,

Pohon Sagu di Papua Makin Menipis

POHON sagu yang biasa ditokok (diolah secara tradisional) oleh warga Papua menjadi bahan makanan, makin menipis. Pohon ini terus dibabat untuk pembangunan, baik jalan, rumah toko, mal dan pembangunan lain. Masyarakat Papua mengenal sejumlah makanan lokal, seperti sagu, ubi jalar, keladi, singkong, dan pisang.  Sagu paling populer di masyarakat pantai dan ubi jalar bagi masyarakat pedalaman. Jika sagu habis, berpotensi mengancam pasokan pangan masyarakat.

Papua, salah satu provinsi di Indonesia dengan potensi sagu terbesar, bahkan terluas di dunia. Luas lahan sagu 771.716 hektare atau sekitar 85 persen dari luas hutan sagu nasional. Wilayah sebaran di Waropen Bawah, Sarmi, Asmat, Merauke, Sorong, Jayapura, Manokwari, Bintuni, Inawatan, dan daerah yang belum terinventarisasi.

Di Jayapura, sagu dibabat pemerintah mulai 1995. Rio Sagisolo, warga Perumnas II Waena, Abepura, Jayapura, mengatakan, tahun 1960-an sampai 1995, Kota Abepura penuh hutan sagu.

Kala itu, tiap pulang kuliah, dia selalu mengikuti warga Waena ke hutan sagu untuk menebang dan meramu menjadi tepung. Warga juga memburu burung mambruk dan rusa untuk konsumsi. “Pokoknya waktu itu masyarakat suka tokok sagu dan berburu. Sekarang sudah tidak ada lagi. Lahan yang dulu penuh pohon sagu sudah habis,” katanya di Jayapura, Selasa(22/8/12).  Memasuki tahun 1995, pemerintah mulai membuka lahan. Hutan sagu sekitar 500 hektare dibabat dan ditimbun.

Di kawasan Waena, pemerintah mulai mengganti hutan sagu menjadi bangunan rumah toko dan rumah sakit. Tempat usaha juga berdiri. Di daerah Kotaraja, pemerintah menggantikan dusun sagu menjadi gedung perkantoran dan mal. Bangunan di kawasan itu  antara lain, kantor Dinas Kesehatan Papua, dan kantor DPRD Jayapura.

Frengki Numberi dari Badan Lingkungan Hidup Kota Jayapura mengaku, bangunan-bangunan itu sudah tepat dan sesuai tata ruang kota. “Pohon sagu dan pohon lain ditebang demi pembangunan bagi masyarakat.”

Pembabatan sagu tak hanya marak di Jayapura. Tindakan serupa juga berlangsung di Manokwari, Papua Barat. Warga Kabupaten Teluk Wondama, selalu menjadi korban kekerasan aparat keamanan. Mereka sering dipukuli hingga dibawa ke Polres Manokwari, lantaran melarang pemerintah menebang pohon sagu.

Di Sentani, Kabupaten Jayapura, saat ini, lahan sagu sekitar satu hektare digusur pengusaha untuk pelebaran jalan. Sejumlah pepohanan sagu di sekitar bibir jalan raya, tumbang. Ada yang dibuang ke danau Sentani atau ke hutan.

Data dari Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Jayapura, luas lahan sagu 38.670 hektare, terdiri dari 14.000 hektare areal budidaya, sisanya hutan sagu alam. Dari areal ini diperoleh tepung sagu 6.546 ton, 62,98 persen dijadikan setok pangan penduduk Kabupaten Jayapura. Sisanya, bahan makanan penduduk Kota Jayapura.  Produksi sagu di Papua diperkirakan 1,2 juta ton setiap tahun.

Di sisi lain, sekitar 4,8 juta ton sagu terbuang percuma. Pohon sagu dibiarkan tua karena pengetahuan pengelolaan terbatas, proses mengambil sari perlu waktu lama dan butuh tenaga kuat.  Sagu tidak hanya sebagai sumber karbohidrat, juga produk industri modern, seperti proses pembuatan kayu lapis, sohun, kerupuk, kue kering, dan jeli.

Penelitian tentang pemanfaatan sagu di Papua, bisa dilihat di sini

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,