,

Penelitian: Populasi Burung Berkik-Gunung Maluku Tidak Terancam Punah

Sebuah kabar gembira dari keragaman hayati Indonesia datang dari kawasan timur tanah air kita. Salah satu spesies endemik di Pulau Obi, Maluku Utara, yaitu berkik-gunung Maluku atau Moluccan Woodcock (Scolopax rochussenii) yang selama ini dikategorikan sebagai satwa yang masuk klasifikasi ‘endangered‘ atau ‘terancam punah’ oleh IUCN (International Union for Conservation of Nature), ternyata dinilai masih memiliki populasi yang cukup baik karena tekanan lingkungan yang minim di habitat mereka.

Burung berkik-gunung Maluku adalah burung endemik di Pulau Obi, dan selama penelitian di tempat ini sejumlah pakar dari Oxford University Inggris dan Louisiana State University Amerika Serikat berhasil merekam 51 kali penampakan spesies ini sepanjang dua bulan masa penelitian mereka di Maluku Utara. Hal ini merupakan sebuah kemajuan yang baik, mengingat dalam catatan sebelumnya para ahli sebelumnya hanya bertemu 10 kali sebelum ekspedisi ini dilakukan. Menurut para pakar, kondisi habitat burung berkik-gunung Maluku ini jauh lebih sehat dibanding perkiraan mereka sebelumnya.

Menurut kalkulasi para ahli, sekitar 9,500 individu berkik-gunung Maluku masih hidup di alam liar di Pulau Obi. Fenomena lain yang juga cukup menarik adalah, kendati spesies ini adalah jenis spesies yang hidup di dataran rendah namun para pakar burung yang meneliti kehidupan satwa ini melihat bahwa berkik-gunung Maluku lebih memilih hidup di dataran tinggi Pulau Obi yang terletak di bagian tengah pulau ini. Hasil penelitian ini sudah diterbitkan di jurnal ilmiah Forktail. 

Berkik-gunung Maluku.
Berkik-gunung Maluku.

Salah satu pakar yang berupaya memotret burung ini, Eden Cottee-Jones dari Oxford University telah menginap di Pulau Obi selama dua bulan, namun kondisi alam di pulau ini memberikan tantangan yang berat bagi mereka. Apalagi tingkat kelembaban yang tinggi mempengaruhi berbagai alat fotografi yang dibawa. Burung ini pun hanya muncul sesekali sambil terbang melintas di udara di sela-sela kanopi hutan, hanya beberapa menit saat matahari terbit dan senja saat pencahayaan sangat sulit.

Sejumlah gambar perdana berkik-gunung Maluku ini akhirnya berhasil diperoleh para ahli di hari-hari terakhir penelitian mereka selama 57 hari di lapangan dengan menggunakan lensa 400 milimeter ditambah lampu kilat yang diikat dibawah lensa mereka. Gambar burung berkik-gunung Maluku ini berhasil direkam dari jarak sekitar 20 meter.

Pakar yang berhasil memotret burung ini, John Mittermeier mengatakan bahwa burung ini memang jarang muncul saat kondisi terang. “Berkik-gunung Maluku hanya muncul sekilas saat fajar dan senja. Mereka muncul sekitar 21 menit di pagi hari dan 13 menit di masa menjelang malam. Ukuran luasnya teritori mereka, ditambah dengan kecepatan mereka terbang dan ketinggian mereka, membuat kami hanya memiliki kesempatan memotret sekitar dua atau tiga kali saja setiap hari, dan lokasi terbaik untuk memotret mereka, hanya di tengah-tengah sungai!” ungkap Mittermeier.

Burung berkik-gunung Maluku pertama kali dicatat oleh pakar ilmu alam Jerman bernama Heinrich Bernstein, yang membawa satu specimen jantan dari Pulau Obi tahun 1862. Selama 150 tahun berikutnya, hany tujuh penampakan spesies ini yang berhasil dicatat, yaitu enam dari Pulau Obi dan satu penampakan dari Pulau Bacan, yang berada di sebelah Pulau Obi.

Para pakar yang berkunjung ke Pulau Obi antara tahun 1989 dan 2010 gagal untuk menemukan spesies ini di lapangan. Namun pada satu saat di 2010 itu pula, seorang pakar dari Perancis berhasil menemukan kembali burung berkik-gunung Maluku di Pulau Obi saat merekam bunyi siulan burung tersebut.

Dalam ekspedisi terakhir ini, para ahli berhasil melakukan survey dan menemukan sekitar 20 titik populasi burung ini, dan ditambah dengan melakukan wawancara dengan masyarakat lokal, mereka mengalkulasi total populasi berkik-gunung Maluku. Kendati tidak ada ancaman perburuan dari masyarakat, namun ancaman terbesar terhadap habitat burung ini datang dari penebangan liar dan alihfungsi lahan menjadi pertambangan.

Melalui hasil penelitian ini, para pakar menyarankan untuk menurunkan kategori keterancaman spesies berkik-gunung Maluku ini menjadi ‘rentan’ atau vulnerable, dan bukan lagi ‘terancam punah’ atau endangered.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,