,

Proyek PLTU Batang Terabas RTRW dan Konservasi Laut Tanpa AMDAL

Warga di tiga desa di Kabupaten Batang (Desa Ponowareng, Karanggeneng, Roban dan Ujungnegoro), terus melakukan penolakan terhadap rencana pembangunan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) terbesar Se-Asia Tenggara di sekitar desa mereka. Penolakan warga disebabkan adanya kejanggalan yang ditemukan dengan adanya perubahan Rencana Tata Ruang setempat oleh Bupati Batang demi berjalannya proyek ini.

Alasan lainnya, sawah, tanah dan laut sebagai tempat mata pencaharian warga yang akan tergusur dan mereka terancam tidak memiliki pekerjaan.

Menurut Saryudi warga Karanggeneng, Batang, kepada Mongabay Indonesia mengatakan, masyarakat telah melakukan studi banding dengan masyarakat yang hidup di sekitar PLTU Cilacap dan PLTU Rembang, dan menemukan beberapa fakta sejumlah perubahan telah terjadi setelah pembangunan kedua PLTU ini.

Sebelum ada pembangunan PLTU masyarakat di daerah PLTU Cilacap dan PLTU Rembang dapat hidup sejahtera dengan mengolah tanah dan sawahnya, mereka pun dapat mencari ikan di laut. Namun setelah adanya pembangunan PLTU, kehidupan berubah total setelah hilangnya lahan dan sawah mereka.

Begitu pula dengan para nelayan,  yang mengalami hal serupa dengan penghasilan ikan yang terus menurun karena Ikan-ikan teracuni oleh limbah PLTU dan banyak yang tersedot oleh mesin dari PLTU.

Tabel: Pengaturan Kawasan Pantai Ujungnegoro-Roban. Tabel: BLH Jawa Tengah. Klik untuk memperbesar peta.

“Melihat fakta di masyarakat Cilacap tersebut di atas, kami menilai hal itu juga nantinya tidak akan jauh berbeda dengan kami (masyarakat Batang) pasca PLTU Batang berdiri. Mereka lebih berupaya preventif dibanding menyesal dikemudian hari,”kata Saryudi.

Selain itu, ada beberapa persoalan penting yang melatarbelakangi adanya penolakan pembangunan PLTU yaitu terkait dengan persoalan ijin lokasi PLTU. Menurut Wahyu Nandang Herawan SH, dari Lembaga Bantuan Hukum Semarang kepada Mongabay Indonesia mengatakan, ada yang aneh dengan pembangunan proyek PLTU ini.

Pihak Pembangun Proyek PLTU telah mendapatkan perijinan lokasi tanpa memiliki dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). “Sampai saat ini pihak pembangun PLTU belum memiliki dokumen AMDAL dan ini telah menyalahi aturan main Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999,” ungkap Nandang.

Persoalan lainnya adalah, proyek ini ternyata menabrak kawasan konservasi laut di pantai utara Jawa dan adanya perubahan peraturan setempat oleh Bupati Batang secara semena-mena, dengan menerabas peraturan hukum yang lebih tinggi.

Melalui Keputusan Bupati Batang Nomor 523/306/2011, tanggal 19 September 2011, telah dilakukan perubahan atas Keputusan Bupati Batang Nomor 523/283/2005, tanggal 15 Desember 2005 tentang Penetapan Kawasan Konservasi Laut Daerah Pantai Ujungnegoro-Roban Kabupaten Batang.

Peta: Struktur Rencana Zonasi Kawasan Konservasi Laut Daerah. Peta: LBH Semarang. Klik untuk memperbesar peta.

Keputusan Bupati Nomor 523/306/2011 yang baru tersebut anehnya justru bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Tengah tahun 2009-2029, maupun Perda kabupaten Batang Nomor 07 Tahun 2011 tentang RTRW wilayah Kabupaten Batang Tahun 2011-2031, yang menyebutkan bahwa kawasan Konservasi laut Daerah Pantai Ujungnegoro-Roban dengan luas + 6.889,75 Ha merupakan Kawasan Perlindungan Terumbu Karang.

Selain hal itu juga, dalam pasal 46 ayat 2 huruf (d) Perda Provinsi Jawa Tengah Nomor 06 Tahun 2010 tentang RTRW Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009-2029, bahwa Daerah Pantai Ujungnegoro-Roban di Kabupaten Batang ditetapkan sebagai Taman Wisata Alam Laut.

Dengan deskripsi fakta diatas, dapat disimpulkan Keputusan Bupati Batang Nomor 523/306/2011 telah melanggar Undang-undang yang lebih tinggi diatasnya. “Jadi disini dapat dilihat adanya usaha penggeseran lokasi kawasan Konservasi oleh pihak Pemerintah kabupaten Batang melalui Surat Keputusan Bupati Batang Nomor 523/306/2011 agar Lahan yang akan dijadikan tempat pembangunan PLTU seolah-olah tidak melanggar pengaturan tentang kawasan konservasi,” Nandang menambahkan.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , ,