas Birdding Sumatera, mengatakan, Sumut terutama pesisir timur Deli Serdang, merupakan persinggahan burung migran cukup besar.

Fase ini, katanya, ditemukan ada 34 spesies burung air migran, enam spesies dilindungi di Indonesia yaitu kelompok gajahan, bahkan ada yang masuk status terancam punah.

Untuk burung migran yang singgah ke Sumut berfluktuasi. Dalam beberapa bulan, katanya, bisa ada 10.000-an, terutama Desember, Januari dan Februari. Bulan-bulan ini, musim puncak burung migran singgah ke Sumut.

“Bisa lebih 10.000-an pada bulan-bulan itu,” katanya Di sela Komunitas Birdding Sumatera memperingati Hari Burung Migran Dunia (World Migratory Bird Day) 2017, Mei lalu.

Pada bulan berikutnya, burung migran akan menurun, karena kembali ke wilayah mereka untuk berkembang biak, yakni pesisir Rusia maupun Tiongkok.

Jenis burung pantai biasa di pesisir pantai timur Deli Serdang, antara lain, cerek pasit mongolia, trinil kaki merah, gajah besar, dan biru laut ekor blorok.

Pesisir Deli Serdang, Asahan, sampai dengan pesisir Kabupaten Serdang Bedagai, merupakan wilayah yang sering jadi perlintasan burung migran dalam jumlah cukup besar. Mereka singgah untuk makan.

Sayangnya, jumlah mereka terus turun dari tahun ke tahun. Dia menduga, karena perubahan hutan mangrove, yang jadi sumber pangan burung pantai. Kala mangrove berkurang, akan berpengaruh pada penurunan burung migran.

Dia mengusulkan, pemerintah melakukan studi burung migran lebih serius dan monitoring guna mengetahui kondisi terbaru. Lalu, diikuti upaya konservasi wilayah pesisir, terutama mangrove dan hamparan rumput, sebagai habitat utama bagi burung pantai bermigrasi.

Indonesia, kata Nchay, belum punya konservasi burung migran. Baru status perlindungan, dalam PP Nomor 7/1999, ada beberapa burung pantai dilindungi.

“Dalam penetapan perlindungan burung migran, perlu memperhatikan data apakah terjadi penurunan, mengalami populasi tetap atau malah naik, hingga harus riset.”

Onrizal, Lektor Kepala di Ekologi Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara (USU), mengatakan, Indonesia merupakan negara dengan hutan mangrove terluas di dunia, sekitar 3,7 juta hektar.

Sebelumnya,  ada satu juta hektar mangrove hilang termasuk di Sumut, sebagian besar karena konversi jadi tambak dan perkebunan sawit. Ancaman kerusakan mangrove terus terjadi.

Kerusakan mangrove, katanya,  tentu, berdampak pada burung migran karena pakan mereka berkurang, misal, ikan-ikan yang hidup di ekosistem mangrove.

 

Terik Asia, burung pantai migran. Foto diambil Mei 2017 di Pesisir Langkat. Foto: Ayat S Karokaro

 

 

Edukasi

Pada kegiatan ini, mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Medan, fotografer, hingga peneliti dan pakar hadir dalam pemutaran video dan foto-foto hasil pemantauan komunitas Birdding Sumatera. Mereka merekam pergerakan burung migran dari seluruh dunia yang singgah di pesisir Sumatera Utara.

Fotografer senior, Andi Lubis hadir menunjukkan kebolehan dalam melakukan pengambilan dan produksi video burung air dan burung migran dari berbagai wilayah pesisir Sumut.

Kepada Mongabay dia mengatakan, salah satu alasan tertarik memproduksi visual dan audio burung air dan burung migran ini, karena memiliki tantangan tersendiri. Dia merasa perlu menyajikan video dan foto-foto ini sebagai sarana edukasi publik.

Dia bilang, banyak orang menyukai dan menonton perilaku burung. Selain hiburan juga sisi pendidikan, terutama mengenal spesies satwa ini.

Sejak 2014, dia sudah keliling ke sekolah-sekolah, memperkenalkan dan menarik minat siswa mengenai burung air dan burung migran. “Ini penting, untuk mengetahui ketertarikan anak-anak melihat burung, terlebih burung-burung itu berdekatan dengan dekat tempat tinggal mereka,” katanya.

Dalam setiap kunjungan ke sekolah, dia menampilkan sisi hiburan dengan menyelipkan edukasi. Tujuan dia, penyadartahuan kepada generasi penerus bangsa, betapa penting burung di alam liar hingga tak memburu atau membunuh mereka.

 

 

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,