Mongabay.co.id

Kaleidoskop Satwa 2012: Manusia Vs Satwa, Kemenangan Telak Untuk Manusia (Bagian II)

Selain catatan temuan berbagai spesies baru, sepanjang tahun 2012 juga didominasi oleh berbagai pemberitaan konflik wilayah antara satwa dan manusia di berbagai wilayah dan dalam berbagai bentuk. Namun seperti biasa, umumnya korbannya adalah satwa.

Hilangnya habitat alami satwa, terutama beberapa jenis satwa besar, akibat perluasan wilayah manusia menjadi salah satu penyebab konflik manusia dan satwa ini semakin kerap terjadi. Penambahan dan perluasan perkebunan sawit, penambahan kawasan hunian manusia dan pembukaan jalan melewati habitat gajah dan harimau, membuka pintu konflik manusia dan satwa.

Bahkan perambahan, justru lebih marak terjadi di dalam taman nasional itu sendiri dibandingan wilayah lainnya, seperti diungkapkan oleh Syamsidar dari WWF Riau. Dari penuturan Sayamsidar, di Riau terdapat sembilan kantong gajah. Tujuh diantaranya kritis dan dua lainnya di Tesso Nilo bisa diselamatkan. Dari total 300-320 individu gajah yang ada di Riau, sebanyak 150-200 individu ada di Tesso Nilo. “Tapi yang paling banyak gajah mati justru di Tesso Nilo karena banyaknya perambahan hutan. Ada upaya intervensi penyelamatan habitat tapi tetap masih terancam. Kalau sejak 2004 sampai sekarang sudah ada 60 ekor yang mati. Itu baru yang terdata,” kata Syamsidar dari WWF Riau.

Gajah Sumatera, satwa besar yang terus menjadi tersangka perusakan kebun sawit milik manusia. Foto: Rhett A. Butler

Tak heran jika International Union for Conservation of Nature (IUCN) kini menaikkan ‘kelas’ gajah Sumatera sebagai species yang “kritis” atau critically endangered, setelah sebelumnya spesies ini masuk ke dalam kelas “endangered” atau “terancam”. Meningkatnya ancaman, dan terus berkurangnya habitat hewan besar ini, serta berbagai kasus kematian yang mendera di alam liar menjadi berbagai faktor pelengkap bagi IUCN untuk menaikkan kelas hewan ini ke dalam level bahaya.

Menurut WWF, gajah Sumatera bisa punah di alam liar dalam kurun waktu kurang dari 30 tahun, kecuali langkah penting diambil oleh pemerintah dalam waktu dekat untuk melindungi habitat yang hilang dengan sangat cepat.

Gajah Sumatera kehilangan 70% habitat mereka dalam satu generasi. Penyebab utamanya tentu saja konversi hutan menjadi area pertanian, tempat tinggal, perkebunan, dan hutan produksi. Dampak yang sama kini juga menghantam harimau Sumatera dan Badak Sumatera. “Gajah Sumatera kini bergabung dengan dua spesies lain yang masuk ke dalam kelas “kritis” bersama dengan orangutan Sumatera, badak Jawa dan Sumatera dan harimau Sumatera,” ungkap Carlos Drews, Direktur Global Spesies Program WWF.

Anak harimau Sumatra yang kehilangan habitatnya dan memasuki habitat manusia. Foto: Lili Rambe

Diperkirakan kini hanya adalah sekitar 2400 hingga 2800 ekor gajah Sumatera yang hidup di alam liar. Jumlah ini menyusut sekitar 50% dari tahun 1985. Jika trend menurunnya jumlah gajah ini terus terjadi, maka dalam kurun waktu kurang dari 30 tahun, seluruh gajah Sumatera akan hilang. IUCN kini meminta pemerintah Indonesia untuk melarang segala bentuk konversi hutan yang menjadi habitat gajah, hingga semua peraturan dan strategi tata guna lahan dibenahi.

Situasi paling kritis terjadi di propinsi Riau, dimana deforestasi berjalan dengan sangat laju, dan sudah menghilangkan 80% habitat gajah Sumatera hanya dalam waktu kurang dari 25 tahun, tambah WWF.

Sementara, Kondisi serupa juga terjadi untuk harimau Sumatera, yang diperkirakan tinggal tersisa sekitar 400 hingga 500 ekor saja di alam liar akibat hilangnya habitat mereka. Berikut beberapa kasus konflik manusia dan satwa yang berhasil direkam oleh Mongabay-Indonesia sepanjang tahun 2012, tentu tidak bisa semua kasus, karena sudah pasti tidak muat halaman ini mengingat begitu banyaknya kasus yang terjadi di lapangan dan tidak terpantau.

FEBRUARI 2012

Proses penyelamatan yang pertama orangutan dari habitatnya yang tersisih akibat buldoser manusia untuk membuka perkebunan sawit PT Sisirau di Aceh Tamiang, Propinsi Aceh. Penyelamatan ini dilakukan oleh Sumatran Orangutan Conservation Programme. Sepanjang Februari 2012 hingga September 2012, SOCP dan mitra meakukan empat kali penyelamatan orangutan di kawasan ini.

Penyelamatan orangutan akibat buldoser manusia untuk membuka perkebunan sawit. Foto: OIC

MARET 2012

Bulan Maret 2012 ditemukan bangkai tiga gajah di Desa Pangkalan Gondai. Meski lokasi kematian gajah diluar TNTN, semua pada koridor lintasan gajah TNTN

Gajah mati di Taman Nasional Tesso Nilo Riau. Foto: WWF Riau

APRIL 2012

Awal April, seekor gajah mati sekitar satu kilometer dari Desa Sungai Tapa, lokasi kematian gajah terbaru. Pertengahan Mei, seekor gajah mati lagi di koridor kawasan hutan di tepi Taman Nasional Tesso Nilo.

Pada 29 April,  seekor gajah betina mati di Jalan lintas SP IV – SP V Gampong Krueng Ayon, Kecamatan Sampoinet, Aceh Jaya.

Perambahan hutan untuk perkebunan sawit, membuat habitat dan wilayah jelajah gajah Borneo berkurang. Demikian hasil penelitian WWF dari 2007-2011. Perkiraan populasi sementara gajah Borneo 20 sampai 80 ekor di wilayah utara Kalimantan Timur, berbatasan langsung dengan Sabah, Malaysia. Hutan yang berkurang menyebabkan gajah yang kerap dijuluki Borneo pygmy elephant alias gajah kecil Borneo ini makin terdesak. Kondisi ini memicu konflik antara manusia dan gajah. Data WWF menunjukkan, dari 2005 hingga 2007 tercatat sekitar 16.000 tanaman sawit milik masyarakat dan perusahaan perkebunan rusak dimakan gajah. Hasil pemantauan, tahun 2005 -2009 terdapat 11 desa rawan konflik gajah. Kesebelas  desa rawan konflik gajah di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur (Kaltim). Yakni,  Desa Semunad, Sekikilan, Kalun Sayan, Tembalang, Salang, Tinampak I, Tinampak II, Tau Baru, Naputi, Balatikon dan Sanur. Empat desa paling banyak konflik gajah adalah desa Semunad, Sekikilan, Kalun Sayan dan Tembalang.

Harimau Sumatera terjerat perangkap rusa milik penduduk di Jambi. Foto: Dian Risdianto

MEI 2012

Seekor harimau Sumatra masuk ke kawasan penduduk di desa Tanjung Petai, Kecamatan V Kuto, Kabupaten Mukomuko, Bengkulu awal Mei 2012 silam. Persitiwa ini terjadi setelah beberapa hari sebelumnya seorang penduduk desa juga dikejar harimau, namun berhasil melarikan diri dan tidak mengalami luka fisik. Untuk menindaklanjuti peristiwa ini, kini Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bengkulu menunrunkan sebuah tim untuk menelusuri jejak harimau tersebut.  “Kami sudah turun tim ke lokasi setelah mendapat laporan dari warga Desa Tanjung Petani, Kecamatan V Kuto, daerah itu bahwa ada seekor harimau mengejar warga setempat,” kata Kepala BKSDA Bengkulu Amon Zamora.

Kasus yang terjadi di Dusun Rambong, Desa Sapek, Kecamatan Setia Bakti, Aceh Jaya, kawanan gajah liar memasuki dusun di pedalaman tersebut. Pada hari Jumat 11 Mei 2012 sekitar pukul 21.00 WIB malam rombongan gajah kembali mengobrak-abrik tanaman warga. Kali ini jumlah gajah liar yang datang hanya sekitar 8 ekor, yang diduga telah terpecah dari rombongan yang sebelumnya mencapai 20 ekor lebih.

Peristiwa lainnya, seekor harimau Sumatra betina terjebak jerat rusa di Desa Muara Hemat, Kecamatan Batang Merangin, Kabupaten Kerinci, Jambi. Harimau dengan panjang 147 cm dan tinggi 58 cm ini terjerat sling baja di sebuah semak belukar, di ladang desa tersebut. Kondisi lokasi yang sangat padat semak belukar membuat tim evakuasi yang bertugas mengalami kesulitan untuk segera melepaskan harimau tersebut dari jerat. Penduduk desa sendiri mengetahui keberadaan harimau yang terjerat ini sejak hari Kamis siang tanggal 24 Mei silam. Namun jarak yang jauh dari lokasi kejadian, dan beratnya semak belukar dalam medan penyelamatan membuat proses evakuasi berlangsung lama bagi tim yang bertugas saat itu.

Pada tanggal 15 Mei, seekor jantan sudah mati beberapa hari di dekat kebun penduduk di Desa Pante Kuyun, Kecamatan Setia Bakti, Aceh Jaya.

Enam ekor gajah kembali ditemukan mati di sekitar Taman Nasional Tesso Nilo, Riau. Gajah terakhir yang ditemukan adalah seekor gajah jantan di Desa Sungai Tapa, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan. Kawasan Sungai Tapa, lokasi penemuan gajah mati tersebut, merupakan salah satu wilayah TNTN yang dirambah masyarakat dan berubah menjadi perkebunan kelapa sawit. Menurut catatan WWF Riau, luas kawasan TNTN yang dirambah 28.000 hektar dari total areal 83.000 ha. Syamsidar, juru bicara WWF Riau, mengungkapkan, dari enam gajah mati di koridor dan di dalam kawasan TNTN, kesimpulan awal adalah akibat perambahan. Pola kematian gajah umumnya disebabkan keracunan, yang dilakukan untuk melindungi kebun sawit dari kerusakan.

JUNI 2012

Pada tanggal 2 Juni 2012, warga menemukan tiga gajah mati setelah memakan batang sabun yang dibubuhi racun di perkebunan sawit PTPN I, Desa Alur Labu, Kecamatan Bireuen Bayeun, Aceh Timur. Terakhir dua gajah sudah menjadi bangkai, seekor tinggal tulang belulang di kebun sawit masyarakat di Desa Jambo Dalem, Kecamatan trumon Timur, Aceh Selatan. Ada serbuk racun di batang sawit dekat gajah mati.

Masih di bulan Juni 2012, rencana pengembangan area kerja PT Hijau Artha Nusa (HAN), sebuah perusahaan Korea yang bergerak di bidang biomassa di Kabupaten Merangin, Jambi yang telah ditolak oleh warga di 18 desa sekitar.  Tergerusnya habitat harimau Sumatra secara konstan, kini meningkatkan frekuensi konfik antara satwa ini dengan manusia. “Dua-tiga tahun belakangan ini, konflik justru meningkat bahkan telah tercatat konflik itu telah terjadi rata-rata dua kali dalam sebulan. Akibat fatalnya adalah sudah dua orang warga Merangin tewas dimangsa harimau Sumatera,” ungkap Arif Munandar, Direktur Walhi Jambi

Sementara di Rokan Hilir, Riau seekor harimau Sumatera kembali masuk perangkap yang dibuat manusia. Peristiwa ini tepatnya terjadi di Kecamatan Limau Kapas, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau. Dari identifikasi sementara, harimau yang mati ini terjerat ini kemungkinan adalah harimau Sumatera dewasa, yang hidup di sekitar hutan konservasi. BKSDA Riau mendapat laporan pada hari Senin 25 Juni 2012 silam, dan berencana segera melakukan verifikasi ke lapangan. Menurut informasi, kata Syahimin, harimau malang itu mati akibat dijerat warga setempat. Belum jelas motif warga menjerat satwa yang dilindungi itu.

Dari Aceh dilaporkan, dua ekor gajah merusak tanaman perkebunan sawit milik warga di sejumlah desa di Kecamatan Woyla, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh.

Penyelamatan dua anak harimau yang ditemukan di jalan. Foto: BKSDA Jambi

JULI 2012

Nasib yang menimpa karyawan perkebunan sawit PT Seberida Subur, Mesti Nudru, Jumat 13 Juli 2012 sekitar pukul 16.40, adalah satu contoh makin tingginya konflik harimau dan manusia. Nudru diterkam harimau saat melebarkan piringan pohon sawit di Blok A 36 devisi III. Dia dilarikan ke rumah sakit dan akhirnya meninggal dunia. Kapolsek Batang Gansal, Iptu Imorn Teheri seperti dikutip dari Riau Pos Minggu 15 Juli 2012 mengatakan, kejadian naas ini terjadi pada Jumat 13 Juli 2012 sekitar pukul 16.40 di perkebunan PT Seberida Subur, Desa Siambul, Kecamatan Batang Gangsal. Serangan harimau itu tepat mengenai tengkuk bagian belakang korban. Nudru sempat menjerit minta tolong. Kedua orang tua korban bersama warga lain langsung mencari keberadaan Nudru. Dia ditemukan sekitar 200 meter dari tempat bekerja dalam kondisi kritis. Harimau tidak lagi ditemukan.

Nudru dilarikan ke klinik Duta Medika di Simpang PT Kencana Amal Tani (KAT) Kecamatan Seberida. ‘’Korban tidak tertolong lagi. Sekitar pukul 19.40 meninggal dunia.”

Seekor gajah Sumatra (Elephas maximus sumatrae) jantan belia ditemukan mati di tengah kebun sawit di Desa Kota Garo, Kabupaten Kampar, Riau Jumat 20 Juli 2012. Gajah Sumatra berusia sekitar 12 tahun ini ditemukan tidak jauh dari hutan lindung Taman Hutan Raya Riau. Kematiannya diperkirakan sehari sebelum ditemukan Tim BKSDA Riau, WWF Riau dan kepolisian setempat. Dokter hewan Rini Deswita kepada Mongabay Indonesia mengatakan, saat ditemukan gading sebelah kiri hilang.

Luka-luka akibat tambakan di sekujur tubuh orangutan yang diserang dengan senapan angin di Pangkalan Bun. Foto: Dokumentasi Orangutan Foundation

OKTOBER 2012

Tanggal 10 Oktober silam, seekor orangutan ditemukan dalam keadaan sekarat penuh bekas luka tembak di tubuhnya di perkebunan kelapa sawit, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. Tak kurang dari 104 peluru senapan angin bersarang di tubuh Aan. Beberapa diantaranya bahkan bersarang di organ-organ utama, seperti jantung dan paru-paru. Aan ditemukan oleh tim penyelamat SKW II-BKSDA Kalimantan Tengah dan tim Orangutan Foundation tangga 10 Oktober silam.

Anak gajah yang mati diracun di Riau. Foto: WWF Riau

NOPEMBER 2012

Kematian tiga ekor gajah sumatra (Elephas maximus sumatranus) di Desa Segati, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan, Riau yang ditemukan 10 November 2012 lalu masih menyimpan misteri meski dugaan sementara kematiannya dikarenakan keracunan. Mongabay Indonesia secara ekslusif mendapatkan foto-foto ketiga ekor gajah berkelamin betina tersebut. Ketiga gajah ditemukan tepat di antara lokasi perambahan hutan di bagian luar Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) yang berbatasan seratusan meter dengan perkebunan akasia milik PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) koridor Basrah. Menurut Syamsidar, Humas WWF Program Riau, gajah pertama yang ditemukan berumur sekitar 30 tahun dan gajah kedua 13 tahun dan satunya lagi masih bayi berumur tiga tahun. Sejak tahun 2004, di wilayah TNTN tercatat 64 ekor yang mati akibat konflik penguasaan lahan untuk perkebunan sawit dan akasia. Bahkan sepanjang tahun ini saja sudah 8 gajah Tesso Nilo mati.

Maraknya berbagai kasus konflik perebutan lahan ini salah satunya dipicu oleh kebijakan yang dibuat oleh manusia sendiri. Misalnya seperti yang terjadi di Bengkulu. Terakhir, setelah keluar Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.643/Menhut-II/2011 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan Seluas 2.192 hektar, Perubahan Antar Fungsi Kawasan Hutan Seluas 31.013 hektar, dan Penunjukan Bukan Kawasan Hutan Menjadi Kawasan Hutan Seluas 101 hektar di Provinsi Bengkulu, status dan luas PLG Seblat berubah. Status PLG Seblat yang semula hanya hutan produksi fungsi khusus ditingkatkan menjadi Taman Wisata Alam (TWA).

Luasnya pun berubah. Seluas 540 hektar dari PLG dialihfungsikan menjadi hutan yang dapat dikonversi. Di saat bersamaan, PLG Seblat yang sudah menjadi TWA ditambah luasnya sekitar 1.800 hektar yang berasal dari hutan produksi terbatas (HPT) Lebong Kandis.

Darah keluar dari mulut penyu belimbing yang mati terdampar di pantai selatan Yogyakarta. Foto: Tommy Apriando

KASUS-KASUS SATWA LAUT TERDAMPAR SEPANJANG 2012

Selain kematian satwa di darat akibat berbenturan dengan manusia, berbagai peristiwa juga terjadi di kawasan perairan Indonesia. Tahun 2012, diwarnai oleh begitu banyak kasus terdamparnya satwa laut di berbagai wilayah tanah air kita, yang umumnya disebabkan oleh penyebab alami.

