Mongabay.co.id

Catatan dan Masukan Penting untuk Penguatan Moratorium II

Kayu baru tebang dari pembersihan hutan di konsesi Asia Tani Persada, supplier PT APP di Kuala Balai, Kalimantan Barat. Foto: Greenpeace

Perpanjangan Instruksi Presiden (Inpres) Moratorium hutan dan lahan sudah ditandatangani 13 Mei 2013 dengan penekanan masih berbasis waktu, dua tahun. Meskipun menyambut baik, berbagai kalangan memberikan beberapa catatan penting demi mendapatkan capaian lebih baik.

Zenzi Suhadi, Pengkampanye Hutan dan Perkebunan Besar Walhi Nasional mengatakan, Inpres Moratorium sesi kedua, tak jauh beda dari pertama. Untuk itu, agar tercapai baik harus dilaksanakan dengan tanggung jawab serius oleh penerima instruksi di level nasional maupun daerah.

Walhi menilai, penerima instruksi harus berkosentrasi pada tiga hal penting. Pertama, menyelesaikan konflik sampai 2013, kedua,  menghentikan pengerusakan hutan oleh perusahaan tambang dan perkebunan serta penegakan hukum.

Ketiga, mewaspadai dan mencegah modus pengeluaran izin dalam masa moratorium, seperti pelepasan kawasan hutan dan alih fungsi melalui mekanisme review kawasan hutan untuk RTRW. “Penting juga memunculkan sanksi  bagi pelanggaran Inpres.”

Inpres 6 tahun 2013 ini, katanya, masih memberikan pekerjaan rumah kepada Presiden. “Bagaimana Presiden memastikan proses review wilayah moratorium dalam PIPIB setiap enam bulan, tidak menjadi ajang transaksi kewenangan dan kepentingan mengakomodir kebutuhan pengusaha yang merusak hutan dan mengincar wilayah moratorium,” katanya kepada Mongabay, Rabu(15/5/13).

Zenzi mengatakan, revisi peta indikatif penundaan izin baru (PIPIB) selama dua tahun terakhir bersifat negatif  karena mengurangi wilayah moratorium.  “Ke depan revisi PIPIB harus positif dan tegas terhadap aktivitas perusahaan dan pengeluar izin dalam kawasan hutan.”

Tak hanya itu. Pekerjaan rumah lain dengan Inpres ini, bagaimana Presiden memastikan fungsi ekonomi sosial dan ekonomi  serta lingkungan hutan kritis kembali kepada masyarakat dan bioregion.  Sebab, pola restorasi ekosistem yang diakomodir dalam Inpres 06 tahun 2013 justru restorasi ekologi yang memangkas hak dan ketergantungan masyarakat lokal dengan hutan.  “Seperti IUPHK-RE di Kalimantan Tengah, dan Jambi yang justru menimbulkan konflik dengan masyarakat lokal.”

Arie Rompas, Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Tengah (Kalteng) mengatakan, Inpres perpanjangan moratorium tak akan efektif tanpa ada sanksi dan upaya penegakan hukum.

“Inpres yang diharapkan memperbaiki tata kelola  di sektor kehutanan ini  semestinya menjadi trigger penegakan hukum atas aktivitas ilegal di kawasan hutan. Banyak aktivitas tak prosedural di kawasan hutan menjadi salah satu masalah utama tata kelola sektor  ini,” katanya.

Seharusnya, inpres ini juga menyasar penegakan hukum atas aktivitas ilegal perusahaan dan  sanksi hukum bagi pejabat yang mengeluarkan izin di wilayah peta indikatif moratorium ini.

Di Kalteng, sebelum penerbitan Inpres pertama sudah banyak izin tak procedural. “Seharusnya izin itu dicabut untuk memastikan perlindungan terhadap hutan alam dan lahan gambut  yang masuk PIPIB.”

Selama implementasi Inpres Moratorium dua tahun ini, Walhi Kalteng memonitoring pada di 10 perusahaan di lima kabupaten. Hasilnya,  menemukan masih terjadi perambahan kawasan yang masuk PIPIB di wilayah moratorium. Jadi, sudah selayaknya pemerintah mengambil tindakan penegakan hukum terhadap perusahaan-perusahaan itu. Aktivitas mereka juga melanggar aturan hukum lebih tinggi seperti UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, UU PPLH No. 32 tahun 2009, UU No 18 tahun 2004 tentang Perkebunan dan UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Masa moratorium dua tahun ini, semestinya juga menjadi momentum dalam menyelesaikan masalah seperti review perizinan dan pembenahan konflik kehutanan dengan membangun mekanisme komplain dan resolusi konflik. “Juga melindungi dan pengakuan atas hak adat dan wilayah kelola rakyat serta wilayah ekologi penting yang memiliki fungsi ekosistem dan sumber-sumber penghidupan rakyat.”

