Mongabay.co.id

Kasus Tailing Newmont, Putusan PTTUN Jakarta Penuh Kejanggalan

Majelis Hakim mengabaikan surat penolakan pembuangan limbah Newmont ke laut oleh Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat.

LAGI-lagi, keamanan lingkungan dikalahkan kepentingan pemilik modal. Pada 13 September 2012, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PPTUN), Jakarta, mengamini keputusan PTUN Jakarta yang mematahkan gugatan Walhi dan Gema Alam.

Organisasi lingkungan ini menggugat praktik pembuangan limbah tambang (tailing) terbesar ke laut milik PT Newmont Nusa Tenggara (Newmont).  Keputusan ini seakan menjadi lampu kuning bagi kelestarian ekosistem di Teluk Senunu dan sekitar, yang masuk kawasan segi tiga terumbu karang.

Kalangan organisasi lingkungan, dan HAM, antara lain Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Jaringan Advokasi Tambang(Jatam), Ut Omnes ut Unum-LBH Jakarta, Elsam, Solidaritas Perempuan dan Walhi memandang, keputusan hakim menyisakan banyak kejanggalan.

Dalam pernyataan bersama, mereka menyebutkan, setidaknya ada lima kejanggalan dalam keputusan hakim itu. Pertama, alasan-alasan permohonan banding banyak yang tidak dipertimbangkan atau dinilai majelis hakim.

Pius Ginting, Manajer Kampanye Tambang dan Energi Walhi Nasional, mengatakan, dalam permohonan banding penggugat ada sembilan poin permohonan. Dari sembilan aspek  ini, hanya tiga yang diproses majelis hakim.  “Hingga bukti penting seperti surat penolakan penerbitan izin dumping oleh Pemkab Sumbawa Barat diabaikan Majelis Hakim,” katanya di Jakarta, Rabu(10/1/0/12).

Kedua, majelis hakim tidak menilai secara substansial dan obyektif bukti berita acara verifikasi. Verifikasi yang dilakukan bukan hasil lapangan, hanya laporan formal. “Bukti ini bukanlah hasil verifikasi lapangan hingga harus dikesampingkan.”

Ketiga, majelis hakim mengesampingkan fakta persidangan. Dalam putusan  ini, hakim tidak menilai kesalahan titik koordinat pipa tailing yang berbeda antara Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dan obyek sengketa. Ada tiga posisi berbeda-beda bisa dilihat: dokumen Analisis Dampak Lingkungan (Andal) dalam gambar pipa tailing, dan titik koordinat di dokumen Andal.

“Juga berdasarkan obyek yang disengketakan, yaksi keputusan Menteri Lingkungan Hidup untuk izin pembuangan limbah tambang Newmont ke Teluk Senunu. Maka obyek sengketa tidak sesuai ketentuan yang disyaratkan dalam Amdal dan terdapat kesalahan koordinat dari Andal dan Keputusan Menteri,” ucap Pius.

Keempat, majelis hakim tidak menilai kesalahan penerapan hukum pembuktian.  Kondisi ini, terlihat dari saksi tidak dapat dikualifikasikan sebagai saksi. Saksi Masnellyarti Hilman, mempunyai hubungan kerja dengan Menteri Lingkungan Hidup. Kesaksian dia, juga tak dapat dikualifikasikan sebagai keterangan saksi karena bukan mengenai sesuatu yang dialami, dilihat serta didengar sendiri.

Tambah aneh, saat bukti Pemkab Sumbawa Barat yang menolak izin terbit tidak dinilai majelis hakim. Malah dianggap terbit setelah SK Izin Dumping terbit. “Seharusnya hakim cermat dengan mempertimbangkan tanggal terbit surat penolakan itu, yaitu 27 April 2011, sedang izin pembuangan diterbitkan belakangan 5 Mei 2011.”

Kelima, majelis hakim mengenyampingkan bukti penting yaitu Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati Indonesia 2003-2020. Ini dokumen Nasional Pemerintah Republik Indonesia tentang Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati Indonesia 2003-2020, Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan 2003-2020 (IBSAP)).

Dokumen  ini diterbitkan oleh Bappenas 2003, jauh sebelum izin diterbitkan. Dalam dokumen itu, teknologi submarine tailing disposal (pembuangan limbang pertambangan ke bawah permukaan laut) mulai terlarang sejak 2004. Sedangkan pencabutan izin pertambangan yang membuang tailing ke sungai setempat paling lambat akhir tahun 2003.

