Ditangkap, Penjual Sepasang Gading Gajah di Aceh Tamiang

 

 

Suhardi Darmin tidak bisa mengelak saat ditangkap Satuan Reskrim Polres Aceh Tamiang, Provinsi Aceh, Rabu malam (15/11/17). Barang bukti sepasang gading gajah sumatera yang ia sembunyikan di mobil Toyota Avanza putih BK 1506 QM adalah kejahatan serius yang membuatnya harus berurusan dengan aparat penegak hukum.

Pengungkapan kasus berawal saat pelaku yang diduga bagian dari jaringan perdagangan satwa liar dilindungi ini mendatangi kantor Satlantas Polres Aceh Tamiang. Pelaku bermaksud mengurus kendaraannya yang ditahan karena tidak memiliki kelengkapan surat-surat.

“Saat ia datang, petugas segera mengamankannya beserta barang bukti. Langsung kami tahan,” ujar Kapolres Aceh Tamang, AKBP Zulhir Destrian.

Zulhir menyatakan, dari pemeriksaan awal, pelaku rencananya akan membawa sepasang gading itu ke Sumatera Utara (Sumut). Ada info lain juga akan dibawa ke Jakarta melalui jalur Sumut. Pelaku mematok harga per kilogram senilai Rp20 juta. “Pelaku mendapatkannya dari orang lain dan kasus ini masih kami dalami.”

Hasil nekropsi menunjukkan, gading itu berasal dari gajah jantan setinggi 2,7 meter, berumur sekitar 42 tahun. Panjang tapak kaki 55 cm dan luas tapaknya 42 cm, dan diperkirakan mati sebulan lalu.

“Berdasarkan pengakuan pelaku dan informasi masyarakat yang kami dapatkan, bangkai gajah itu dikubur di Peureulak, Aceh Timur. Saya langsung perintahkan Kasat Reskrim untuk berkoordinasi dengan BKSDA Aceh dan Polres Aceh Timur menindaklanjuti laporan tersebut. Termasuk juga, mengungkap siapa saja yang terlibat.”

 

Proses penggalian tanah tempat gajah jantan dikubur yang gadingnya diambil untuk dijual. Foto:
Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia

 

Kepala Bidang Operasi Reskrim Polres Aceh Timur, Iptu Zaiunu Rusdi, yang melakukan olah tempat kejadian perkara bersama petugas dari Satreskrim Polres Aceh Tamiang dilokasi penguburan mengatakan, gajah dikuburu di Desa Seumanah Jaya, Kecamatan Ranto Peureulak, Aceh Timur.

Di lokasi, ditemukan pisang yang digunakan pemburu untuk memancing gajah datang. Selain itu, ditemukan juga jejak tapak kaki kiri gajah dan kawat yang dialiri listrik, untuk menyetrum gajah hingga mati. Kemudian, gadingnya diambil.

“Dipastikan, sepasang gading gajah tersebut berasal dari gajah yang dikubur di desa yang dikelilingi pohon sawi ini. Kami sudah mengambil sampelnya dan diserahkan ke BKSDA Aceh untuk pemeriksaan lebih lanjut,” terangnya.

Suhardi Darmin kepada Mongabay Indonesia mengatakan, sepasang gading gajah tersebut milik teman sekampungnya bernama Hamzah yang keseharian bekerja sebagai buruh di perkebunan sawit. Hamzah membandrol Rp2,5 juta per kilogramnya.

Rencananya, menurut Suhardi, jika dalam tiga hari tidak ada pembeli, sepasang gading itu akan dikembalikan ke Hamzah. “Karena sahabat yang minta tolong jualkan makanya saya jual. Saya belum dapat pembeli sehingga belum bisa menentukan harga. Soal dari mana dapatnya saya tidak tahu karena hanya membantu saja,” katanya.

 

Anak ini memegang kawat yang digunakan untuk menyetrum gajah. Jika lampu dalam botol menyala menandakan lkawat tersebut dialiri listrik. Foto: Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia

 

Permintaan

Giyanto, WCU Specialist, Kamis malam (16/11/17) mengatakan, perdagangan gading gajah terus terjadi karena tingginya permintaan pasar. Bisnis satwa liar ini, yang tidak hanya gading gajah, dianggap memberikan keuntungan besar. “Kerja sama semua pihak diperlukan untuk memeranginya.”

