,

Petani Padang Halaban Lapor ke Komnas HAM

KASUS penembakan dan penangkapan petani Padang Halaban di Kabupaten Labuan Ratu, Sumatera Utara (Sumut), Rabu(6/6/12) dilaporkan ke Komnas HAM.  Ribuan petani yang menempati empat kampung ini sudah lama berkonflik dengan perkebunan sawit milik Sinas Mas.

Pendamping Petani dari Lentera Medan, Saurlin Siagian kepada Mongabay mengatakan, mereka sudah melaporkan kasus penangkapan dan penembakan petani ini ke devisi pengaduan Komnas HAM. “Kami diterima komisioner Komnas HAM, Johny Nelson Simanjuntak,” katanya, Rabu(6/6/12).

Menurut dia, Komnas HAM berjanji akan menyurati Kepolisian agar melepaskan petani yang ditangkap. “Sebab mereka dianggap pihak yang berusaha mempertahankan hak.”

Surat Komnas HAM juga akan meminta agar Maulana Syafii, Sekretaris Umum (Sekum) Kelompok Tani Padang Halaban dan Sekitar, tak ditangkap.

Sebab, sejak Senin(4/6/12), polisi menggeledah rumah Syafii. Hingga kini dikabarkan polisi masih berjaga-jaga di sekitar rumahnya. Istri dan anak-anak Syafii merasa trauma dan ketakutan hingga mengungsi dari rumah mereka.

Setelah melaporkan kasus ke Komnas HAM, besok perwakilan petani akan mendatangi Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Korban tembak, Gusmanto, masih anak-anak, 16 tahun.

Lalu, mereka akan ke Ombutsman RI dan LPSK. “Kami juga akan bertemu dengan komisi III dan II DPR.”

Saurlin meminta, polisi mengusut pelaku penembakan—yang diduga kuat polisi dari Polres Labuan Ratu. “Kami ingin tahu siapa pelaku dan tindak tegas.”

Rumah Warga Digusur

Saurlin mengatakan, Rabu(6/6/12), di lokasi, polisi bersama satpam perkebunan mulai menggusur rumah-rumah warga.  “Brimob sudah diturunkan.”

Warga desa yang ditahan pun menjadi 10 orang. Menurut Saurlin, informasi yang diterima terakhir, tim pengacara yang dibentuk untuk mendampingi kesulitan bertemu warga yang ditahan. Bahkan, dari informasi salah satu petani, polisi merekomendasikan pengacara pada petani.

Dikutip dari Kabar24.com, Andi Muttaqien, Divisi Advokasi Hukum Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), mengatakan, bersama lima organisasi sipil lain, termasuk perwakilan petani, akan mengadukan masalah itu ke sejumlah lembaga terkait.

Selain Elsam, lembaga lain yang akan mendampingi pengaduan warga adalah Kontras, PIL-Net, Sawit Watch, Walhi dan YLBHI.

Catatan koalisi menyatakan, telah terjadi tindakan represif yang diduga dilakukan aparat kepolisian dari Polres Labuhan Batu terhadap para petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Padang Halaban dan Sekitarnya (KTPHS), di Padang Halaban, Kec. Aek Kuo, Kab. Labuhan Batu Utara, Sumut.

Polres juga menangkap tiga petani dan mengangkut secara paksa sebanyak 60 orang petani dari rumahnya ke kantor Polres Labuhan Batu.

Saat ini telah ditetapkan sepuluh petani sebagai tersangka dengan dikenakan Pasal 170 (soal perusakan), Pasal 362 (pencurian), dan Pasal 363 (pencurian dengan pemberatan) KUHPidana.

Front Perjuangan Rakyat Anti Kekerasan (FPRAK), organisasi sipil di Medan, Sumatra Utara, sebelumnya menyatakan terdapat 12 kasus yang secara jelas menunjukkan dugaan tindakan kekerasan oleh kepolisian dalam merespons kasus-kasus agraria. Hal itu terkait dengan usaha di sektor perkebunan, pertambangan dan hutan tanaman industri.

Kasus-kasus itu berada di Kampung Baru Sidomukti Desa Panigoran Kecamatan Aek Natas, Labuhan Batu Utara (konflik dengan PT Smart Tbk); Desa Hutabalang, Kecamatan Badiri, Tapanuli Tengah (konflik dengan Anglo Eastern Indonesia Group).

Masih dikutip dari Kabar24.com, kasus lain tercatat di Dusun I Desa Bangun Pulo Rakyat, Asahan (konflik dengan Koperasi Bina Tani); Kampung Sei Jernih, Desa Sentis, Kecamatan Percut, Sei Tuan, Deli Serdang (konflik dengan PTPN II); Kampung Kelambir Lima, Hamparan Perak (kasus tanah adat); Kabupaten Langkat (dugaan penembakan warga bekas pengungsi asal Aceh).

Juga terjadi kasus di Kota Sibuhuan, Padang Lawas (konflik dengan PT Sumatra Riang Lestari); Tapanuli Selatan (dugaan kriminalisasi oleh kepolisian); Desa Huta Godang Muda, Mandailing Natal (konflik dengan PT Sorik Mas Mining); serta Kelurahan Sei Mencirim, Deli Serdang (konflik dengan PTPN II).

“Ekskalasi tindakan kepolisian yang semakin meningkat saat ini tidak berdiri sendiri. Ini terkait dengan peranan pemerintah dalam penyelesaian konflik agraria yang tak kunjung tuntas,” kata Muchrizal Syahputra, Koordinator FPRAK.

“Tindakan kepolisian dalam merespons setiap kasus itu menunjukkan keberpihakan kepada modal dan korporasi.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,