,

Menteri Kelautan Kembali Tegaskan Kembangkan Perikanan Berkelanjutan

Setelah sukses dengan moratorium izin kapal dan memberantas illegal fishing, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti berkeinginan untuk mengembangkan sektor perikanan laut dengan cara yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.

“Kita tidak akan berhenti pada pemberantasan illegal fishing oleh kapal asing, tapi kita juga akan memberantas kapal yang menggunakan alat tangkap yang menghabiskan sumber daya laut,” kata Susi dalam acara jumpa pers di Gedung Mina Bahari III, Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Jakarta, pada Senin (5/1/2014).

Karena itu, di bakal menerapkan penggunaan alat tangkap ikan yang ramah lingkungan bagi kapal-kapal yang beroperasi di Indonesia.

Ilegal fishing telah membuat nelayan Indonesia menjadi lebih jahat pada alam. Karena mereka untuk mencari makan saja sudah susah. Akhirnya mereka ngebom, pakai portas, nyelem pake kompresor. Karena cari ikan sudah susah. Pakai alat tangkap biasa sudah nggak dapat lagi. Ikan dikeruk abis-abisan oleh kapal besar,” katanya.

Susi juga mengatakan kapal besar yang melakukan illegal fishing rata-rata berukuran besar. Ke depan hal tersebut tidak boleh ada lagi.”Kalau ini dibiarkan, kita tutup mata, maka habis lah laut kita. Nanti seperti middle east, Timur Tengah yang lautnya sudah tak ada lagi isinya. Akan jadi apa nantinya?”ucapnya.

Susi bercerita soal pengalamananya di Pangandaran. Wilayah itu dulunya mudah untuk cari ikan. Meski pakai alat pancing tradisional. Namun sekarang sudah susah, karena di tengah laut ada kapal tongkang besar penangkap ikan.

“Ikan diambil secara besar-besaran. Sehingga tidak sempat ke pinggir dulu, tidak sempat beranak dulu. Saya ingin nelayan bangkit, media harus bantu mendorong hal ini,” ucapnya.

Ia berharap semua pihak bisa bergandengan tangan untuk memerangi illegal fishing, sesuai keinginan Presiden Jokowi bahwa laut akan menjadi masa depan Indonesia. Artinya laut harus dilindungi.

“Masa depan itu bukan satu atau dua tahun. Tapi ratusan tahun mendatang. kami punya rencana agar pengelolaan ikan bisa berkelanjutan. Semua alat tangkap yang tidak ramah lingkungan harus dimusnahkan,” paparnya.

Namun ia mengatakan, pemusnahan alat tangkap tidak harus menjadi konflik horizontal. Aparat dan Pemda harus menyatukan dukungannya agar bisa mengeluarkan kebijakan pelarangan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. “Jangan sampai kita diakali dengan cara yang merusak lingkungan,” katanya.

Sebelumnya, Susi mengatakan selain mengevaluasi perizinan kapal tangkap ikan, selama masa moratorium, KKP bakal memberlakukan penghentian penangkapan ikan di wilayah perairan yang sudah dianggap overfishing alias sudah merah.

Untuk itu, KKP bakal memberlakukan penangkapan ikan berdasarkan zonasi kondisi dan jenis ikan di seluruh wilayah pengelolaan perikanan (WPP) di Indonesia. Dengan zonasi tersebut, jumlah kapal yang beroperasi akan dibatasi, diberlakukan kuota penangkapan ikan, pembatasan jenis ikan yang ditangkap sampai dengan pengaturan jenis alat tangkap.

“Saya bakal berlakukan zonasi penangkapan berdasarkan stok. Ada daerah yagn akan ditutup, dan ada tempat yang boleh dan bisa ditangkap. Akan ada kuota masa tangkap, bulan tangkap. Penangkapan tidak bisa sepanjang tahun,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan.

Pemberlakukan moratorium wilayah penangkapan ikan dimaksudkan untuk memberikan kesempatan ekosistem dan populasi ikan pulih kembali dan juga untuk mengurangi kerugian Indonesia dari penangkapan ikan ilegal, sehingga industri perikanan laut Indonesia menjadi ramah lingkungan dan berkelanjutan (sustainable fisheries).

Target ke Depan

Susi mengatakan Indonesia mempunyai wilayah laut terluas kedua di dunia, tetapi  capaian ekspor perikanannya hanya nomor lima di Asean.  ” Ini sedikit memalukan. Tidak sesuai dengan luas wilayah kita. PNBP (penerimaan negara bukan pajak) sektor perikanan juga hanya Rp227 miliar di tahun 2013. Sementara eksploitasi sumber daya laut dan perikanan mencapai titik kritis di beberapa wilayah,” ucap Susi.

Sementara Thailand yang luasnya hanya seperlima Indonesia, jumlah ekspor perikanannya 10 kali lipat lebih tinggi, tidakpernah ada cerita kondisi perikanannya berada di titik kritis. Susi menganggap hal tersebut sebagai adanya missing link. Karenanya ia ingin melakukan kebijakan-kebijakan yang mengarah pada suistainability. Laut sebagai masa depan bangsa. “Masa depan itu bukan lima atau seratus tahun. more, more and more…” ucapnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,