Mongabay.co.id

Bentrok Warga-Brimob di Tengah Setumpuk Pembiaran Masalah Indomuro

Komnas HAM diminta turun menginvestigasi kasus ini sekaligus menyelidiki pemerintah pusat, provinsi dan daerah yang membiarkan operasi tambang meskipun penuh masalah.

Pada Sabtu sore(29/6/13), ribuan massa yang dikenal sebagai berunak (pencari emas sisa penambangan pabrik) menyerang perusahaan tambang emas PT Indomuro Kencana (IMK) Strait di Desa Mangkahui Kecamatan Siang Selatan Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah. Empat anggota brimob luka bacok, dan  seorang warga tertembak.

Para brimob ini sehari-hari bertugas sebagai pengaman perusahaan tambang emas milik investor Australia ini. Dikutip dari JPNN Grup, ribuan berunak mengamuk lantaran mendengar kabar salah satu rekan mereka ditembak aparat. Mereka marah. Lalu berkumpul dan menyerang base camp kantor tambang  ini.

Tak hanya camp karyawan dibakar. Pabrik pengolahan emas beserta puluhan mobil operasional perusahaan Amdal keluar maupun perumahan karyawan juga dibakar.  Sempat beredar kabar enam brimob tewas, ternyata hanya luka-luka. Guna membantu Polisi, aparat TNI diterjunkan ke perusahaan penambangan emas ini. Situasi berangsur kondusif.

AKBP Dedy Suhartono, Kapolres Murung Raya  mengatakan, PT IMK merupakan obyek vital. Pengamanan gabungan ini melibatkan aparat TNI untuk mengamankan karyawan PT IMK, baik pekerja lokal maupun asing. “Juga mengamankan aset-aset PT IMK,” katanya seperti dikutip Detik.com.

Perusahaan ini beroperasi dengan beragam permasalahan, dari beroperasi sebelum izin lingkungan keluar, pencemaran sampai mengancam cagar budaya. Kalangan aktivis lingkungan di sanapun sudah meminta pemerintah meninjau ulang kontrak karya mereka. Sayangnya, pemerintah beserta aparatnya seakan buta dengan masalah yang muncul menimpa masyarakat maupun lingkungan.

Mitra Lingkungan Kalteng, misal, pada  21 Januari 2013, mengirimkan surat ke Presiden RI dan berbagai lembaga negara serta kedutaan asing di Jakarta.

Surat-surat itu, antara lain ditujukan kepada DPR RI, Presiden, Duta Besar Australia, Duta Besar Norwegia, UKP4 dan Satgas REDD+, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kementrian Pertahanan dan Keamanan RI, dan Kejaksaan Agung RI. Lalu  Kementrian Energi Sumber Daya Mineral,  Kementerian Lingkungan Hidup,  dan Kapolri.

Surat itu juga ditembuskan kepada DPRD Kalteng, Gubernur Kalteng, DPRD Kabupaten Murung Raya di Puruk Cahu, dan Bupati Murung Raya di Puruk Cahu. Begitu juga Direktur Utama PT. IMK.

Isi surat itu menekankan masalah perusahaan berupa ketelanjuran dan tunggakan masalah kontrak karya PT IMK seluas 47.940 hektar di Kabupaten Murung Raya, Kalteng. PT IMK telah mengeksploitasi tambang emas dua tahun sebelum memiliki dokumen lingkungan. Pembahasan dokumen Amdal,  baru pada Desember 2012. Ini melanggar UU 32 Tahun 2009 dan PP 27 Tahun 2012. Parahnya, kasus ini diketahui semua unsur pemerintah setempat tetapi tidak ada tindakan konkrit.

“Mudah-mudahan ada tindak lanjut nyata dari berbagai lembaga negara ini.” Begitu harapan Kussaritano, Direktur Mitra Lingkungan Kalteng, kala itu.

Namun, tak ada perubahan sampai satu ‘bom’ konflik meledak. “Padahal dari dulu kita sudah warning tentang PT IMK agar kontrak karya itu ditinjau ulang,” kata Itan, panggilan akrabnya kepada Mongabay, Senin (1/7/13).

Bentrok sudah terjadi, korban kembali berjatuhan. Itanpun meminta Komnas HAM turun dan ikut serta investigasi kasus ini.  “Terlalu banyak tunggakan dan ketelanjuran perusahaan ini, dari masalah perizinaan, pencemaran lingkungan, penembakan oleh oknum brimob di era tahun 1990 an, gratifikasi, ada oknum asing bekerja illegal, dan lain-lain.”

Kondisi ini makin parah kala tak ada ketegasan pemerintah pusat dan daerah. “Terkesan pembiaran. PT IMK pun tidak patuh terhadap berbagai peraturan di Indonesia.”

Jadi, katanya, Komnas HAM mesti menginvestigasi  terhadap pemerintah pusat, provinsi serta kabupaten terkait pembiaran kasus PT IMK. “Dengan mereka diam, tidak langsung berpotensi melanggar HAM.”

Exit mobile version