Barter Satu Saset Kopi dengan Satu Bibit (Bagian 3)

 

Sebuah inisiatif dikampanyekan anak-anak muda yang mendukung pertanian kopi Bondowoso. Namanya Satu Saset Satu Bibit. Jadi tiap membeli satu saset kopi, anda sudah berkontribusi mengadakan satu bibit kopi.

Ijen Coffee, merk yang dikembangkan sejumlah anak muda ini untuk menyembatani petani dengan publik terutama anak muda. Lewat akun media sosial, mereka membagi informasi apa itu kopi Bondowoso, siapa petani, dan informasi ketelusuran produk kopi yang dijual. Saat ini, mereka juga mengembangkan ekowisata kopi bekerjasama dengan kelompok petani.

“Trekking ke lahan petani, biar tahu trahnya kopi yang mereka beli, petani siapa lahan di mana,” kata Friska Kalia, anak muda salah satu pegiat Ijen Coffee. Trah ini diperlihatkan dalam kemasan. Misalnya jenis Specialty Coffee, elevation 900-1500mdpl, region Sumber Wringin, Bondowoso, roasting medium.

(baca : Menyandingkan Kopi dan Hutan di Bondowoso, Bagian 1)

Salah satu edukasi yang ditawarkan Ijen Coffee adalah beli kopi mendukung pengadaan bibit ini. Agustus lalu selama beberapa pekan diluncurkan, sudah 100 saset yang terjual, artinya akan ada 100 bibit kopi untuk petani.

Friska dan rekannya menyediakan sebuah wadah transparan bagi mereka yang ingin menyumbang sukarela dari program satu saset satu bibit ini. Tiap donatur mengambil jumlah saset yang diinginkan, lalu uangnya dimasukkan ke wadah.

Salah satu kedai penyokong inisiatif ini dengan menjual saset-saset kopi adalah kedai Beruang Seduh. Menyediakan olahan kopi dan susu. Beruang Seduh adalah satu dari sekitar 15 kedai yang berjualan tiap bulan di Kampung Kopi yang difasilitasi Pemerintah Kabupaten Bondowoso.

Teguh Sifuyung Fandy, pemiliknya memajang saset-saset kopi yang dibuat khusus dengan teks-teks pesan menarik. Misalnya, writing tresno jalaran ngopi bareng mben dino. Ada juga a cup of coffee makes everything easier, dan lainnya.

 

Satu Saset Satu Bibit adalah kampanye dari Ijen Coffee untuk edukasi warga terlibat dalam pertanian kopi hutan Bondowoso, Jatim. Foto Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Adria Natalisa, pegiat Ijen Coffee lainnya sedang mengampanyekan ekowisata perkebunan kopi. Wisata jalan-jalan ke kebun, bertemu petani, dan membuat kopi di lokasi. “Misinya memperkenalkan cita rasa dan karakter kopi asli Bondowoso,” kata perempuan muda ini. Juga membantu para petani dalam hal promosi karena biasanya petani belum mengenal media sosial. Termasuk membantu pengemasan.

Perkebunan kopi di Bondowoso saat ini memang terlihat rapi terawat dengan pohon peneduh yang tinggi-tinggi. Ketika mengikuti jalan menanjak menuju gunung Ijen, di kanan kiri terhampar kebun kopi. Model tumpang sari beragam. Ada yang menambahkan cabe di sela-sela tanah kosong jika sinar matahari masih cukup menyinari.

Aktivitas hulu dan hilirnya terasa selaras karena anak-anak muda ini terlibat seperti membuat olahan kopi dengan membangun warung-warung kopi. Menjadi barista, peracik kopi atau fokus mengolah biji kopi dengan menjadi roaster.

Salah satunya, Sigit Kurniawan. Anak muda yang menekuni keahlian memanggang kopi dengan mesin. Dengan telaten ia mencatat perubahan wujud dan warna biji kopi tiap menit. Ia mengaku belajar otodidak. Sebagai roaster, ia harus tahu cara dan teknik pengolahan kopi pasca panen. Misalnya fermentasi, penjemuran, dan pengoperasian mesin.