Seekor paus jenis sperm whale terdampar di perairan dangkal pantai Tanjungpakis, Desa Pakis Jaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Paus dengan bobot sekitar 2.5 ton ini terdampar sekitar 500 meter dari bibir pantai Tanjungpakis sejak 25 Juli 2012 silam dan masih belum bisa lepas dari area dangkal hingga hari keempat. Kondisi paus ini sendiri terus melemah setelah empat hari terjebak di kedalaman sekitar 1.5 meter. Relawan dari JAAN (Jakarta Animal Aid Network) dan berbagai lembaga lain sempat menyelamatkan paus ini, namun kemudian mati di perairan Bekasi.

Hiu tutul yang terdampar di Pantai Parangkusumo, Bantul Yogyakarta. Foto: Tommy Apriando

Seekor hiu tutul terdampar dua kali berturut-turut di sekitar pantai selatan Yogyakarta. Pertama adalah di Pantai Baru Srandakan tanggal 2 Agustus 2012 silam dan disusul dengan seekor hiu paus tanggal 4 Agustus 2012 di Pantai Parangkusumo. Terdamparnya hiu tutul (Rhincodon typus) atau hiu paus (whale shark) ini,  adalah peristiwa ketiga jika dihitung dari peristiwa terdamparnya paus sperma (whale sperm) di Pantai Tanjungpakis, Karawang, Jawa Barat akhir Juli silam.

Penyu betina jenis belimbing (Dermochelys coriacea) atau Leatherback dengan panjang 140 cm dan berat 120 kilogram, mati terdampar di pesisir Pantai Baru, Srandakan, Bantul. Spesies yang termasuk dalam kategori Critically Endangered (sangat terancam punah) dalam Daftar Merah IUCN ini ditemukan warga sekitar pantai pada Jumat, 24 Agustus 2012 sekitar pukul 18.00 Wib. Dari pemantauan yang dilakukan sejak pagi hari oleh kelompok Peduli Penyu, Reispisasi, Sabtu, 26 Agustus 2012, belum diketahui secara pasti penyebab kematian dari penyu tersebut. “Ada kemungkinan Penyu ini mati karena keracunan lantaran memakan sampah plastik yang dikiranya ubur-ubur,” kata Deni Widyanto dari Reispirasi.

Seekor paus juga terdamar di perairan Jambi di awal bulan September, untuk pertamakalinya. BKSDA Jambi tidak mengetahui jenis kelamin paus karena selama ini pihak BKSDA mengaku belum pernah melakukan penelitian mengenai paus. Nurazman dari BKSD Jambi memperkirakan paus bongkok ini terdampar akibat kesalahan navigasi atau terlalu jauh mencari makan sehingga masuk ke dalam cekungan daratan karena lokasi ditemukannya paus ini adalah cekungan.

Paus yang terdampar di Tanjung Jabung, Jambi. Foto: Lili Rambe

Di Pantai Kolo, Kecamatan Asakota, Bima, Nusa Tenggara Barat seekor paus  terdampar pukul 9 pagi, pada tanggal 25 September 2012 dan langsung diketahui oleh masyarakat sekitar. Menurut penuturan seorang warga bernama Ardiansyah, paus ini panjangnya sekitar 4 meter, dengan bobot dan jenisnya yang tidak diketahui oleh warga setempat.

Senin 1 Oktober 2012, 46 ekor paus jenis pilot whale terdampar secara bersamaan di pantai Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur. Sementara kabar lain mengatakan, jumlah paus yang terdampar adalah 48 ekor. Pemerintah setempat seperti dilansir oleh Kompas.com, melalui Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sabu Raijua berusaha menyelamatkan paus tersebut dan mengembalikan ke laut dengan bantuan masyarakat, namun upaya tersebut gagal. Empat puluh empat paus terdampar di Desa Deme, Kabupaten Sabu Raijua. Sementara dua paus lainnya terdampar di desa sebelah desa ini. Kelompok paus ini berukuran antara 2 hingga 9 meter.

Dalam berbagai kasus penyelamatan ini, lemahnya koordinasi antar-instansi dan lambatnya reaksi lembaga negara yang seharusnya bertanggung jawab dalam penyelamatan satwa membuat nyaris semua satwa yang terdampar mati di tempat.

Exit mobile version