Indonesia Siapkan Dana Rp13,4 Triliun untuk Bersihkan Sampah Plastik di Laut

 

Penanganan masalah sampah di laut yang menjadi konsentrasi Indonesia saat ini, terus dilakukan dengan serius. Dalam menjalankan rencana aksi nasional (RAN) untuk penanganan sampah di laut, Pemerintah Indonesia juga berjanji akan mengucurkan anggaran sebesar USD1 miliar atau setara Rp13,4 triliun untuk program tersebut.

Pernyataan tersebut diungkapkan Deputi Bidang Kedaulatan Maritim Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Arif Havas Oegroseno pekan lalu. Menurut dia, dana tersebut akan digunakan untuk melaksanakan RAN penanganan sampah, terutama sampah plastik yang ada di perairan laut Indonesia.

(baca : Sampah Plastik Semakin Ancam Laut Indonesia, Seperti Apa?)

Arif Havas mengatakan, selain dilakukan langsung oleh Pemerintah, penanganan sampah di laut juga akan melibatkan sektor swasta dan sekaligus masyarakat yang ada di seluruh provinsi. Keterlibatan mereka, diyakini dia akan membawa dampak signifikan dalam pelaksanaan RAN penanganan sampah di laut.

“Pemerintah sadar, bahwa upaya itu tidak cukup tanpa kontribusi sektor swasta dan masyarakat,” jelas dia.

Agar isu penanganan sampah di laut bisa lebih menggema, Arif Havas mengungkapkan, Pemerintah Indonesia berinisiatif membentuk sebuah Aliansi untuk Solusi Sampah Plastik Laut atau Alliance for Marine Plastic Solutions (AMPS). Pembentukan aliansi tersebut, menjadi upaya untuk mempercepat penanganan sampah yang ada di wilayah perairan dunia, terutama di Indonesia.

“Ini upaya yang penting untuk mencegah kerugian ekologi dan ekonomi yang makin besar karena rusaknya keanekaragaman hayati dan sumberdaya laut,” tambah dia.

(baca : Begini Aliansi Pemerintah dengan Swasta untuk Solusi Sampah Plastik di Laut)

 

Sampah plastik yang mengotori lautan merupakan persoalan global yang harus kita selesaikan bersama. Foto: Pixabay/ sergeitokmakov/Public Domain

 

Selain membentuk aliansi, Arif Havas menjelaskan, dia juga menemui sejumlah calon investor yang menyatakan ketertarikannya untuk menangani sampah, terutama sampah plastik yang ada di perairan laut Indonesia. Para calon investor tersebut, diakui dia, berasal dari negara asing dan semuanya menyatakan ketertarikan untuk menangani sampah yang dapat meningkatkan kapasitas daur ulang.

Arif Havas mengungkapkan, permasalahan sampah di laut harus segera dipecahkan, karena jika itu dibiarkan bisa berdampak pada sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia, terutama yang tinggal di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

“Sampah plastik dan sampah perkotaan di seluruh dunia telah membengkak hingga pada jumlah yang mengkhawatirkan. Dari sebuah penelitian yang dikutip oleh situs ourocean2017.org, di beberapa wilayah, plastik mikro di laut jumlahnya bahkan lebih banyak daripada plankton dengan perbandingan 6 berbanding 1,” papar dia.

(baca : Akibat Sampah, Laut Indonesia Bakal Hadapi Tiga Ancaman Serius)

Tentang RAN yang sudah diluncurkan beberapa waktu lalu, Arif Havas menuturkan, bahwa itu dibuat untuk dijadikan peta jalan dalam mengatasi sampah plastik laut. Dengan demikian, pada 2025 mendatang, Indonesia diharapkan sudah bisa mengurangi sampah plastik di laut hingga 70 persen.

Selain fokus membersihkan sampah di laut, Arif Havas menerangkan, RAN yang sudah dilaksanakan tersebut, juga akan fokus bagaimana membersihkan sampah, khususnya sampah plastik yang ada di perairan sungai dan pantai.

Dengan penanganan yang sama di sungai dan pantai, Arif Havas berharap, volume sampah dan sampah plastik di laut bisa terus berkurang dan secara perlahan jumlah produksinya juga bisa terus menurun dari daratan.

 

Sampah di lautan, menjerat seekor penyu yang berenang diantara lautan sampah. Sumber: NOAA

 

Ancam Laut Indonesia

Direktur Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri RI Jose Tavares mengatakan, permasalahan sampah yang ada di laut dari hari ke hari memang semakin tak terbendung. Volume sampah yang ada di laut, juga terus meningkat dengan cepat. Kondisi itu, menjadikan laut sebagai kawasan perairan yang rawan dan menghadapi persoalan sangat serius.

“Setiap tahun sedikitnya 12,7 juta metrik ton sampah plastik yang diproduksi di daratan dibuang ke laut di seluruh dunia. Sampah plastik ini tidak hanya mencemari lautan, tapi juga membahayakan kelangsungan makhluk hidup, termasuk kita,” ucap dia.

Jose Tavares mengatakan, sampah plastik yang berasal dari daratan dan dibuang ke laut jumlahnya mencapai 80 persen dari total sampah yang ada di laut. Sampah-sampah tersebut masuk ke lautan, disebabkan oleh pengelolaan sampah yang kurang efektif dan perilaku buruk dari masyarakat pesisir di seluruh dunia dalam menangani sampah plastik.

Polusi laut akibat sampah plastik ini, kata Jose, tidak hanya berdampak buruk terhadap lingkungan, tapi juga merugikan dari sisi ekonomi karena pendapatan negara dari sektor kelautan juga menurun. Oleh itu, harus dicari solusi yang tegas untuk mengatasi persoalan sampah plastik yang ada di laut.

