Akibat Sampah, Laut Indonesia Bakal Hadapi Tiga Ancaman Serius

 

 

Perairan lndonesia kini sedang menghadapi ancaman serius akibat persoalan sampah yang terus bertambah dari waktu ke waktu. Jika tidak segera diatasi, sampah bisa mengancam aspek tradisional, kriminal, dan alam. Hal ini diungkapkan Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim Kemenko Bidang Kemaritiman Arif Havas Oegroseno.

Agar permasalahan sampah bisa diselesaikan, Arif menyebut, perlu tindakan langsung dari negara di ASEAN. Hal itu, karena sampah yang ada di perairan Indonesia, asalnya bisa dari berbagai negara di dunia, terutama ASEAN.

“Ancaman ini sudah disadari oleh anggota Asean Inter-Parliamentary Assembly (AIPA). Mereka tahu, sampah plastik di laut bisa mengancam keberlangsungan hidup manusia,” ungkap dia di Jakarta belum lama ini.

Havas mengatakan, tidak hanya mengancam laut Indonesia, tiga ancaman yang sudah disebut di atas, juga nyata mengancam lautan dunia. Oleh sebab itu, dia mengimbau ke semua negara untuk bisa bekerja sama menyelesaikan persoalan sampah dengan baik dan terencana.

“Ada tiga ancaman terhadap laut kita, yakni ancaman tradisional, kriminal, dan yang disebabkan alam,” papar dia.

Havas menjelaskan, untuk ancaman tradisional adalah ancaman yang disebabkan oleh kegiatan penangkapan ikan yang masif dan serampangan. Kemudian, ancaman kriminal adalah ancaman yang disebabkan penangkapan ikan secara ilegal, penyelundupan orang, penyelundupan senjata maupun narkoba.

“Lalu ancaman ketiga adalah ancaman yang berasal dari alam namun sebenarnya juga disebabkan oleh ulah manusia yang terkait dengan kondisi perubahan iklim,” tambah dia.

 

Fajar nan indah di Pulau Bunaken. Foto: Rhett Butler/Mongabay

 

Perubahan iklim

Untuk ancaman yang disebut terakhir, Havas mengatakan, itu adalah bentuk ancaman di laut yang dulu tidak pernah disadari oleh manusia. Ancaman seperti itu, contohnya fenomena pemutihan karang dan naiknya permukaan air laut yang akhir-akhir ini terjadi di berbagai wilayah perairan dunia.

Havas menuturkan, naiknya permukaan air laut bisa menyebabkan hilangnya permukaan tanah selebar 500 meter dan itu berpotensi menghilangkan lebih dari 150 rumah di pinggir pantai di sebelah utara Pulau Jawa. Permasalahan seperti itu, ternyata tidak hanya dihadapi Indonesia, melainkan juga negara lain di dunia, terutama Asia Tenggara.

“Dengan sangat menyesal, saya katakan kita tidak siap untuk menghadapi munculnya masalah-masalah baru ini,” katanya.

Dengan hilangnya wilayah di pesisir, Havas menyebut, itu akan menyebabkan masalah baru lebih besar lagi karena Pemerintah harus memindahkan warga yang menjadi korban. Tak cukup disitu, permasalahan lain muncul lagi, karena selain harus pindah rumah, warga penghuni kawasan yang hilang, juga harus kehilangan mata pencaharian yang menjadi sumber kehidupan mereka.

“Itu sudah terjadi di negara-negara pulau seperti Palau. Negara ini telah memindahkan sebagian penduduknya dari kawasan pantai ke daerah pegunungan akibat hilangnya sebagian wilayah pesisir karena naiknya permukaan laut,” ungkap dia.

Lebih jauh Havas menjelaskan, perubahan iklim yang sedang terjadi saat ini, disebabkan banyaknya sampah plastik yang ada di laut. Kondisi itu, kata dia, akan semakin parah jika saat ini tidak dilakukan penanganan yang tepat untuk membersihkan sampah yang ada di laut.

“Pada 2050 nanti, akan lebih banyak ikan yang mengonsumsi plastik bila penduduk dunia tidak segera mengangani sampah plastik di laut dengan hati-hati,” tambah dia.

Untuk Indonesia sendiri, Havas menyebut, pada 2014 dan 2015 sudah pernah dilakukan penelitian tentang pencemaran plastik mikro di dalam pencernaan ikan. Penelitian tersebut dilakukan oleh University of California Davis.

“Hasilnya adalah 28 persen dari sampel ikan di pasar tradisional di Makassar makan plastik. Sementara itu, 67 persen ikan di salah satu tempat di California juga makan plastik. Ikan-ikan tersebut kalau dikonsumsi manusia bisa berbahaya,” papar dia.

