Sebagian Hutan Lindung di Pesisir OKI Diserahkan Kepada Masyarakat, Berkah atau Ancaman?

 

 

Kawasan hutan lindung Sungai Lumpur Mesuji di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan yang sudah lama mengalami kerusakan akibat pembukaan pertambakan udang dan ikan, serta pemukiman, akhirnya dibebaskan statusnya dan diberikan kepada masyarakat. Apakah cara ini bisa mengarahkan masyarakat untuk tidak membuka lahan di kawasan lindung lainnya?

Lahan yang dibebaskan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Pemerintah Kabupaten OKI seluas 8.753,62 hektar ini, sebagian besar merupakan lahan gambut. Lahan tersebut diambil dari kawasan hutan lindung Sungai Lumpur Mesuji, Hutan Produksi Simpang Heran Beyuku, Hutan Produksi Mesuji IV, dan Hutan Produksi Way Hitam Mesuji. Kawasan hutan ini tersebar di lima kecamatan yang berada di kawasan pesisir timur Kabupaten OKI. Mulai Mesuji Makmur, Sungai Menang, Cengal, Tulungselapan, hingga Air Sugihan.

Husin, Sekretaris Daerah Kabupaten OKI, seperti dikutip dari Radar Sriwijaya saat pertemuan dengan Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah II Palembang di Kantor Bupati OKI, Kayuagung, Selasa (12/12/2017), mengatakan perubahan status kawasan ini kian memudahkan upaya pemerintah Kabupaten OKI mengentaskan masyarakat pesisir timur dari keterisolasian. “Melalui akses jalur darat maupun pelabuhan internasional,” tuturnya.

 

Baca: Meraba 720 Kilometer Garis Pantai: Histori Ekonomi Politik di Pantai Timur Sumatera

 

Sebelumnya, Manifas Zubayr, Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah II Palembang, telah menyerahkan hasil penataan batas kawasan hutan wilayah Kabupaten Ogan Komering Ilir. “Ini kabar baik bagi masyarakat Kabupaten OKI, kepastian hukum tentunya sangat ditunggu masyarakat. Hari ini kami serahkan kepada pemerintah daerah untuk ditindaklanjuti,” ujarnya.

Pelepasan kawasan hutan ini berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK. 822/Menhut-II/2013 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan dan Surat  Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : SK. 866/Menhut-II/2014 tentang Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Provinsi Sumatera Selatan.

 

Sebagian kawasan hutan lindung pantai Sungai Lumpur Mesuji diserahkan pemerintah kepada masyarakat untuk pemukiman dan lokasi usaha perekonomian. Foto: Taufik Wijaya/Mongabay Indonesia

 

Tidak begitu saja diserahkan

Kawasan hutan yang diberikan pemerintah kepada masyarakat, diharapkan tidak begitu saja diserahkan. “Harus dilakukan komitmen yang jelas antara masyarakat dengan pemerintah, sehingga perambahan tidak lagi terjadi,” kata Syahroni dari INAgri (Institut Agroekologi Indonesia), baru-baru ini.

Komitmen itu adalah masyarakat tidak akan lagi melakukan perambahan di kawasan hutan, sebagai lokasi permukiman atau juga dijadikan pertambakan.

Dijelaskan Syahroni, kawasan hutan di pesisir timur Kabupaten OKI itu merupakan eks HPH. Sejumlah lokasi yang menjadi tempat tinggal atau bangsal para pekerja HPH itu lah yang kemudian dijadikan permukiman. Selanjutnya, mereka yang menetap tersebut memanfaatkan lahan gambut eks HPH sebagai lokasi pertambakan udang dan ikan hingga sarang burung walet.

Pentingnya kawasan lindung pantai ini tidak hanya bagi keberadaan mangrove, tapi juga sebagai koridor gajah. Ada baiknya, hutan lindung yang tersisa, dinaikkan statusnya sebagai kawasan konservasi seperti taman nasional atau suaka margasatwa. “Ada koridor gajah yang harus diperhatikan,” katanya.

 

Gajah sumatera yang berada di sekolah gajah Serelo, Merapi, Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan. Foto: Taufik Wijaya/Mongabay Indonesia

 

Dr. Edwin Martin, peneliti dari BP2LHK Palembang, sangat setuju jika kawasan hutan lindung yang tersisa dinaikan statusnya menjadi kawasan konservasi. “Hutan lindung mangrove yang menjadi habitat gajah layak untuk menjadi taman nasional. Ini menjadi koridor panjang kehidupan satwa liar di pantai timur Sumatera Selatan-Jambi. Harus diselamatkan yang masih tersisa,” katanya.

Menurut dia, jika wilayah pesisir ini terbuka, maka Palembang dan wilayah dataran rendah lainnya akan cepat tenggelam karena tidak ada penyanggahnya di pantai. Apalagi, wilayah tinggi juga saat ini mengalami kerusakan.

“Pemerintah OKI dan masyarakat harus memikirkan hal tersebut. Demi masa depan kehidupan anak dan cucu kita. Untuk saat ini mungkin cukup diberikan lahan itu, tapi ke depan jangan ada lagi penambahan lahan baru yang dibebaskan,” tandasnya.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,