(baca : Begini Kampanye Kebijakan Kelautan Indonesia untuk Wujudkan Indonesia Negara Maritim)

Deputi Sumber Daya Manusia, Iptek, dan Budaya Maritim Kementerian Koordinator Kemaritiman Safri Burhanuddin mengungkapkan, upaya Indonesia dalam penanganan sampah plastik, dilakukan dengan membuat RAN Sampah Plastik.

“Saat ini Pemerintah RI juga sedang menggalakkan kebijakan mengubah sampah menjadi sumber energi,” ucap dia.

Menurut Safri, berbagai masalah dan tantangan yang dihadapi saat ini dalam mengelola sampah plastik yang ada di laut harus dipecahkan bersama. Selain itu, harus juga dibahas bagaimana mencari inovatif, kebijakan lokal dan nasional, kemitraan swasta, publik, dan pendidikan untuk perubahan perilaku masyarakat agar berperan aktif memerangi sampah plastik.

 

Sampah plastik dan mikroplastik di lautan membahayakan bagi penyu karena dianggap makanan. Banyak penyu dan biota laut yang mati karena memakan sampah di lautan. Foto : ecowatch

 

Biota dan Aneka Hayati Laut

Lebih jauh Safri Burhanuddin mengungkapkan, jika sampah plastik di laut tidak dicegah produksinya, maka itu akan mengancam keberadaan biota laut yang jumlahnya sangat banyak dan beragam. Tak hanya itu, sampah plastik bersama mikro plastik yang ada di laut juga bisa mengancam kawasan pesisir yang memang sangat rentan.

“Indonesia mengakui tantangan sampah plastik tidak hanya di laut melainkan juga di daratan,” tutur dia.

Dengan ancaman yang terus meningkat, Safri menyebut, berbagai upaya terus dilakukan Pemerintah Indonesia untuk bisa mengurangi dan menurunkan produksi sampah plastik di laut. Upaya yang dilakukan, melalui penanganan yang terintegrasi, baik dari tataran kebijakan hingga pengawasan implementasi kebijakan penanganan sampah plastik, khususnya sampah plastik laut.

Tentang RAN Sampah Plastik Laut, Safri menjelaskan, itu terdiri dari empat pilar utama, yaitu perubahan perilaku, mengurangi sampah plastik yang berasal dari daratan, mengurangi sampah plastik di daerah pesisir dan laut, serta penegakan hukum, mekanisme pendanaan, penelitian-pengembangan (inovasi teknologi) dan penguatan institusi.

Di sisi lain, Safri menyebut, sejalan dengan penyusunan rencana aksi, Kolaborasi Bilateral, Regional juga kerja sama Pemerintah dan swasta terus digalang untuk mengendalikan sampah plastik laut. Upaya pengendalian mutlak dilakukan melalui pemantauan dan pengumpulan sampah plastik dari laut dengan menggunakan teknologi yang relevan untuk menjamin hasilnya.

“Peningkatan kesadaran lingkungan melalui pendidikan sekaligus memperbaiki fasilitas pengelolaan sampah di pulau-pulau kecil dan daerah pesisir juga akan menjadi bagian besar dari upaya pengelolaan ini,” ujar dia.

Dalam Konferensi East Asia Summit (EAS) 2017 yang digelar di Bali, Indonesia mengampanyekan perang terhadap sampah plastik di lautan. Dalam konferensi tersebut, Indonesia menyampaikan beberapa langkah yang telah dilakukan Indonesia untuk memerangi sampah plastik di laut.

“Diantaranya adalah penerbitan Perpres Nomor 16 Tahun 2017 tentang Kebijakan Kelautan Indonesia dan National Plan of Action on Marine Plastic Debris 2017-2025 (Mei 2017), Kampanye Combating Marine Plastic Debris serta Reduction Plastic Bag Production and Use,” papar Safri.

EAS merupakan forum regional yang menjadi wadah dialog dan kerja sama strategis para pemimpin dari 18 negara dalam menghadapi berbagai tantangan utama yang ada di kawasan. Ke-18 negara peserta EAS adalah 10 negara anggota ASEAN, Amerika Serikat, Australia, India, Jepang, Korea Selatan, RRT, Rusia, dan Selandia Baru.

 

Bersih-bersih sampah di sungai terutama plastik agar tak melaju memenuhi laut. Foto: Anton Muhajir

 

Sementara, Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan belum lama ini mengatakan, sampah plastik yang ada di laut Indonesia saat ini secara keseluruhan telah menimbulkan kerugian yang tak sedikit. Bahkan, dia tak ragu menyebut kerugiannya sudah mencapai USD1,2 miliar atau setara Rp16 triliun.

“Itu untuk kerugian yang ada di bidang perikanan, perkapalan, pariwisata dan bisnis asuransi,” ujar dia.

Menurut Luhut, dengan kerugian sebesar itu yang berasal dari berbagai bidang, sampah plastik jika tetap dibiarkan bisa menimbulkan dampak lebih buruk di masyarakat. Dampak yang dimaksud, adalah pengangguran dan itu bisa memicu kenaikan angka kemiskinan di masyarakat.

Semakin tingginya produksi sampah di laut, Luhut menghimbau kepada negara-negara di ASEAN untuk bisa sama-sama terlibat dalam mengatasi persoalan sampah di laut. Dengan bekerja secara bersama di masing-masing negara, dia yakin persoalan sampah ke depan secara perlahan bisa diatasi.

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,