Mongabay.co.id

Akhirnya Badan Pengelola REDD+ Terbentuk

Akhirnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, menandatangani pembentukan  Badan REDD+  pada 31 Agustus 2013, setelah digaung-gaungkan sejak akhir Juni lalu.

Badan baru ini terbentuk lewat Keputusan Presiden No 62/2013 dengan tujuan memastikan upaya penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) dari deforestasi, degradasi hutan dan konversi lahan gambut.

Agus Purnomo, Staf Khusus Presiden bidang Perubahan Iklim mengatakan, proses mendirikan badan ini berlangsung lama dan menyeluruh. Badan ini bukti komitmen Indonesia berkontribusi terhadap upaya global mengurangi emisi karbon, melestarikan hutan Indonesia yang memiliki keragaman hayati luar biasa.

“Akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal dan masyarakat adat yang hidup bergantung kepada sumber daya hutan” katanya dalam rilis kepada media di Jakarta, Jumat (6/9/13).

Badan ini, juga diharapkan menciptakan kepercayaan berinvestasi dalam ekosistem hutan Indonesia yang unik dan memberikan jasa iklim penting secara global.

Badan REDD+ ini akan dipimpin kepala setingkat menteri yang akan ditetapkan dalam beberapa minggu ke depan. Badan ini salah satu elemen utama dalam melaksanakan komitmen REDD+ di Indonesia, antara lain, memastikan keberlangsungan kemitraan REDD+ antara pemerintah Indonesia dan Norwegia.

Kuntoro Mangkusubroto, Kepala Satuan Tugas REDD+ yang sekaligus mengakhiri masa tugas mengatakan,  lewat  Satgas REDD+ yang beroperasi sejak September 2010, telah diuraikan berbagai rencana REDD+. Ia terlibat dalam konsultasi luas dengan para pemangku kepentingan nasional dan lokal.

“Sekarang kita memiliki strategi nasional REDD+, desain instrumen pendanaan REDD+, desain MRV termasuk program One Map yang akan dijadikan dasar mengukur prestasi menjaga hutan dan lahan gambut,” katanya.

Menurut dia, platform kegiatan REDD+ sudah didirikan di beberapa provinsi, dengan fokus di provinsi percontohan Kalimantan Tengah (Kalteng) yang melibatkan masyarakat dan pemerintah daerah. “Kami memulai kajian izin pertambangan dan perkebunan dan mempercepat proses pengukuhan hutan di Kalteng.”

Namun lebih penting, Satgas REDD+ telah menetapkan transparansi, pendekatan non-birokratis, partisipasi multi stakeholder dan fokus pada perbaikan tata kelola sebagai prinsip kerja lembaga. Badan REDD+ ini, kata Kuntoro, bisa segera mulai menerapkan rencana dan prinsip-prinsip, serta berusaha memberikan hasil terukur.

Tak jauh beda dengan ungkapan Zulkifli Hasan, Menteri Kehutanan. “Kami menyambut baik Badan REDD+ ini dan berharap terjalin kemitraan produktif di tahun-tahun mendatang.”

Dia mengatakan, kali pertama dalam sejarah modern Indonesia, upaya melestarikan hutan dan lahan gambut bisa menambahkan pendapatan pemerintah daerah.  “Juga memberikan keuntungan langsung bagi masyarakat lokal dan adat.”

Teguh Surya dari Greenpeace menilai tugas dan fungsi regulasi ini cukup jelas sebagai sebuah badan setingkat menteri di bawah Presiden. Namun, untuk membantu menyelamatkan hutan Indonesia belum cukup. Mengapa?  Menurut Teguh, kewenangan sebatas pada koordinasi, singkronisasi, perencanaan, fasilitasi, pengelolaan, pemantauan, pengawasan dan pengendalian proyek REDD+. “Juga tidak jelas mengatur koordinasi tupoksi lintas kementerian khusus Kementerian Kehutanan,” ujar dia.

Kondisi ini berarti pokok persoalan kehutanan yang harus diselesaikan masih di bawah kewenangan Kemenhut dan kementerian sektor lain. “Gimana mau mereduksi emisi kalau kementerian-kementerian itu tetap berniat mengkonversi hutan dalam jumlah besar?” Sedang Badan REDD+ tak memiliki kewenangan untuk menghentikan.

Dalam regulasi itu, kata Teguh, juga jelas menyebutkan pendekatan REDD+ berbasis proyek. Di tengah kompleksitas persoalan kehutanan, perbaikan tata kelola kehutanan dan pengurangan emisi harus satu program komprehensif dan terintegrasi bukan proyek semata.

Hal lain yang dapat menjebak adalah defenisi deforestasi, yang menyebutkan hanya perubahan permanen dari areal berhutan menjadi tidak berhutan. Jadi, sangat jelas, konversi untuk sawit dan HTI dapat dibenarkan. “Karena menurut pemerintah, dua hal ini bukan perubahan permanen.”

Disebutkan juga, sampai seluruh struktur lengkap maka seluruh tugas dan fungsi dijalankan UKP4. Penjelasan ini cukup membingungkan sebab tak ada timeline jelas kapan struktur harus lengkap. “Jadi kelihatan ada kompromi. Presiden masih setengah hati dalam membentuk badan REDD+.”

Exit mobile version