Sawit Masuk Gane, Kebun Kelapa Warga Terserang Hama

 

Mata Sanusi,  berkaca-kaca. Rabu, (6/9/17), lelaki asal Gane Dalam itu bertutur soal kondisi menyedihkan dalam tiga tahun ini di kampung mereka. Kumbang tanduk menyerang kebun kelapa, tanaman rusak hingga gagal panen.

Sanusi adalah Ketua Kelompok Petani Kopra. Hari itu, dia bersama Hardi Salman, sesama petani mendatangi Kantor Walhi Maluku Utara di Ternate, untuk menyampaikan masalah mereka.

“Sejak perusahaan sawit PT Korindo masuk di wilayah kami, tanaman diserang hama. Puluhan petani kelapa gagal panen,” katanya.

Mereka pakai perahu bermesin tempel dari Gane Dalam menuju Labuha, Halmahera Selatan. Tiga jam perjalanan di laut dengan medan sulit, dilanjutkan kapal penumpang ke Ternate, sore hari.

Setiba di Ternate, mereka ke Kantor Walhi Malut. Di kantor LSM lingkungan ini mereka mengadu dengan harapan dapat terdengar pemerintah daerah maupun pusat.

“Saya datang ke sini dengan harapan suara kami dari pulau kecil (Gane) dapat terdengar baik pemerintah daerah maupun pusat. Hanya orang-orang yang peduli nasib petani yang akan melihat kami,” kata Sanusi.

Dia bercerita, dulu dari kelapa satu hektar, petani bisa membuat kopra lebih 100-800 kilogram. Sekarang, paling tinggi hanya 50 kilogram.

“Banyak petani gagal panen.”

Warga mendesak perusahaan ganti rugi. Perusahaan menolak dengan alasan penyebab hama bukan perusahaan. “Perusahaan bilang, hama yang makan tanaman, bukan perusahaan, masak perusahaan yang bayar?”

Tahun 2016, Dinas Pertanian Halmahera Selatan pernah kunjungan ke Gane. Saat itu, petani mengeluhkan hama mewabah. Sayangnya, hingga sekarang belum ada respon lanjutan pemerintah.

Pekan kemarin, di Padepokan Dou Kafi, Kota Tidore Kepulauan, keduanya mewakili masyarakat Desa Gane Dalam, bersama Walhi Malut tatap muka bersama Transformasi untuk Keadilan (TuK) Indonesia.

Mereka melaporkan perkembangan terakhir sejak Korindo didesak memoratorium lahan dengan lakukan penilaian kawasan bernilai konservasi tinggi (high conservation value/HCV) di konsesi seluas 11.003,09 hektar. Ia masuk hutan produksi konversi dalam wilayah administrasi Kecamatan Gane Timur Selatan dan Gane Barat Selatan.

 

Kelapa warga di kebun. Kebun kepala warga Gane, terserang hama kembang sudah tiga tahun ini. Foto: Walhi Sumut/ Mongabay Indonesia

 

Sejak 2016, nyaris seluruh tanaman perkebunan bulanan dan tahunan masyarakat rusak terserang kumbang tanduk.

“Kumbang tanduk  ini memakan pelepah atau tangkai kelapa yang biasa kami sebut mafafa. Setelah kumbang tanduk melubangi pelepah, barulah kumbang lain menggerogoti isi (kelapa),” ucap Sanusi.

Andre Roberto, General Manager  Corporate HRG & GA Korindo Group membenarkan, memang ada serangan hama kumbang di kebun sawit perusahaan di Halmahera, juga masuk ke kebun kelapa masyarakat.

Hama kumbang, katanya,  bukan hal baru dan sering menyerang kebun kelapa di seluruh Indonesia.

Saat ini, ucap Andre,  perusahaan menganalisa hama bersama ahli dari lembaga PPKS Medan dan mencoba menggunakan Feromon trap untuk mengatasinya.

Berdasarkan hasil analisa dan rekomendasi PPKS, dalam waktu dekat perusahaan akan membantu petani kelapa di Gane pakai Feromon trap mengatasi hama secara efektif dan ramah lingkungan.

 

Mulai buka lahan plasma

Belum selesai soal gagal panen karena serangan hama sexsava, masyarakat Gane Dalam harus berhadapan dengan rencana pembukaan lahan baru untuk perkebunan plasma seluas 2.900 hektar oleh perusahaan sawit itu.

Sebagian besar masyarakat menolak karena pembukaan lahan akan menghilangkan tanaman unggulan mereka, yakni kelapa, cengkih, dan pala.

Hardi, warga Gane Dalam menuturkan, bisa sekolah dari hasil kebun. orangtua, petani kelapa. Kini, dia khawatir, perusahaan menjanjikan mereka akan jadi model plasma-inti. “Perusahaan menjanjikan, jika perkebunan plasma diterima, masyarakat akan sejahtera,” katanya.

 

Pepohonan mulai ditiebangi…Foto: Walhi Malut/ Mongabay Indonesia

 

Berhubung telah melihat dampak perkebunan sawit yang masuk di wilayah mereka, sebagian besar masyarakat Gane Dalam, menolak plasma. Mereka khawatir, lahan produksi warga tergerus.

Perusahaan membuat koperasi inti yang membawahi tiga koperasi di Desa Yamle, Sekli, dan Gane Dalam untuk perkebunan plasma.

“Bahkan, masyarakat ditawarkan kerjasama membuat kios-kios kecil untuk suplai konsumsi karyawan,” katanya.

 

Hutan hilang

Mengenai serangan hama dan masalah petani, TuK Indonesia dan Walhi Malut menduga kasus ini dampak dari pembukaan hutan massif di Teluk Gane untuk jadi perkebunan sawit sejak 2011 oleh PT GMM, anak usaha Korindo Group. Dugaan ini masih akan didalami.

“Terpenting, bagaimana mencari solusi atas persoalan ini. Harus disikapi semua stakeholder khusus Pemerintah Halmahera Selatan,” kata Ismet Solaeman dari Walhi Malut.

Ite, biasa disapa, mengatakan, mayoritas pemukim desa-desa di Gane Barat Selatan dan Gane Timur Selatan berada di pesisir pantai. Eksploitasi kayu skala besar pada hulu DAS,  berdampak langsung pada sumber kebutuhan penting di hilir seperti sumber air.

Mayoritas pemukim di Teluk Gane adalah petani subsisten. Hampir di setiap rumah tangga memiliki ladang tanaman bulanan dan kebun kelapa. Kopra menjadi andalan. Sudah lazim kebun kelapa jadi jaminan kepada pengusaha di Desa Gane Dalam dan desa tetangga dalam mendapatkan pinjaman longgar.

Saat panen tiba, harga kopra dari hasil penjualan saat masuk ke gudang pengusaha dipotong pelunasan utang.

Meski kultur dominan adalah peladang, namun wilayah kelola di kelilingi laut dengan potensi besar kelautan. Para peladang akan menangkap ikan seperlunya, sekadar memenuhi asupan protein keluarga.

Dalam menjaga dan mengembangkan model kelola wilayah, masyarakat setempat juga melakukan berbagai upaya perbaikan lingkungan dan pengayaan vegetasi dengan tanam bakau di sepanjang pantai yang kondisi vegetasi mangrove menurun. Warga juga pembibitan tanaman yang bernilai ekonomi bagi keluarga.

Potensi alam yang terkandung di Perairan Teluk Gane seperti kerapu, tongkol, tuna tetap terjaga. Sebagian besar tutupan mangrove  masih padat tetapi di beberapa area padang lamun, terumbu karang memutih.

Menurut dia, kebijakan perizinan investasi berbasis lahan harus mengsinergikan dengan rencana penataan ruang dan pola pengelolaan ekonomi basis kehidupan masyarakat tempatan. “Sejauh itu menunjang incame dan dijalankan dengan prinsip keberlanjutan.”

 

Bibit sawit Korindo. Foto: Walhi Malut/ Mongabay Indonesia

 

Perkuat komoditas lokal, mengapa harus sawit?

Soal izin arahan lokasi oleh mantan Bupati Halmahera Selatan, Muhammad Kasuba di tiga wilayah Gane, Barat Selatan, Gane Timur Selatan, dan Kepulauan Joronga, kepada Korindo,  merupakan keputusan keliru.

Topografi Teluk Gane, katanya,  cenderung bertebing dan telah terdapat lahan produktif komunitas-komunitas tempatan yang masuk areal perusahaan.

Buntutnya, dari bertani dan berkebun, masyarakat berubah jadi buruh perkebunan di tanah sendiri. Ada 1.342 keluarga Gane Barat Selatan bergantung pada pertanian non sawah.

Data dari Halmahera Selatan dalam Angka 2016, luas lahan kepemilikan per keluarga rata-rata dua hingga delapan hektar, seluas 25.228,10 hektar.

“Sangat disesalkan, gencarnya kampanye swasembada pangan dari pemerintah tak sejalan dengan implementasi kebijakan sektoral di wilayah rural kepulauan kecil Halmahera Selatan,” ucap Ite.

Laporan dari BPBD Maluku Utara terkait data prevalensi ketahanan pangan berdasarkan peta ketahanan dan kerawanan pangan (FSVA), Halmahera Selatan merupakan zona merah (meliputi seluruh wilayah administratif kepulauan)  dan terindikasi rentan kerawanan pangan.

Ketahanan pangan ini merosot, katanya berdasarkan sembilan indikator, pertama, ketersedian pangan, kedua, akses pangan, ketiga, pemanfaatan pangan dan keempat, gizi.

Sayangnya, sebagian besar basis kelola masyarakat di perkampungan tak ada tunjangan. “Justru dipangkas atau beralihfungsi untuk investasi perkebunan sawit.”

Melihat berbagai masalah warga ini, Walhi dan TuK serta warga Gane meminta Pemerintah Halmahera Selatan, tak memberikan konsesi untuk perkebunan sawit tetapi menguatkan sektor yang menunjang ekonomi masayarakat sejak lama seperti kopra, pala, cengkih, dan tanaman pangan lain.

Mereka juga menuntut, setop rencana perkebunan inti-plasma di areal yang tak masuk konsesi perusahaan, seperti di Talaga, Kecamatan Gane Barat Selatan. Kalau terus jalan, bisa memicu konflik horizontal karena daerah itu banyak kebun kelapa warga. “Perlu peran pemerintah karena di level masyarakat ada pro kontra soal kebun inti-plasma ini.”

 

Pala, salah satu komoditas yang jadi penghidupan warga Gane. Foto: Walhi Malut/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,