,

Sepertiga Hutan Kalimantan Rusak Sejak 1973

Hasil dari sebuah penelitian terbaru menunjukkan lebih dari 30 persen dari hutan tropis Kalimantan telah hancur selama 40 terakhir akibat kebakaran, industri penebangan kayu dan industri perkebunan.  Penelitian itu berdasarkan analisis yang paling komprehensif dari tutupan hutan Kalimantan sampai saat ini. Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal PLOS ONE, menunjukkan bahwa lebih dari seperempat hutan dataran rendah Kalimantan masih tetap utuh.

Penelitian yang melibatkan tim peneliti internasional yang dipimpin oleh David Gaveau dan Erik Meijaard itu menggunakan analisis data satelit dan foto udara.  Metode itu memungkinkan para peneliti mengidentifikasi secara selektif hutan tanaman industri dari hutan alam. Penelitian itu juga memetakan jalur logging kayu pada berbagai ketinggian, membedakan antara hutan dataran rendah yang terancam punah dan hutan dataran tinggi yang tidak dapat dirambah.

Hasil penelitian itu cukup mengagetkan bagi para pegiat konservasi : hutan dataran rendah Kalimantan dengan tingkat keanekaragaman hayati tertinggi dan menyimpan karbon dalam jumlah terbesar, luasannya berkurang 73 persen selama periode tersebut.  Berkurangnya luasan hutan, karena 34 persennya akibat aktivitas tebang pilih, dan 39  persen telah benar-benar terbuka, yang biasanya dikonversi menjadi industri perkebunan pemasok kebutuhan global untuk kelapa sawit, kertas, dan kayu.

Grafik hasil penelitian Gaveau yang menunjukkan tingkat kehilangan hutan di Kalimantan sejak 1973
Grafik hasil penelitian Gaveau yang menunjukkan tingkat kehilangan hutan di Kalimantan sejak 1973

Grafik Gaveau2

Menurut penelitian ini, Sabah, negara bagian paling timur di Malaysia, memiliki laju kerusakan hutan tinggi yaitu sebanyak 52 persen luas hutan dataran rendah yang dibuka dan 29 persen luasan hutan untuk aktivitas penebangan kayu.  Hanya 18 persen dari hutan dataran rendah yang masih utuh. Kerusakan hutan tertinggi ada empat propinsi di Indonesia yang merupakan 72 persen luas daratan Kalimantan.

Secara keseluruhan Kalimantan kehilangan 123.941 kilometer persegi selama periode tersebut, dengan menyisakan hutan seluas 22.865 km persegi di Sabah, 21.309 km persegi di Serawak, dan 378 km persegi hunta di Brunei. Dalam prosentase, Sabah kehilangan 40 persen hutannya, Kalimantan 31 persen, 23 persen Sarawak, dan Brunei 8 persen. Secara keseluruhan, kerusakan hutan Borneo dua kali lipat tingkat lebih tinggi dari sisa luasan hutan tropis dunia.

Penelitian ini menemukan bahwa aktivitas produksi komoditas menjadi faktor utama deforestasi di Kalimantan. Degradasi hutan dimulai dengan pembukaan jalur penebangan kayu, yang memberikan akses ke daerah-daerah terpencil untuk penebangan dan pengolahan kayu. Setelah kayu diambil, hutan diratakan untuk industri perkebunan. Studi ini juga menemukan bahwa bahkan hutan pegunungan yang sebelumnya tidak bisa dirambah,  sekarang mulai dibuka untuk diambil kayunya dan dikonversi untuk perkebunan.

“Konversi hutan mencakup pembukaan hutan untuk membangun industri kelapa sawit (Elaeis guineensis), dan untuk tingkat yang lebih rendah yaitu Akasia (Acacia spp) dan perkebunan tanaman karet (Hevea brasiliensis),” kata para penulis. “Pada tahun 2010, daerah yang ditanami untuk kawasan industri kelapa sawit seluas 64.943 km persegi dan hutan tanaman seluas 10.537 km persegi, yang merupakan 10 persen dari luas Kalimantan.”

