Maraknya perdagangan burung liar dan satwa lainnya sebagai peliharaan, masih terus terjadi di Indonesia. Tidak hanya di pasar-pasar burung, namun perdagangan lewat dunia maya atau online juga menjadi metode perdagangan yang kian umum.
Menurut catatan lembaga ProFauna tahun 2012 silam, tak kurang dari 303 individu satwa liar diperdagangkan secara online, yang terdiri dari 27 spesies, antara lain kancil (Tragulus javanicus), trenggiling (Manis javanica), kijang (Muntiacus mutjack), kucing hutan (Prionailurus bengalensis), lutung jawa (Trachypithecus auratus), kukang (Nycticebus sp.), elang jawa (Nisaetus bartelsi), elang hitam (Ictinaetus malayensis), kakatua raja (Probosciger atterimus) dan kakatua seram (Cacatua molucensis).
Pada tahun yang sama, sedikitnya tercatat ada 5 kasus perdagangan satwa secara online yang diproses hukum. Kasus perdagangan satwa secara online itu terjadi di wilayah Jakarta, Kerawang, Jawa Barat dan Pemanukan, Jawa Barat. Dari tangan 4 orang tersangka yang berbeda berhasil disita belasan ekor satwa antara lain elang jawa, elang brontok, kulit harimau, opsetan penyu, buaya, kukang, kucing hutan dan kakatua raja.
Terkait maraknya perdagangan satwa tersebut, upaya-upaya untuk membangun kesadaran publik terhadap bahaya perburuan liar tersebut terus dibangun. Salah satunya lewat penyadaran secara visual yang menceritakan keragaman hayati, terutama kekayaan jenis burung di Indonesia.
Salah satunya, dilakukan oleh lembaga Burung Nusantara yang menggelar lomba fotografi burung-burung liar di wilayah perkotaan pada bulan September hingga Oktober 2013 silam. Upaya ini, juga sebagai sebuah himbauan agar masyarakat tidak memelihara burung sebagai satwa peliharaan.
Menurut catatan Burung Nusantara, di Indonesia tercatat 1.700 jenis burung dan 386 jenis diantaranya dilindungi karena memiliki peran secara ekologi dan termasuk sebagai jenis yang merupakan indikator suatu habitat. Selain itu, mereka juga termasuk jenis yang langka di alam dan kerap diperdagangkan. Menurut Irma Pradityo Koordinator Wildlife Crime Unit dan Forum Anti Perdagangan Satwa Liar, “Perdagangan burung melalui internet semakin marak karena modus memakai internet diyakini pelaku lebih aman dan praktis ketimbang menjual secara terbuka di pasar”.
“Ketika badan hukum berusaha memecahkan masalah kepemilikan jenis burung dilindungi secara illegal melalui pemberian denda dan atau dipenjara, yang juga sangat dibutuhkan adalah bagaimana mengubah pola fikir dari pembeli. Sangat sederhana untuk tetap menjaga burung liar tetap di alam liar”, jelas Fransisca Noni dari Burung Nusantara.
Dari ratusan foto yang diterima oleh panitia lomba ini, tiga pemenang akhirnya diputuskan. Pemenang utama adalah foto yang menunjukkan burung kuntul besar (Egretta alba) di antara sampah di Teluk Jakarta dekat Suaka Margasatwa Muara Angke. Foto ini dipilih sebagai pemenang karena kualitas gambarnya dan pesan yang disampaikan tentang satwa liar yang hidup dengan dan di sekitar manusia walaupun kerusakan yang disebabkan manusia terhadap lingkungannya.
Pemenang dari kategori foto yang diambil dengan lensa zoom menunjukkan burung Betet biasa (Psittacula alexandri) sedang membungkuk ke belakang untuk membangun sarang dengan menggali lubang pohon di tengah kota Jakarta. Banyak jenis betet yang sangat terancam di alam di Indonesia karena ditangkap sebagai hewan peliharaan.
Pemenang kategori foto yang diambil dengan kamera telpon genggam atau kamera saku adalah gambar burung Maleo liar. Burung seukuran ayam yang terancam punah ini hanya hidup di pulau Sulawesi dan mereka meletakkan telurnya di pasir yang hangat untuk diinkubasi oleh panas alami. Burung Maleo terancam punah karena manusia mengambil telurnya untuk dimakan walaupun jenis ini telah dilindungi secara hukum.