Mongabay.co.id

Bupati Serang Hentikan Sementara Tambang Pasir Laut Lontar

Setelah protes panjang, terakhir aksi 9 Januari 2013, di depan Kantor Bupati Serang, upaya nelayan tradisional Teluk Lontar, Serang,  membuahkan kemenangan kecil.  Bupati Serang, A Taufik Nuriman, menghentikan sementara pertambangan pasir lewat surat Nomor : 540/02-Huk. BPTM/2013 perihal Penghentian Sementara operasional PT. Jetstar, tertanggal 9 Januari 2013.

Menurut surat bupati, penghentian ini guna mengkaji ulang secara bersama-sama melibatkan unsur terkait, pemerintah daerah, pengusaha dan masyarakat. Ahmad Fanani, nelayan tradisional Teluk Lontar mengatakan, akan tetap bersikap kritis terhadap pertambangan di Teluk lontar. “Tidak hanya oleh PT. Jetstar, tetapi semua pertambangan pasir laut di Teluk Lontar,” katanya, Jumat(11/1/13).

Menurut dia, tahun 2004,  nelayan sudah protes hingga terbit surat penghentian sementara.  Namun, selang dua hari bupati mempersilakan kembali penambang pasir mengeruk laut. “Kami tak akan diam apabila janji manis tahun 2004 oleh Bupati Serang terulang lagi.”

Dadi Hartadi, dari Wahana Hijau Fortuna mengungkapkan,  penghentian sementara penambangan pasir laut di pesisir Lontar oleh Bupati Serang harus menjadi proses awal  penutupan permanen seluruh penambangan pasir di sana. Keinginan nelayan tradisional, tidak ada lagi penambangan karena mengganggu ekosistem perairan dan kehancuran biota laut. Kondisi ini, berdampak kepada wilayah tangkapan nelayan tradisional rusak.

Jika Bupati Serang kembali mengizinkan, penambangan pasir laut kembali, sebelum kajian ketat dan komprehensif terkait aspek ekologis dan tata ruang, ucap Dadi, mereka bersama nelayan tradisional akan melaporkan pelanggaran pidana tata ruang. Sebab, sesuai Perda No. 10 tahun 2011 tentang Tata Ruang Kabupaten Serang, kawasan itu rawan bencana geoologi dan abrasi.

“Merujuk UU no.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, menyebutkan, siapapun pejabat berwenang mengeluarkan izin tidak sesuai tata ruang dapat diancam pidana dan pidana tambahan berupa pemecatan secara tidak hormat dari jabatan.”

Marthin Hadiwinata dari Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyatakan, perusakan lingkungan oleh penambangan tidak hanya di wilayah pesisir juga kawasan tujuan pasir laut  itu. “Perusakan wilayah penimbunan pasir untuk reklamasi di Teluk Jakarta, menempatkan nelayan tradisional sebagai korban”.

Menurut A Haris Balubun dari Jatam, pencabutan sementara ini memperlihatkan kelemahan pemerintah daerah, yang memilih tunduk kepada kepentingan pemodal ketimbang mengutamakan masyarakat. “Pencabutan sementara mengindikasikan tidak ada jaminan hukum atas kerusakan lingkungan akibat penambangan pasir laut di Pesisir Lontar dan Teluk Banten.”

Tak jauh beda dengan Haris, Handika Febrian dari LBH Jakarta mengungkapkan, seharusnya, bupati bersikap tegas menutup dan melarang tambang secara permanen. “Karena aktivitas pertambangan itu menimbulkan pemiskinan struktural yang mengancam mata pencaharian nelayan.”

Senada dengan pendapat Irhash dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi). Dia mengatakan, surat penghentian sementara ini kemenangan rakyat Lontar dalam mempertahankan sumber kehidupan pesisir yang dirusak tambang pasir laut. “Walhi meminta Pemerintah Serang memulihkan hak nelayan baik ekonomi dan lingkungan,” ujar dia.

Dampak tambang, menyebabkan kerusakan terumbu karang tempat ikan hidup bersama biota lain. “Ini harus dipulihkan.” Dia berharap, warga Lontar, konsisten memastikan penghentian total dan mencabut IUP pasir laut di sana. “Jika tidak, rakyat akan kembali ditipu pemerintah kabupaten.”

Dikutip dari Kabar Banten.com, menyebutkan, izin penambangan pasir laut diberikan Bupati Serang, kepada PT Jetstar, 23 Desember 2011 dengan volume 3 juta meter kubik. Dalam surat izin itu tercantum luas penambangan 1.000 hektar dengan ketebalan pengambilan pasir sedalam dua meter dan kontrak berlaku dua tahun.

Kepada pemegang izin kontrak penambangan, selain wajib membayar sejumlah uang juga ada 11 kewajiban perusahaan, antara lain, mencegah dan mengantisipai pencemaran atau kerusakan lingkungan akibat kegiatan penambangan serta gangguan terhadap masyarakat di sekitar lokasi kegiatan. Kewajiban menjaga dan memelihara bangunan milik pemeritah maupun perorangan sebagai akibat penambangan atau penyedotan pasir. Kewajiban lain, tidak menimbulkan keresahan masyarakat di lingkungan sekitar, apabila timbul keresahan, pemegang izin wajib menyelesaikan bersama-sama dengan pemda.

Kepala Badan Riset Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Indroyono Susilo mengatakan, dari hasil penelitian para ahli lingkungan, dampak negatif yang ditimbulkan penambangan pasir laut di wilayah Indonesia bukan saja abrasi pantai. “Juga menimbulkan banyak pulau kecil di Kepulauan Riau yang tenggelam.

Menurut hasil penelitian Sucopindo oleh dua pakar Dr. Ir. Sofyan dari BPPT dan Prof. Suroso dari Universitas Airlangga membuktikan, pasir laut yang dibeli Singapura dengan harga murah ternyata memiliki kandungan pasir kuarsa (S1O2) dengan kadar 95%-98%. Pasir kuarsa, menjadi bahan baku membuat gelas kaca rumah, alat-alat laboratorium, alat-alat optik (lensa kacamata). Termasuk kaca untuk kamera pesawat terbang dan kaca antipeluru.

Nelayan Lontar kala aksi tolak tambang pasir laut di depan Kantor Bupati Serang. Setelah serangkaian penolakan, bupati menghentikan sementara izin PT Jetstar, hingga selesai kajian ulang. Foto: Jatam
Nelayan Lontar, aksi tolak tambang pasir laut. Foto: Jatam
Surat Bupati Serang, tentang penghentian sementara tambang pasir laut. Foto: Jatam
Exit mobile version