300 Ribu Hutan Bengkulu Lenyap, Bunga Rafflesia Semakin Sulit Mekar

Salah satu kekayaan flora Indonesia, bunga rafflesia kini semakin terancam keberadaannya akibat semakin sempitnya hutan tempat hidupnya dan pohon inang yang memungkinkannya tumbuh.

Bunga yang seringkali disebut dengan bunga bangkai ini adalah bunga terbesar di dunia, dan banyak dijumpai di hutan Bengkulu. Indonesia memiliki setidaknya 4 jenis bunga Rafflesia, yaitu Rafflesia arnoldii, Raffledia gadutensis meijer, Rafflesia hasseltii suringar dan Rafflesia bengkuluensis.

Jenis Rafflesia arnoldii adalah yang paling pertama ditemukan, yaitu tahun 1818 oleh Sir Stamford Raffles dan Dr. Joseph Arnold di desa Pulo Lebbar, Kecamatan Pino Raya, Bengkulu Selatan.

Kini, keberadaan bunga rafflesia semakin sulit ditemukan seiring dengan tingginya angka deforestasi di Bengkulu. Bahkan, peneliti bunga bangkai rafflesia arnoldii Universitas Bengkulu, Agus Susatya ,mengatakan, flora langka itu terancam punah dan semakin sulit ditemui di hutan Bengkulu dan Sumatera  akibat habitat dan inang tempat tumbuhnya makin sulit didapat.

“Menurut saya sudah di atas terancam punah, karena tidak bisa diperkirakan berapa populasinya saat ini dan tidak ada yang bisa memprediksi,” katanya di Bengkulu, 19 Juli 2012 silam kepada Harian Republika.

Menurutnya, rafflesia mekar di dalam kawasan hutan semakin sulit ditemui seiring marak aksi penebangan liar dan perambahan hutan menjadi perkebunan secara liar.

“Hutan Lindung Rindu Hati ini sebagai salah satu habitat rafflesia semakin rusak akibat perambahan tapi tidak ada tindakan konkrit dari pemerintah untuk mengatasi ini,” tambahnya.

Bunga ini terakhir diberitakan mekar sempurna pada tanggal 4 Mei 2012 silam, dari laporan Kompas.com di kawasan Cagar Alam Taba Penanjung, Kabupaten Bengkulu Tengah, sekitar 100 meter dari jalur lintas Bengkulu-Kepahiang.

“Kami temukan mulai mengembang hari Kamis 3 Mei 2012, dan hari ini mekar sempurna dengan diameter kurang lebih 80 sentimeter,” kata Reiki, warga Taba Penanjung, yang menjaga bunga langka yang sedang mekar itu pada hari Jumat 4 Mei 2012 silam kepada Kompas.com.

Ia mengatakan, bunga rafflesia mekar perlu mendapat penjagaan sebab rawan pencurian.

Selama 2012, kata Reiki, sudah empat bunga mekar ditemukan di Cagar Alam Taba Penanjung, dan selalu berhasil menarik perhatian pengguna jalan lintas Bengkulu-Kepahiang.

“Bunga yang mekar sekarang juga kami buatkan tanda di pinggir jalan, sehingga warga yang melintas bisa menikmati keunikannya,” katanya.

Koordinator Komunitas Peduli Puspa Langka Hutan Bengkulu, Sofian Ramadhan, mengatakan, dari catatan komunitas tersebut, selama 2012 terdapat 10 kuntum bunga rafflesia yang mekar di Bengkulu.

Kini, menjelang mekarnya bunga yang sama di bulan Agustus 2012 ini, sejumlah warga Desa Taba Penanjung Kabupaten Bengkulu Tengah secara bergantian menjaga bunga rafflesia arnoldii yang mekar di dalam kawasan hutan Cagar Alam Taba Penanjung, Kamis.

“Harus dijaga 24 jam karena rawan dirusak atau dicuri,” kata Ibnu Hajar, salah seorang warga yang menjaga bunga itu dengan sukarela kepada Harian Republika.

Ia mengatakan pengrusakan bunga rafflesia yang terjadi belum lama ini membuat warga berjaga 24 jam di sekitar lokasi bunga mekar.

Lokasi bunga mekar yang hanya berjarak 20 meter dari jalan raya membuat ancaman pengrusakan terhadap bunga itu semakin tinggi.

Ibnu mengatakan selain satu bunga rafflesia mekar dengan diameter 65 centimeter tersebut, di lokasi itu juga ditemukan sejumlah bonggol atau calon bunga rafflesia.

Berdasarkan data citra satelit tahun 2005, kerusakan hutan di Bengkulu mencapai 300 ribu hektar, dari luasan kawasan hutan sebesar 920 rbu hektar. Artinya, dalam kurun waktu tujuh tahun sejak data tersebut diterbitkan, kerusakan yang terjadi bisa lebih besar.

Kerusakan hutan di Bengkulu sebagian besar disebabkan oleh perambahan liar oleh masyarakat dan penebangan liar oleh perusahaan. Pada tahun 2010 silam, Dinas Kehutanan Bengkulu sudah mengusulkan 8000 hutan yang sudah dirambah menjadi Hutan Kemasyarakatan. Dengan sistem ini, masyarakat memiliki hak kelola hutan, namun mereka wajib menanami kembali hutan yang sudah dirambah serta dilarang melakukan penebangan di masa mendatang. Hingga kini, usulan ini pun ternyata bukan dinilai sebagai sebuah solusi yang baik untuk menyelamatkan hutan Bengkulu.

Dosen Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu Wiryono mengatakan program hutan kemasyarakatan yang dikembangkan pemerintah daerah justru dapat memicu perambahan hutan.

“Kalau program ini tidak diterapkan hati-hati maka hutan kemasyarakatan dan hutan tanaman rakyat dapat memicu perambahan baru dalam kawasan hutan,” katanya di Bengkulu, 7 Desember 2011 silam kepada Kabar Bengkulu.

Ia mengatakan program hutan kemasyarakatan bertujuan memutihkan areal hutan lindung atau hutan produksi yang sudah terlanjur dirambah.

Namun, bagai pisau bermata dua, juga dapat menjadi alat pembenaran untuk membuka hutan dengan dalih akan dimasukkan dalam hutan kemasrakatan.

“Ada kontra produktif dimana perambah hutan akan dikenakan sanksi hukum, lalu hutan yang dirambah diserahkan kepada kelompok masyarakat untuk mengelolanya,” tambahnya.

Menurutnya perlu pengawasan ketat dalam penerapan program tersebut sebab di Provinsi Bengkulu pengelolaan hutan berkelanjutan belum terjadi.

Termasuk pengelolaan hutan oleh perusahaan pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) yang terbukti dengan terhentinya operasi perusahaan karena penyediaan kayu tidak lestari.

“Bukti lain adalah hutan konservasi dan hutan lindung juga dijarah untuk dialihfungsikan menjadi perkebunan, pemukiman dan pertambangan,” ujarnya.

Ia mengatakan paradigma baru dalam pengelolaan hutan harus terus didorong yakni keberlanjutan fungsi ekosistem secara menyeluruh, meliputi fungsi ekonomi, sosial budaya dan ekologis.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,