Mongabay.co.id

Tagih Janji, Ratusan Warga Jambi Berkemah di Depan Kemenhut

PEMANDANGAN di depan kantor Kementerian Kehutanan (Kemenhut) berbeda dari biasa. Di lahan kosong di seberang kantor itu berdiri tenda biru memanjang. Orangtua, anak-anak, laki-laki, maupun perempuan ramai hilir mudik. Mereka tampak sibuk. Ada yang mencuci piring, memotong kayu, sampai memilih pakaian yang dijual pedagang “dadakan.” Terlihat juga tumpukan hasil kebun seperti singkong, ubi, dan nangka. Tungku beserta kayu api buat memasak pun ada.

“Kami tak akan pulang sebelum ada keputusan dari Menteri Kehutanan. Kami ke sini menagih janji. Kami mau lahan kami kembali. Kami mau hidup tenang tanpa ditakut-takuti,” kata Kutar Syafii Jenggot, Ketua Adat Suku Anak Dalam Kelompok 113 kepada Mongabay.co.id, Selasa(20/11/12).

Kutar datang bersama ratusan warga dari tiga dusun, yakni, Dusun Suku Anak Dalam 113, dan Dusun Kunangan Jaya II Kabupaten Batang Hari serta Dusun IV Mekar Jaya, Kabupaten Sorolangun, Jambi. Sejak Senin(19/11/12) mereka berkemah di sana.  Sebelum itu, ratusan warga ini membuat tenda di DPR RI. Alih-alih aksi damai mereka ditanggapi para wakil rakyat,  malah digusur Satpol PP.

Warga datang menagih janji kepada Kemenhut sesuai pertemuan 16 Desember 2011 untuk mengeluarkan lahan warga dari konsesi perusahaan. Dalam pertemuan yang  dihadiri Sekretaris Jenderal Kemenhut, Hadi Daryanto ini, disepakati lahan warga akan dikeluarkan dari konsesi perusahaan, dengan persyaratan pemetaan wilayah dan inventarisasi warga. Saat kembali ke Jambi, pemetaan melibatkan pemerintah daerah, perusahaan pun dibuat berikut inventarisasi warga.

Setelah selesai, pada Agustus 2012, warga menyerahkan data peta dan inventarisasi penduduk ke Kemenhut. Saat itu, mereka diterima Staf Ahli Menhut, San Afri Awang, yang dijanjikan dalam setengah bulan akan ada informasi balik kepada warga. Namun, dinanti-nanti, hampir empat bulan, tak ada tanda-tanda usulan dari warga mendapat tanggapan. Warga tiga dusun pun kembali aksi nginap di depan kementerian ini.

Utut Adiyanto, koordinator lapangan mengungkapkan, tuntutan pengukuhan dan pengeluaran lahan warga dari konsesi perusahaan ini, karena sudah lama menanti janji tak ada realisasi. Dia mengatakan, luasan tanah ulayat Suku Anak Dalam sekitar 3.550 hektar (527 kepala keluarga), Kunangan Jaya II 8.000 hektar (1020 KK) dan Mekar Jaya seluas 3.482 hektar (620 KK).  Data lahan dan penduduk sudah masuk ke Kemenhut.

Nasib yang hampir serupa membuat warga tiga dusun ini berjuang bersama. Kutar menceritakan, warga Suku Anak Dalam, sudah menempati kawasan itu berpuluh-puluh tahun silam. Ketenteraman warga terusik kala PT Bangun Desa Utama (berganti: PT Asia Tim Persada), datang sekitar 1986-1987. Padahal, sebelum perusahaan datang, Menhut kala itu, menyatakan, lokasi itu ada pemukiman warga dan direncanakan pelepasan kawasan hutan.  “Tapi waktu perusahaan masuk, tidak pedulikan ucapan Menhut, langsung usir. Saat itu perusahaan pakai aparat menggusur warga.”

Warga pun terdesak dan menyebar di dua kabupaten: Batang Hari dan Sorolangun. “Habis semua kebun warga, karet, durian, kuburan-kuburan leluhur dikuasai perusahaan,” ucap Kutar.

Pada 1999-2001, keluarga yang bercerai berai berusaha berkumpul kembali di tanah adat mereka. Sejak 2007, mereka kembali berjuang menuntut hak adat. Warga mendatangi BPN Provinsi, BPN Pusat, diserahkan ke pemda, lalu ke BPN provinsi lagi. Mereka juga lapor ke Komnas HAM. Sampai pada Desember 2011, warga aksi ke Kemenhut, yang dijanjikan mengeluarkan lahan mereka dari konsesi. “Semua janji-janji sajo.” Kini mereka sudah kembali menduduki lahan. Warga mulai bercocok tanam. “Tapi masih ada penangkapan dan teror. Kami mau tanah kami diakui maka datang menagih janji ke sini.”

Begitu juga Dusun Kunangan Jaya II. Kawasan ini, dulu bekas konsesi PT Asia Log Jambi. Lahan telantar, pada 2001 warga masuk. Kawasan pun dibangun, ada RT, sampai sekolah. Baru pada 2010, pemerintah memberi izin konsesi kepada PT Agro Nusa Alam Sejahtera, Wana Kesita Nusantara dan PT Restorasi Ekosistem Indonesia(PT Reki).

Ngatono, Kepala Dusun Kunangan Jaya II mengatakan, penggusuran warga dimulai 2011. Mereka aksi bersama ke Kemenhut Desember 2011 yang menghasilkan kesepakatan. “Kami kembali lagi aksi. Kemarin (Senin) saat bertemu dengan Sumarto Suharno, Kepala Humas Kemenhut dibilang pertemuan 16 Desember 2011 ilegal. Kalau itu ilegal berarti yang hadir juga ilegal?” dia balik bertanya. Menurut dia, Sumarto sempat menawarkan kemitraan dengan perusahaan, tetapi warga memilih mandiri. “Jadi kita tetap di sini, menunggu SK Menhut.”

Mongabay.co.id, berusaha mendapatkan konfirmasi dari Sekjen Kemenhut, Hadi Daryanto, tetapi sampai berita ini diturunkan belum mendapatkan jawaban.

Notulen rapat warga Jambi dan Kementerian Kehutanan, 16 Desember 2011

Seorang ibu, warga Jambi yang ikut aksi ke Jakarta, tengah mencuci piring di dekat tenda, depan kantor Kemenhut. Foto: Sapariah Saturi
Warga Jambi yang aksi membawa bekal singkong, ubi sampai nangka untuk konsumsi mereka di Jakarta. Foto: Sapariah Saturi
Pemandangan warga Jambi yang menagih janji lahan ke Kemenhut tengah membangun tenda seadanyadi tengah Kota Jakarta. Foto: Sapariah Saturi
Warga Jambi tengah sibuk memotong bambu untuk tenda. Foto: Sapariah Saturi
Warga Jambi yang aksi ke Jakarta, tengah membangun tenda. Foto: Sapariah Saturi
Exit mobile version