Pandangan senada datang dari Greenpeace. Yuyun Indradi Jurukampanye Hutan Greenpeace Indonesia mengatakan perpanjangan ini kabar baik, tetapi disayangkan Presiden tidak memperkuat moratorium  dengan melarang pembukaan di semua hutan dan lahan gambut.  “Itulah yang benar-benar diperlukan jika kita ingin menyelamatkan harimau dan orangutan di Indonesia. Juga penghidupan hidup masyarakat lokal di bawah ancaman ekspansi minyak sawit tanpa henti, serta pulp dan kertas.”

Untuk itu, Greenpeace menuntut pemerintah agar meninjau konsesi yang ada, dan meningkatkan transparansi bagaimana lisensi diberikan. Serta membangun database kredibel untuk lahan rendah karbon dan tata ruang jelas serta ada perencanaan penggunaan lahan.

Laporan Greenpeace terakhir menyebutkan, saat ini status quo tak cukup untuk menjamin semua hutan dan lahan gambut kaya karbon di Indonesia, terlindungi. “Kami mendesak mitra utama moratorium hutan Indonesia, seperti Pemerintah Norwegia membantu Indonesia mengurangi emisi dari deforestasi, dan mendorong moratorium diperkuat, bukan sekadar diperpanjang, ” kata Yuyun.

Apresiasi dan catatan juga datang dari WWF Indonesia. Efransjah, CEO WWF Indonesia mengatakan, WWF sangat mendukung perpanjangan moratorium ini untuk melanjutkan upaya penyempurnaan tata kelola hutan dan lahan gambut.

Namun, katanya, yang paling penting dari perpanjangan moratorium ini, perlu penetapan target kerja jelas. “Seperti penyelesaian dan penetapan peta terpadu tunggal, percepatan penyelesaian tata ruang di wilayah target moratorium dan pengkajian aturan pemerintah yang tidak sinkron di pusat dan daerah dalam pengelolaan sumber daya alam.”

Dengan Inpres Moratorium ini, memberi kesempatan untuk proses perbaikan dan penyempurnaan tata kelola perizinan, termasuk izin pinjam pakai dan usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam . “WWF akan mendukung Inpres ini dengan pemantauan pelaksanaan kebijakan ini di lapangan,” kata Nazir Foead, Direktur Konservasi WWF Indonesia.

Martua Sirait, anggota Komisi dan Perubahan Iklim Dewan Kehutanan Nasional (DKN) berpandangan, sepintas isi Inpres Moratorium pertama dan perpanjangan sama baik penerima instruksi maupun tugas mereka masing-masing.

Namun, kerangka moratorium ini ada perubahan. Pada Inpres Moratorium I masih sangat umum yaitu,  menyeimbangkan dan menselaraskan pembangunan ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan  serta upaya penurunan emisi gas rumah kaca menjadi lebih tegas. “Dalam inpres perpanjangan menjadi menyelesaikan berbagai upaya untuk penyempurnaan tata kelola hutan dan lahan gambut yang tengah berlangsung.”

Jadi, kata Martua, bisa dikatakan problema utama masih agak samar samar dalam awal pembuatan Inpres pertama, mulai ditangkap lebih jelas dalam perpanjangan.

Meskipun kata tata kelola tak dijabarkan, tetapi maksud bisa ditangkap yakni kenyataan buruk tata kelola hutan dan lahan. Antara lain, ketidakpastian kawasan hutan (realisasi pengukuhan hutan rendah), izin-izin, pinjam pakai, tukar menukar kawasan terbit pada kawasan yang belum dikukuhkan dan belum ada mekanisme penanganan konflik di kawasan hutan. Lalu, aturan masih tumpang tindih, distribusi penguasaan atas kawasan hutan timpang, belum ada data jelas keberadaan masyarakat beserta hak hak di dalam kawasan hutan dan penyelesaian satu peta (one map). Termasuklah, rencana tata ruang wilayah provinsi (RTRWP), baru beberapa provinsi yang selesai.

Tak hanya itu. Banyak juga pembenahan tata kelola baru dimulai, dan perlu dipercepat,  seperti percepatan pengukuhan kawasan hutan, baru dibentuk nota kesepakatan bersama (NKB) 12 Kementerian dan Lembaga, atas supervisi KPK dan UKP4. Mekanisme penangan konflik pun belum disepakati. “Ini masuk bagian dari kerja NKB.”

Belum lagi, aturan masih tumpang tindih, contoh muncul judicial review UU Kehutanan, khusus pasal hutan adat oleh AMAN. Lalu, ketimpangan distribusi penguasaan hutan antara usaha skala besar dan masyarakat lokal dan lain-lain. “Makin lama proses pembenahan tata kelola ini, maka makin lama pula moratorium ini akan terus dibutuhkan. Jangan- jangan akan diperpanjang kembali dari 2015 ke 2017.”

 Inpres Moratorium Perpanjangan Klik di sini

Exit mobile version