Jamin Ekonomi Masyarakat, Tim Restorasi Gambut Sumsel Kembangkan Purun dan Potensi Kerbau Rawa

 

 

Dukungan masyarakat dalam mewujudkan restorasi gambut di Indonesia, khususnya di Sumatera Selatan, sangatlah penting. Namun masyarakat juga butuh jaminan sosial, ekonomi, dan budaya guna mendukung upaya tersebut. Apa yang akan dilakukan Tim Restorasi Gambut (TRG) Sumatera Selatan?

TRG mencanangkan pengembangan kerajinan purun, bambu, dan pengelolaan ikan seperti ikan asap dan ikan asin, serta peternakan kerbau rawa. Target tersebut diungkapkan usai diskusi yang digelar Mongabay Indonesia dalam merayakan usianya yang ke lima tahun di Rumah Sriksetra, Plaju, Palembang, Selasa (20/06/2017).

“Saat ini TRG Sumsel akan menjalankan program pengembangan ekonomi kreatif bagi masyarakat lokal di sekitar gambut, yang sangat arif terhadap lingkungan, khususnya lahan gambut. Ini merupakan upaya kita agar restorasi gambut memberikan dampak positif bagi masyarakat, khususnya ekonomi,” kata Dr. Najib Asmani, Koordinator TRG Sumsel.

“Pada tahap awal, kita akan mengembangkan kerajinan purun, bambu, pengolahan ikan, juga peternakan kerbau rawa, di wilayah Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI),” kata Najib.

 

Baca: Cegah Kebakaran, Capaian Realistis Awal Restorasi Gambut di Sumatera Selatan

 

Mengapa di Kabupaten OKI? “Sebab di kabupaten ini paling banyak lahan gambut yang terbakar, dibandingkan daerah lain. Dari sekitar 700-an ribu hektare lahan gambut di Sumsel yang terbakar, hampir setengahnya terjadi di Kabupaten OKI. Menurut analisa kami, kebakaran tersebut juga disebabkan berbagai aktivitas pertanian dan perikanan, yang selama ini tidak arif terhadap lahan gambut,” jelasnya.

Padahal, katanya, selama puluhan tahun, masyarakat di Kabupaten OKI telah mengembangkan usaha kerajinan dan pengolahan ikan yang sangat arif terhadap lingkungan, termasuk peternakan kerbau rawa. “Produknya berbagi bentuk kerajinan purun, bambu, pengolahan ikan asap, ikan asin, puan dari susun kerbau, dan lainnya.”

Hanya, sumber ekonomi yang arif dengan lingkungan tersebut mulai ditinggalkan masyarakat karena pemasarannya tidak berkembang atau sumber bahan bakunya mulai berkurang. “Misalnya, kerajinan purun dan bambu mulai jarang dikerjakan masyarakat karena pemasaran yang lemah, sementara ikan dari alam sudah mengalami kekurangan sejalan rusaknya gambut.”

Jadi, dalam mengembangkan hal tersebut, TRG Sumatera Selatan bukan hanya memberikan bantuan modal, tetapi juga pelatihan terkait manejemen dan peningkatan kualitas produksi. “Kita hadirkan para ahlinya untuk memberikan ilmu dan membimbing mereka, sehingga apa yang diberikan berkelanjutan,” kata Najib.

 

Ruslah (58), “guru” penganyam purun dari Kabupaten OKI, Sumsel, saat menunjukan cara menganyam purun di sela-sela Jambore Masyarakat Gambut di Jambi, 5-7 November 2016 lalu. Foto: Taufik Wijaya

 

Restorasi gambut bukan memiskinkan

Dr. Yenrizal Tarmizi dari UIN Raden Fatah menilai minimnya dukungan dari masyarakat terhadap restorasi gambut karena tidak ada jaminan ekonomi bagi mereka. “Bahkan restorasi gambut mereka nilai sebagai program yang memiskinkan. Sebab mereka tidak dapat lagi bertani dan berkebun atau bertambak udang dan ikan di lahan gambut. Ini dikarenakan aktivitas seperti membakar dan membuka lahan sudah dilarang karena merusak gambut dan menyebabkan kebakaran,” jelasnya.

Jadi, langkah yang dilakukan TRG Sumatera Selatan dengan mengembangkan perekonomian masyarakat sekitar gambut yang arif terhadap lingkungan sangatlah penting untuk didukung semua pihak.

“Memang upaya ini membutuhkan waktu dan ketekunan tersendiri bagi masyarakat dan pendampingnya. Tidak dapat diambil hasilnya dengan cepat. Tetapi jika sudah berhasil, ini akan berkelanjutan, sehingga masyarakat tidak harus merusak gambut untuk mendapatkan sumber pendapatan,” ujarnya.

 

Kerbau digunakan sebagai tenaga angkutan di Desa Riding, OKI. Foto: Benyamin Lakitan

 

Berdasarkan pemantauan Mongabay Indonesia, ada beberapa wilayah yang menjadi sentra purun dan bambu. Misalnya di wilayah Kecamatan Pedamaran, Pampangan dan Pangkalan Lampan. Sementara kerbau rawa berada di Pangkalan Lampan dan Pampangan.

Menurut Heru Slamet, warga Riding, jumlah kerbau di Riding ribuan ekor. “Permintaan daging kerbau dari Riding cukup tinggi, termasuk menjelang perayaan Idul Fitri,” katanya. Kerbau yang dijual beratnya berkisar 300 – 360 kilogram.

Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin beberapa tahun lalu ingin mengembangkan potensi kerbau rawa ini. Selain di Kabupaten OKI, Alex juga menginginkan pengembangan di Kabupaten Banyuasin. Sebab permintaan susu kerbau di pasar international sudah mulai meningkat.

Sementara Ruslah (58), seorang pengrajin dan sering dijadikan pelatih kerajinan purun, beberapa waktu lalu, menjelaskan persoalan pengembangan kerajinan purun di Kabupaten OKI yang terkendala pemasaran. Dia memperkirakan produksi purun kalah bersaing dengan produk rumah tangga yang menggunakan bahan plastik.

“Jika ekonomi kami baik, saya percaya tidak banyak lagi di antara kami akan membuka hutan atau menjadikan lahan gambut sebagai sawah atau perkebunan, yang dinilai menjadi penyebab kebakaran. Di antara kami terpaksa melakukan itu karena mau makan,” ujarnya.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,