Pada April lalu, kala gugatan Walhi dan Gema Alam, kalah di PTUN, Sumbawa Barat Zulkifli Muhadli berkeras tetap tak akan mencabut SK larangan PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) buang limbah tailing di laut. Selama tak dicabut, larangan tetap berlaku.

“SK itu tetap ada. Saya tidak pernah cabut SK itu. Saya kira saya tak perlu cabut. Kalau newmot PTUN-kan saya, sebaiknya PTUN-kan saja,” katanya seperti dikutip dari Detikcom.

Bupati melarang NNT membuang limbah tailing ke Teluk Senunu, di Sumbawa Barat dengan menerbitkan SK No. 660/114/BLH-KSB/IV/2011 tertanggal 27 April 2011. Pelarangan mulai berlaku sejak 9 Mei 2011.

Pemkab beralasan pembuangan limbah tailing di laut telah meresahkan dan merisaukan masyarakat luas, termasuk berbagai elemen pemerhati lingkungan.

Belakangan setelah SK pelarangan itu terbit, Newmont mengantongi perpanjangan izin pembuangan limbah tailing ke Teluk Senunu dari Kementrian Lingkungan Hidup. Izin perpanjangan itu diperoleh untuk kali keempat sejak 2002, 2005 dan 2007.

Dalam siaran pers tertulis setelah putusan PTUN Jakarta, Newmont menyatakan, KLH memberikan perpanjangan izin STP tahun 2011 setelah KLH menetapkan NNT memenuhi kewajiban-kewajiban yang tertuang dalam izin STP sebelumnya. Termasuk menyampaikan rutin laporan hasil pemantauan lingkungan dan kajian ilmiah oleh pihak ketiga independen.

Pengawasan rutin, pemantauan, kajian-kajian lingkungan dan sosial dan pengujian dilakukan lebih dari 12 tahun bersama dengan pemerintah, NNT, dan pihak-pihak independen. Hasil kajian ini secara konsisten menunjukkan bahwa sistem STP di Batu Hijau mematuhi peraturan yang berlaku dan beroperasi sesuai rancangan.

Namun, kata Zulkifli, putusan PTUN itu tak akan menghapus pro kontra pembuangan limbah tailing di laut. Dia meminta Newmont membuat buku putih tentang pembuangan limbah tailing ke laut. Semua pendapat pro dan kontra dimuat dalam buku itu, hingga menjadi semacam catatan sejarah soal posisi semua pihak.

“Saya sih berharap, tailing itu aman. Tapi andaikata tidak aman, sudah tidak ada lagi tanggugjawab kami. Dengan dimenangkan Newmont dan KLH oleh PTUN, Newmont dan Meneg LH bertanggungjawab lebih besar. Apapun yang terjadi di masa datang adalah tanggungjawab Anda, bukan tanggungjawab kami lagi.”

Newmont juga mempunyai tambang di dekat laut, di Australia dan Selandia Baru, tetapi hanya di Indonesia perusahaan ini membuang limbah tambang ke laut, sebesar 140.000 ton per hari. Tailing itu ditempatkan di palung laut di Teluk Senunu, yang sudah berlangsung sejak Newmont beroperasi tahun 2000.

Penghargaan Penyelamat Laut

Keputusan PPTUN ini menggambarkan salah satu contoh ketidakberpihakan pemerintah terhadap keamanan lingkungan negeri ini. Ini kontras dengan penghargaan penyelamat laut yang diterima Presiden SBY di New York. Salah satu organisasi yang memberikan penghargaan, The Nature Conservancy (TNC), disebutkan ada keterkaitan dengan petinggi di perusahaan tambang raksasa ini.

“Penghargaan ini menyesatkan karena laut Indonesia dijadikan sebagai tempat pembuangan limbah tambang terbesar ke laut,” kata Pius.

Dalam pernyataan bersama itu, mereka mengungkapkan, penghargaan ini, diberikan oleh lembaga konservasi yang mendapat dukungan dari perusahaan tambang yang membuang limbah terbesar ke laut (Newmont) dan ke sungai.

Dalam laporan TNC tahun 2007 tercatat, Noke Kiroyan sebagai Presiden Direktur PT Newmont Pacific Nusantara sebagai Dewan Penasehat TNC. Juga sebagai sebagai dewan penasehat adalah H.S. Dillon, pada masa  itu sebagai perwakilan PT. Freeport Indonesia. Namun, TNC tidak mengungkapkan partner perusahaan tambang mereka tahun 2012.

Jika ingin membaca laporan dari lembaga internasional tentang perusahaan pembuang limbah ke laut di dunia, termasuk Newmont di Indonesia, bisa dilihat di sini

Exit mobile version