“Harus mengerti putaran mesin agar biji kopi panasnya merata, memeriksa suhu, blend level yang pengaruhi citarasa,” tuturnya. Jika dulu biji kopi dipanggang dengan cara digoreng atau sangrai di penggorengan, sekarang serba mesin.

(baca : Sejarah Kopi Bondowoso dalam Buku Republik Kopi, Bagian 2)

Riswanda Imawan, pemilik Nine Coffee Roastory mengatakan pengolahan kopi pasca panen makin banyak menarik minat muda seiring makin bersaingnya kedai kopi. Ia sendiri menambahkan elemen mesin roasting di kedainya untuk menumbuhkan generasi yang mengerti rasa dan kualitas kopi. Jika menampilkan alat, menurutnya lebih mengundang orang bertanya lebih dalam soal kopi.

“Sektor hilir harus dapat akses peningkatan kapasitas. Dukungan dana, peralatan, event, dibarengi mental sumber daya manusianya,” urai anak muda ini.

Sumarhum, petani kopi Arabika dari Kelompok Coffe Java Ijen Sukosari mengatakan petani sebelum 2010 identik kemiskinan. Sampai Bupati mengumpulkan beberapa pihak kerjasama penyedia teknik, lahan, dan modal. Ia menyebut harga green bean sebelumnya hanya Rp8000 per kg. Setelah penandatanganan MoU antar pihak, harga jadi Rp35 ribu per kg. Memasarkan juga tak jauh karena eksportir ada di Bondowoso.

 

Memanggang (roasting) kopi dengan mesin oleh anak muda Bondowoso,Jatim, yang makin tertarik mengenal usaha hilir pertanian. Foto Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

Veronica Herlina dari Sustainable Coffee Platform of Indonesia (SCOPI) menyebut industri kopi harus fokus ke kesejahteraan petani. “Kami bangga dengan bupati yang fokus. Kita baru lahir 2 tahun ini tapi punya gandengan daerah yang konsisten pemberdayaan kopi,” katanya. Pihaknya berkontribusi membuat pelatihan training for trainer untuk melatih petani dan mitranya. Peserta sekitar 60 orang dari 15 provinsi, dilaksanakan di Bondowoso. Selain itu bersama lembaga lain seperti Global Coffee Platform dan IDH-The Sustainable Trade Initiative membuat modul untuk kurikulum nasional praktik pertanian dan pasca panen kopi Robusta dan Arabika yang baik.

Evani Joselyn, seorang barista dan pengusaha kopi mengaku terkesima dengan varian kopi Bondowoso, seperti Kartika dan Blue Mountain. “Memuaskan dari sisi acidity, body dapat semua. Yang saya harapkan warga bangga produk nusantara. Kopi bagus harus dibagikan ke masyarakat jangan hanya diekspor,” pintanya.

Dalam Festival Kopi Nusantara ke-2 pada akhir Agustus lalu, sejumlah lomba digelar terkait keahlian dan citarasa kopi di Indonesia. Misalnya peserta kompetisi brewing 50 orang, roasting 20 orang, dan lomba kopi specialty diikuti 132 jenis kopi nusantara.

Terpilih 10 terbaik dari 132 daerah. Untuk Arabika adalah Toraja-Sulawesi Utara, Samboga-Bandung, Prigen-Pasuruan, Kelendung-Temanggung, Kaliwining-Banjarnegara, Ijen Raung-Bondowoso, Flores Bajawa- Ngada, Bumiaji-Batu-Malang, Bowongso-Wonosobo, dan Bandung.

Sementara Robusta, 10 terbaik adalah Wonotunggul-Batang-Jateng, Wewena-Sumba Barat Daya, Tani Maju 3-Bondowoso, Maesan-Bondowoso, Kandangan-Temanggung, Kalipucang-Tutur-Jatim, Bangumudal-Pemalang, Wonotunggal-Batang, Sapuran-Wonosobo, dan Dampit-Malang.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,