“Ini merupakan tanggung jawab semua orang, mulai dari pemerintah, parlemen dan masyarakat. Harus ada perubahan pola pikir di masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan agar sampah tidak berakhir di laut,” tambah dia.

 

Perubahan iklim, permasalahan lingkungan meresahkan yang dihadapi masyarakat dunia saat ini. Foto: Rhett Butler/Mongabay

 

Kemiskinan pesisir

Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan, sampah plastik yang bertebaran di perairan Indonesia, diyakini bisa menimbulkan dampak buruk yang tidak pernah diduga sebelumnya, yakni kemiskinan.

Hipotesa tersebut dikatakan, karena Luhut sudah melihat bahwa sampah plastik di laut selama ini sudah menimbulkan kerugian yang tak sedikit. Bahkan, dia tak ragu menyebut angka USD1,2 miliar.

“Itu untuk kerugian yang ada di bidang perikanan, perkapalan, pariwisata dan bisnis asuransi,” ujar dia.

Menurut Luhut, dengan kerugian sebesar itu yang berasal dari berbagai bidang, sampah plastik jika tetap dibiarkan bisa menimbulkan dampak lebih buruk di masyarakat. Dampak yang dimaksud, adalah pengangguran dan itu bisa memicu kenaikan angka kemiskinan di masyarakat.

Agar sampah plastik tidak semakin banyak, Luhut mengaku, Indonesia sekarang sudah menjalin kerja sama dengan Bank Dunia dan Denmark untuk mengadakan penelitian di 15 lokasi. Selain itu, dia mengklaim, Indonesia juga sudah menjalin kerja sama dengan Amerika Serikat untuk kepentingan penelitian ikan yang mengonsumsi plastik di laut.

Semakin tingginya produksi sampah di laut, Luhut mengimbau kepada negara-negara di ASEAN untuk bisa sama-sama terlibat mengatasi persoalan sampah di laut. Dengan bekerja sama di masing-masing negara, dia yakin persoalan sampah ke depan secara perlahan bisa diatasi.

Selain menjalin kerja sama dengan negara lain, Luhut mengungkapkan, pihaknya juga sudah menyiapkan Rencana Aksi Nasional (RAN) untuk mengatasi persoalan sampah plastik di laut. Beberapa rencana yang sudah disiapkan, di antaranya bagaimana mengubah perilaku masyarakat berkaitan dengan pengelolaan sampah, khususnya sampah plastik.

“Beberapa penelitian menunjukkan, sampah plastik banyak dibuang dari kapal-kapal di perairan. Sampah plastik di dunia ini ternyata dua pertiganya datang dari perairan Asia Selatan,“ ucap dia.

Rencana aksi berikutnya yang sudah masuk agenda, kata Luhut, adalah mengurangi kebocoran berbasis lahan, kebocoran berbasis laut, mengurangi produksi dan penggunaan plastik. Kemudian, meningkatkan mekanisme pendanaan, reformasi kebijakan dan yang terpenting penegakan hukum.

“Pada tingkat daerah kami bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk mengelola limbah dan meminta mereka mencegah pembuangan sampah plastik ke laut,” sebut dia.

Pernyataan senada juga diungkapkan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyikapi sampah plastik di laut Indonesia. Menurut dia, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan berencana melakukan sosialisasi kepada pemerintah daerah terkait penutupan mulut sungai yang menuju laut dengan jaring.

“Kita hitung mulut sungai berapa. Minimal action dulu. Jadi sampah dari darat jangan sampai ke laut. Ditutup pakai jaring, supaya sampahnya berhenti. Bisa dihitung itu sungai di Pulau Jawa berapa,” ujar dia.

Sementara, Kepala Badan Riset Sumber Daya Manusia (BRSDM) Kelautan dan Perikanan Zulficar Mochtar mengatakan, untuk bisa menanggulangi permasalahan sampah, khususnya plastik di laut, diperlukan kajian kerentanan pesisir terhadap bencana sampah.

“Kita sudah melakukan riset untuk mendukung upaya rencana aksi bersama Kemenko Maritim,” ungkap dia.

Adapun riset yang telah dilakukan peneliti di BRSDM, kata Zulficar, memahami hidrodinamika dan pergerakan cemaran sampah di perairan pantai, dengan parameter fisik dan kimia seperti tutupan lahan di DAS, batimeteri, arus, gelombang, pasang surut, dan iklim.

Pemahaman ini, lanjut Zulficar, menjadi dasar dalam memberikan rekomendasi manajemen pengelolaan sampah plastik di laut. Mengingat, sampah yang ditemui di suatu perairan kadang berasal dari luar daerah tersebut, sehingga pengelolaan sampah plastik pun perlu melibatkan banyak pihak.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,