Untuk perburuan gajah, menurut lelaki yang akrab disapa Gigi ini, modus yang sering digunakan adalah konflik dengan manusia. Padahal, para pemburu mengincar gadingnya. “Perlu penanganan konflik dan hukuman bagi pelaku kejahatan harus maksimal sehingga menimbulkan efek jera.”

Gigi menjelaskan, pengungkapan kasus perdagangan gading gajah di Aceh bukan kali ini saja. Dua pelaku sebelumnya ditangkap Satreskrimsus Polda Aceh di Meulaboh pada 2015. Di 2017, Polres Aceh Tengah mengungkap kasus serupa dua kali. “Apapun alasannya tidak dibenarkan memperjualbelikan gading gajah.”

Kami menyampaikan apresiasi kesigapan Polres Aceh Tamiang mengungkap kasus ini. “Harapannya, pengembangan pelaku lainnya dilakukan, dari mana barang didapat dan siapa pembelinya,” terangnya.

 

 

Disetrum

Kepala BKSDA Aceh, Sapto Aji Prabowo menjelaskan, dari hasil pemeriksaan lokasi, lahan tersebut milik almarhum Manaf yang saat ini dikelola warga bernama Razali. Tim BKSDA tidak dapat melakukan nekropsi karena kondisi gajah yang rusak, yang diperkirakan mati karena disetrum.

“Kasus terbongkar atas kerja sama BKSDA Aceh, masyarakat, kepolisian, dan lembaga mitra. Hingga saat ini, yang ditangkap baru satu orang, empat lainnya yang diduga terlibat telah dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO).”

Terkait pembunuhan dan perdagangan gading gajah di Karang Ampar, Kabupaten Aceh Tengah pada Juli 2017, Sapto menyebutkan, kepolisian bersama BKSDA Aceh telah menangkap empat pelaku.

“Dua di antaranya telah P21 atau dinyatakan lengkap oleh kejaksaan negeri, yaitu Azhar warga Kota Medan (Sumatera Utara), dan Amrizal warga Pekanbaru (Riau). Sementara Zubir dan Thamrin warga Aceh yang merupakan eksekutor dan pemilik senjata laras panjang AK-56, masih tahap pemeriksaan dan pemberkasan.”

 

Sejumlah jerat baja yang didapatkan tim FKL saat melakukan operasi pembersihan jerat di Leuser. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Sapto mengtakan, hingga November 2017, sebanyak 11 individu gajah sumatera mati karena dibunuh maupun sakit EEHV (Elephant Endotheliotropic Herpes Virus)

Atau herpes gajah. “Dari 11 individu, 10 diantaranya gajah liar dan satu gajah jinak yang terserang virus EEHV, yang belum ada obatnya.

Rinciannya, Aceh Jaya (1), Aceh Besar (1), Pidie (1), Aceh Tengah (1), Gayo Lues (1), dan Kabupaten Aceh Timur (5 individu), termasuk satu anak gajah yang malnutrisi dan dibawa ke Pusat Konservasi Gajah di Saree, Kabupaten Aceh Besar. “Semoga tidak ada lagi gajah sumatera yang mati di sisa 2017 ini,” harapnya.

 

Sebelumnya, gajah sumatera juga mati akibat tersengat listrik arus tinggi di Desa Seumanah Jaya, Kecamatan Ranto Peureulak, Kabupaten Aceh Timur, Aceh, 14 Oktober 2017 Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Direktur Forum Konservasi Leuser (FKL), Rudi Putra menyebutkan, Aceh Timur merupakan daerah yang masih sering terjadi perburuan satwa liar khususnya gajah sumatera, selain di Aceh Utara. “Pemburu memanfaatkan konflik gajah dengan masyarakat untuk membunuh.”

Rudi menambahkan, dari hasil pantauan Wildlife Protection Team FKL di Aceh Timur, selain banyak ditemukan jerat ukuran besar untuk menjebak gajah, tim juga mendapati racun di dalam hutan.

“Jerat-jerat ukuran besar terbuat dari kawat sling atau baja, sementara racun biasanya dicampur dengan buah-buahan. Kami sering memusnahkannya,” tandasnya.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,