Mongabay.co.id

Menteri LH Beharap Putusan Hukum Kalista Alam Buat Jera Korporasi

Putusan Pengadilan Negeri Meulaboh, Aceh, atas gugatan perdata Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)  kepada PT Kalista Alam, menjadi kado tahun baru yang manis bagi penegakan hukum lingkungan di negeri ini. Bisa dikatakan, putusan hukum atas kejahatan lingkungan ini, yang pertama kali menjerat korporasi dengan cukup berat.

PN Meulaboh menyatakan, Kalista Alam, terbukti melakukan pelanggaran hukum membakar lahan dan dihukum membayar ganti rugi Rp114 miliar lebih. Bukan itu saja, perusahaan sawit ini harus memulihkan lingkungan hidup dengan biaya Rp259 miliar lebih. Perusahaan inipun dilarang menanam di lahan gambut seluas 1.000 hektar.

Balthasar Kambuaya, Menteri Lingkungan Hidup (Menteri LH) berharap, putusan ini bisa memberikan pelajaran dan efek jera bagi Kalista Alam dan perusahaan lain agar dalam beroperasi mengikuti peraturan berlaku.

Dengan keputusan ini, katanya,  mewajibkan perusahaan mengganti rugi, dan pemulihan serta larangan menanam di lahan sekitar. “Kita berharap, keputusan ini jadi pelajaran baik bagi perusahaan lain atau industri untuk bekerja lebih baik,” katanya di Jakarta, Senin (12/1/14).

Dia mengapresiasi tim kerja yang solid hingga bisa memenangkan gugatan ini “Dengan capaian ini, saya ingin berterima kasih kepada tim yang solid, dari penyidik, kuasa hukum, Kejaksaan, sampai Kejaksaan Tinggi.”

Putusan ini, kata Balthasar, merupakan hukuman yang penting bagi industri, bisnis, atau perusahaan. Sebab, mereka diwajibkan membayar ganti rugi untuk kerusakan lingkungan sekaligus pemulihan kembali kerusakan yang dilakukan.

Menurut dia, gugatan hukum kepada perusahaan sangat rumit tetapi harus dilakukan. Kemenangan ini, katanya, juga menambah kepercayaan diri KLH bahwa penegakan hukum lingkungan terus bisa didorong. “Ini jadi bahan baik untuk kami. Ini berikan semacam confidence [bagi KLH].”

Papan peringatan bahaya kebakaran di lahan gambut yang dikeringkan di perkebunan sawit PT Kalista Alam di Tripa. Foto: Chik Rini

Gugatan pada Kalista Alam, hanya satu dari upaya penegakan hukum yang diajukan KLH, tahun lalu. Masih di Aceh, gugatan KLH terhadap perusahaan sawit, PT Surya Panen Subur, dalam proses persidangan. Perusahaan ini digugat karena dengan sengaja atau setidaknya membiarkan kebakaran hutan di lahan hak guna usaha mereka. Gugatan diajukan di PN Jakarta Selatan.

Kasus Lingkungan 2013 

Dalam tahun 2013, KLH berupaya melakukan penegakan hukum lewat tiga langkah. Yakni, pengelolaan pengaduan masyarakat dan penerapan sanksi administrasi, penyelesaian sengketa lingkungan hidup dan penegakan hukum pidana.

Data KLH menyebutkan, untuk pengaduan masyarakat yang masuk 157 kasus dan dari Proper peringkat hitam ada 76 perusahaan. Dari  157 kasus, 133 diserahkan ke daerah dan 24 dilakukan verifikasi. Dari 76 proper hitam dan 24 kasus verifikasi itu 75 perusahaan dikenakan sanksi administasi, satu diteruskan ke gugatan perdata dan empat hukum pidana. Sisanya, dalam proses penerapan sanksi administrasi.

Sedangkan sengketa lingkungan hidup yang diselesaikan lewat perdata, ada 135 kasus. Sebanyak 57 kasus sedang verifikasi, 78 selesai verifikasi. Dari 78 kasus itu, 65 sengketa terbukti dan 13 kasus tak terbukti.

Dari 65 kasus, 45 diselesaikan di luar pengadilan, 20 gugatan perdata. Sebanyak 26 dari 45 sengketa itu telah ditandatangani kesepakatan penyelesaian sengketa lingkungan hidup dengan penerimaan PNBP Rp2,487 miliar lebih. Sisa 19 sengketa dalam proses penyelesaian. Sedangkan 20 kasus di pengadilan, enam dalam penyusunan gugatan, lima persidangan dan sembilan kasus sudah putusan.

Untuk dugaan tindak pidana yang ditangani ada 109 kasus, sebanyak 42 kasus merupakan lanjutan 2012 dan kasus baru 63. Dari jumlah itu, 52 kasus masih proses, tiga menunggu sidang dan empat kasus dalam proses persidangan.

Exit mobile version