, ,

Hutan Mangrove Teluk Youtefa Riwayatmu Kini…

MASYARAKAT adat di Kawasan Entrop dan Hamadi, dan Kampung Enggros, Jayapura, Papua, mengeluhkan hutan mangrove di sekitar Teluk Youtefa, lebih dari 500 hektare dibabat habis oleh pengusaha dan pemerintah.

Sekitar tahun 1952-1980-an, banyak kepiting dan ikan, hidup di sekitar kawasan hutan itu. Warga Hamadi, Entrop dan Kampung Enggros, tak jauh dari hutan, mudah mencari kepiting dan ikan. Memasuki 1981 sampai kini, pemerintah dan pengusaha membabat habis hutan mangrove di sana. Di lahan 500 hektare lebih itu, berdiri ratusan rumah toko dan bangunan lain. Hutan mangrove berubah jadi pemukiman.

Lahan itu berawa tetapi dipaksa menjadi tanah kering demi pembangunan. “Pemerintah katakan kami akan sejahtera kalau lahan bakau dilepas untuk pembangunan. Akses ke kota tidak sulit,” kata Gidion Hay, warga Hamadi, Jumat(10/8/12).

“Tahun 1952 itu, kalau kami mau cari kepiting itu gampang sekali, tidak susah. Tinggal sore atau pagi pakai perahu dan cari di sekitar pohon-pohon bakau,” kata Fred Imbiri, warga Hamidi.

Masyarakat di tiga lokasi ini,  tinggal memilih ikan sesuka hati. Jika, mereka ingin mendapatkan ikan panjang, nelon yang dipakai memancing sekitar lima sampai 10 meter. “Kami tinggal ukur nelon saja untuk mancing ikan. Karena, di dasar laut penuh ikan,” ucap Fred.

Memasuki 1981, pemerintah mengobrak-abrik hutan mangrove. Hutan itu kini bangunan. Perairan sekitar Teluk Youtefa,  berubah warna menjadi keruh. Penuh sampah. Ada kantong plastik, botol plastik dan lain-lain, berhamburan. “Sekarang kalau masyarakat mancing, mereka dapat sampah, bukan ikan,” kata Marthen, warga Entrop.

Fred Wanda, Ketua Forum Port Numbay Green mengatakan, saat ini, peraian Teluk Youtefa, menjadi kontainer sampah dari Kota Abepura dan Jayapura. Dari pantauan Mongabay, Jumat(10/8/12), rawa mangrove sekitar 100 hektare  lebih di Hamadi, ditimbun menggunakan eksavator. Beberapa rumah juga dibangun.

Ketua Lembaga Masyarakat Adat Port Numbay, George Syors Awi mengatakan, orang tua yang hidup 1952 -1970, melepaskan lahan karena pengetahuan rendah. Pendidikan terbatas, hingga pemerintah dan pengusaha mudah membodohi mereka. Sejuta janji dilontarkan pemerintah diterima tanpa komplain.

George mengajak, generasi muda yang berpendidikan, menyelamatkan sisa mangrove yang masih ada. “Jika tidak, akan terancam punah.”

Hutan mangrove di Teluk Youtefa yang masih tersisa. Foto: Musa Abubar

Dikutip dari website Learning and Working Together, hutan mangrove di Teluk Yotefa, menjadi kawasan penyangga abrasi sungai dan laut yang mengancam penduduk Kampung Tobati dan Kampung Enggros serta Nafri. Kawasan ini terkenal karena panorama dan sumber daya laut. Ia ditetapkan Pemerintah Indonesia sebagai Taman Wisata lewat Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 372/Kpts/UM/6/1978 tertanggal 9 Juni 1978.

Walikota Jayapura, Benhur Tomi Mano mengatakan, perkembangan zaman sebagai akibat modernisasi membawa perubahan-perubahan bukan saja pada kehidupan sosial, juga pergeseran nilai-nilai adat, seni dan budaya masyarakat. Peran hitoris kota dan kawasan pesisir pun telah beralih status dan fungsi.

Analisis Kawasan Wisata Teluk Youtefa bisa dilihat di sini

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,