borneo4

Empat dekade kondisi hutan, pembukaan dan penebangan di Kalimantan. Hutan (hijau tua) dan non-hutan (putih) pada tahun 1973, dan awan (cyan) di Panel A. Area hilangnya hutan selama 1973-2010 (merah) di jalan logging Panel B. Primer 1973-2010 (kuning baris) di Panel C. sisa hutan utuh (hijau tua), sisa hutan yang ditebang (hijau muda), dan kelapa sawit dan hutan tanaman industri (Black) pada tahun 2010 di Panel D. Sumber : Gaveau dkk
Empat dekade kondisi hutan, pembukaan dan penebangan di Kalimantan. Hutan (hijau tua) dan non-hutan (putih) pada tahun 1973, dan awan (cyan) di Panel A. Area hilangnya hutan selama 1973-2010 (merah) di jalan logging Panel B. Primer 1973-2010 (kuning baris) di Panel C. sisa hutan utuh (hijau tua), sisa hutan yang ditebang (hijau muda), dan kelapa sawit dan hutan tanaman industri (Black) pada tahun 2010 di Panel D. Sumber : Gaveau dkk

Peneliti memperkirakan bahwa setidaknya 271.819 kilometer  jalur logging di Kalimantan telah dibuka antara tahun 1973 dan 2010, yang setara 58 panjang perjalanan antara New York ke San Francisco. Kepadatan pengangkutan kayu pada jalur logging itu 16 kali lebih tinggi daripada di daratan Kongo.

The Heart of Borneo dan perkembangan spasial penebangan sejak tahun 1973 menggambarkan logging 'perbatasan' yang bergerak terus ke atas dan ke pedalaman, dari kawasan pantai sampai dataran tinggi. Di banyak kawasan, jalur logging berada di sekeliling dan berbatasan langsung pada tepi hutan lindung dataran tinggi. Sumber : Gaveau dkk
The Heart of Borneo dan perkembangan spasial penebangan sejak tahun 1973 menggambarkan logging ‘perbatasan’ yang bergerak terus ke atas dan ke pedalaman, dari kawasan pantai sampai dataran tinggi. Di banyak kawasan, jalur logging berada di sekeliling dan berbatasan langsung pada tepi hutan lindung dataran tinggi. Sumber : Gaveau dkk

Meskipun mudah terbiaskan oleh angka, studi ini memastikan dampak nyata aktivitas manusia terhadap hutan tropis Kalimantan, dimana sampai 50 tahun yang lalu dianggap hutan yang paling liar dan paling asli di planet ini, dan menjadi rumah bagi suku-suku nomaden, serta menjadi habitat bagi orangutan, gajah kerdil, dan badak.

Sekarang ini, tradisi suku-suku Kalimantan hampir punah, sama seperti badak , orangutan dan gajah yang diambang kepunahan.  Di sisi yang lain, hutan Kalimantan telah beralih dari penyerap karbon dan gas rumah kaca di atmosfer, menjadi sumber emisi karena deforestasi dan kebakaran hutan yang berkontribusi terhadap perubahan iklim.

Tapi meskipun situasinya menakutkan, peneliti belum kehilangan harapan. Mereka menyarankan reklasifikasi konsesi kayu di hutan alam sebagai kawasan lindung, dan memperkuat undang-undang yang mengharuskan hutan dikonservasi. Membatasi konversi hutan primer untuk perkebunan kelapa sawit merupakan prioritas penting,  dengan pengembangan dan penerapan sistem hutan konservasi, termasuk peran penting hutan dalam penyerapan karbon dan penyangga aliran air, yang akan mencegah erosi tanah dan banjir adalah. Hal itu yang sama pentingnya dengan potensi ekonomi kayu dan hasil hutan lainnya.

Rekomendasi peneliti tersebut telah dilakukan dalam upaya yang tengah dilakukan melalui pengembangan proyek-proyek konservasi karbon  dalam skema REDD+  di bawah Badan PBB. REDD+ bertujuan untuk memberikan pembiayaan berbasis kinerja dalam perlindungan dan pengelolaan hutan tropis yang lebih baik. Akan tetapi skema REDD+ itu lambat pelaksanaannya karena timpangnya safeguards untuk masyarakat lokal, kompleksitas pelaksanaan, dan kurangnya kemauan politik untuk mengatasi perubahan iklim.

Selain REDD+, sebuah koalisi kelompok konservasi telah mendorong terbentuknya inisiatif  Heart of Borneo, yang berusaha untuk membuat  kawasan konservasi baru dan menghubungkan kawasan lindung yang ada di bagian tengah pulau. Tapi seperti REDD +, inisiatif tersebut juga terhenti. Inisiatif itu dianggap tidak cukup melindungi hutan tropis Kalimantan, seperti penegasan penelitian yang mengatakan Kalimantan menjadi pulau yang paling terancam punah. Dan data baru dari Global Forest Watch menunjukkan situasi itu mungkin semakin buruk.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , , , ,