Pemerintah Diminta Perhatikan Penanganan Satwa Kala Bencana

Saat bencana tiba, seperti erupsi Gunung Sinabung dan Kelud, penanganan pemerintah hanya fokus kepada penyelamatan manusia sedang satwa terabaikan. Kalangan organisasi satwapun mendesak pemerintah memperhatikan penanganan penyelamatan bagi satwa.

Daniek Hendarto, Koordinator Program Konservasi Ex Situ dari Centre for Orangutan Protection (COP), menyebutkan, kematian satwa akibat bencana hal wajar, dan bagian seleksi alam. Namun, menjadi catatan penting ketika bencana terjadi, upaya penanganan satwa tak maksimal.Diapun mendesak, penyelamatan satwa menjadi prioritas dan perhatian pemerintah.

Di Indonesia, katanya, penanggulangan bencana masih terbatas manusia, satwa terlupakan. “Inilah salah satu faktor mengapa banyak satwa mati,” katanya awal Februari lalu.

Daniek mendesak, tidak ada perbedaan perlakuan antara manusia dan satwa. “Mereka makhluk hidup wajib dilindungi dan diperhatikan, tanpa pilih kasih atau pandang bulu.”

Beberapa waktu lalu COP bersama sejumlah organisasi pecinta satwa datang ke Kabupaten Karo, untuk memberikan makanan kepada hewan. Hewan seperti anjing, kucing serta lain-lain, dikumpulkan dan diberi makan. “Itu dilakukan terus menerus agar tidak mati kelaparan. Diharapkan pihak terkait melakukan sama.”

Sayangnya, saat ini penanganan satwa domestik maupun liar belum mendapat prioritas kala bencana. Hal ini dilihat dari penanganan satwa terdampak banyak terlantar.

Untuk satwa liar, BKSDA memiliki respon baik dengan menindaklanjuti setiap laporan, dan patroli, termasuk bersama tim COP. Namun sosialiasi gencar, perlu dilakukan di setiap kelompok masyarakat di area rawan bencana. Sebab, di titik lokasi inilah, pertemuan satwa liar dengan penduduk banyak terjadi. “Kita berharap, belajar dari pengalaman setiap bencana, sudah saatnya pemerintah menerapkan standar penanganan bencana tidak bagi manusia tetapi satwa juga, ” katanya.

Tim Centre for Orangutan Protection tengah berupaya menyelamatkan seekor macaca yang terkena letusan Gunung Kelud di Jawa Timur. Foto: Centre for Orangutan Protection
Tim Centre for Orangutan Protection tengah berupaya menyelamatkan seekor macaca yang terkena letusan Gunung Kelud di Jawa Timur. Foto: Centre for Orangutan Protection

Satwa di Sinabung

Iir Pinem, warga Desa Kuta Gugung, Kabanjahe, Kabupaten Karo mengatakan, dalam 30 hari, Januari hingga 10 Februari 2014, mereka menemukan dua kucing hutan mati di sekitar kebun warga. Selama ini, kucing-kucing hutan itu jarang terlihat di desa, kecuali kebetulan kala berburu mangsa di perkebunan jagung, atau jeruk warga.

“Yang kedua ini kasihan matinya. Mulut menganga, dan jari-jari berlipat kedalam. Waktu kulihat sempat masih hidup. Saya ke rumah mau ambil minyak karo, mungkin kalau diolesi perutnya bisa sembuh. Waktu balik lagi, udah mati, ” kata Pinem, dengan logat Karo, kental.

Edi Saragih, menambahkan, sepekan sebelumnya juga melihat ular, rusa juga mati. Semua hewan-hewan ini penghuni hutan di Sinabung.

Sedangkan Haryono Putra Perangin-angin, warga Desa Sukameriah, mengatakan, dalam kurun dua bulan terakhir, tiga anjing di desa mereka mati. Penyebabnya, terkena debu panas Sinabung. Hewan-hewan ini juga mati kelaparan karena empat bulan terakhir ditinggal mengungsi.

Masyarakat desa menemukan hewan-hewan mati seperti anjing, kucing, kambing dan lembu. Sedangkan satwa liar mati kambing hutan Sumatera, kucing hutan, ular piton, rusa, dan monyet.

Mereka ditemukan di Desa Mardinding, Desa Perbaji, Desa Selandi, Desa Sukameriah, Desa Guru Kinayan, Desa Gamber, Desa Berastepu, Desa Bekerah, Desa Simacem, Desa Sukanalu, dan Desa Kuta Tonggal. Lalu, Desa Sigarang-garang, Desa Kuta Rakyat, Desa Kuta Gugung, Desa Kuta Tengah, Dusun Sibintun, dan Dusun Lau Kawar.

Fitri Noer Chasanatun, Tenaga Fungsional (PEH) Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam (BBKSDA) Sumut, mengungkapkan, BBKSDA, bekerjasama dengan organisasi lingkungan dan pecinta satwa liar, membuka posko di Kota Kabanjahe. Mereka juga menurunkan relawan, guna memantau satwa dampak erupsi.

Beberapa waktu lalu, juga menemukan jejak beruang yang bukan menjauh dari Sinabung, malah mendekat. Tim patroli di posko Kabanjahe menelusuri jejak itu. Namun, masuk zona berbahaya, hingga penelusuran dihentikan.

Saat ini, di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) termasuk hutan Sinabung, terdapat kucing besar seperti kucing emas, macan dahar, dan beruang. Satwa-satwa ini masih memungkinkan di hutan Sinabung. “Kalau di hutan Sinabung, ada kucing besar. Harimau tidak mungkin ditemukan. Kalau TNGL dan Aceh, harimau masih ada.”

Dia menyebutkan, perlu kerjasama berbagai pihak untuk menyelamatkan satwa liar di Sinabung. Artinya, jika menemukan satwa liar apalagi dilindungi, tak membunuh atau dimakan. Alangkah mulia, jika menyelamatkan, melindungi, dan menyerahkan ke BBSDA untuk dilepasliarkan. “Jadi ini utama menyelamatkan satwa terdampak erupsi. Bukan malah dibunuh atau dipotong, semua harus melindungi,” ujar dia.

Anjing-anjing yang ditinggal pemilik mengungsi karena erupsi Sinabung. Mereka tampak kurus dan kelaparan. Tim COP memberikan makanan pada mereka. Foto: Centre for Orangutan Protection
Anjing-anjing yang ditinggal pemilik mengungsi karena erupsi Sinabung. Mereka tampak kurus dan kelaparan. Tim COP memberikan makanan pada mereka. Foto: Centre for Orangutan Protection
Kambing yang tewas terkena erupsi Sinabung. Foto: Centre for Orangutan Protection
Kambing yang tewas terkena erupsi Sinabung. Foto: Centre for Orangutan Protection
Kambing Sumatera yang sangat langka, tampak depan. Ia ditemukan warga Desa Beras Tepu, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo. Sayangnya, tak berapa lama di Kebun Binatang Medan, kambing inipun tewas. Foto: Ayat S Karokaro
Tim COP memberi makan ayam-ayam yang ditinggal warga mengungsi kala Gunung Kelud, meletus. Foto: Centre for Orangutan Protection
Tim COP memberi makan ayam-ayam yang ditinggal warga mengungsi kala Gunung Kelud, meletus. Foto: Centre for Orangutan Protection
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,