,

Jokowi Beri Perhatian Serius Masalah Lingkungan Kalimantan Barat

Presiden Joko Widodo memberikan perhatian serius terhadap permasalahan lingkungan di Kalimantan Barat. Pernyataan tersebut disampaikan Jokowi, yang didampingi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, dan Gubernur Kalimantan Barat Cornelis, saat bertemu Koalisi Masyarakat Sipil Kalimantan Barat, di Pontianak, Rabu, 21 Januari 2015.

Jokowi menyatakan konflik agraria dan kerusakan lingkungan terkait maraknya investasi berbasis hutan dan lahan di Kalimantan Barat menjadi perhatian utama kabinetnya. “Saya tahu semua persoalan itu, banyak laporan yang masuk ke saya, termasuk dari Kalimantan Barat.”

Jokowi juga meminta solusi konkrit dari NGO terkait permasalahan tersebut. “Saya tahu hampir semua konflik itu terjadi di wilayah yang sudah ada izin-izinnya, coba beri saya solusi yang kongkrit, agar bisa ditindaklanjuti,” katanya.

Dialog dengan para pegiat lingkungan, menurut Jokowi, merupakan hal yang sangat baik. Dengan demikian, pemerintah akan mendapatkan masukan langsung atas permasalahan yang terjadi di masyarakat. “Semua kementerian terkait akan bekerja sama untuk memperbaiki kekurangan dan kesalahan dalam pengelolaan sumber daya alam, sehingga ke depannya akan lebih baik.”

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, juga mengatakan bahwa perbaikan tata kelola sumber daya alam dan kelestarian lingkungan, termasuk penyelesaian berbagai konflik, merupakan salah satu prioritas yang sedang dilakukan. “Meski demikian, sinergi dan kerja sama pemerintah dengan jaringan masyarakat sipil yang ada harus dilakukan.”

Koalisi Masyarakat Sipil Kalimantan Barat yang diwakili Anton P. Widjaya (Walhi Kalimantan Barat), Joko Waluyo (Sampan Kalimantan), Matheus Pilin (Perkumpulan Pancur Kasih), S. Masiun (AMAN Kalimantan Barat), Hermayani (WWF Regional Kalimantan) dan M. Lutharif (Kontak Rakyat Borneo), kepada presiden menyampaikan kondisi Kalimantan Barat saat ini yang banyak ekspansi investasi industri skala besar berbasis hutan dan lahan. Dari 14,6 juta hektar luas provinsi, 98% nya telah dibebani izin investasi.

Anton P. Widjaya menuturkan, hingga akhir 2014, luas dan jumlah izin perkebunan kelapa sawit mencapai 5,5 juta hektar dengan 513 perusahaan. Usaha pertambangan mencapai 813 izin dengan luas 6,4 juta hektar, izin hutan tanaman industri (HTI) sudah diberikan kepada 52 perusahaan dengan luas mencapai 2,4 juta hektar, serta masih ada 25 izin hak pengusahaan hutan (HPH) seluas 1,2 juta hektar. “Di Kalimantan Barat juga tengah terjadi kerusakan area gambut dan habitat satwa dilindungi, akibat dikonservasi menjadi lahan sawit, dan tambak.”

Inilah rekapitulasi Izin Usaha Pertambangan di Kalbar hingga 27 November 2014. Sumber: Pemprov Kalbar

Walhi Kalbar mencatat, tahun 2013, terjadi 96 konflik antara masyarakat dengan perusahaan perkebunan. Sedangkan tahun 2014, tercatat sebanyak 126 konflik antara perusahaan dengan masyarakat. Sedangkan, Kepolisian Daerah Kalimantan Barat mencatat terjadi 101 konflik di Kalimantan Barat. “Setidaknya, 26 orang anggota komunitas masyarakat dikriminalisasi karena melawan dan mempertahankan tanah dan wilayah kelola mereka,” kata Anton.

Gubernur Kalimantan Barat, Cornelis membenarkan adanya  konflik lahan di daerah yang dipimpinannya itu. “Jangankan persoalan perbatasan dan lainnya, tanah orang tua saya sendiri yang berada di kampung tidak bisa disertifikatkan. Karena, ternyata masuk dalam kawasan hutan. Jadi memang harus serius dibenahi,” katanya.

Rekomendasi

Dalam pertemuan tersebut Koalisi Masyarakat Sipil Kalimantan Barat memberikan rekomendasi kepada pemerintah, yang langsung diterima oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. “Kami mendesak pemerintah untuk menghentikan pemberian izin baru untuk semua bentuk investasi berbasis hutan dan lahan di Kalimantan Barat. Apakah itu perkebunan kelapa sawit, pertambangan, HTI, maupun HPH,” tutur Anton.

Pemerintah juga diminta melakukan penegakan hukum dan penataan semua perizinan industri berbasis hutan dan lahan di Kalimantan Barat. Yaitu, dengan menghukum perusahaan yang melakukan pelanggaran dan pejabat pemerintah yang menyalahgunakan wewenang.

Terakhir, koalisi meminta pemerintah membuat kebijakan dan mengimplementasikan pengakuan hak dan wilayah kelola masyarakat melalui penerbitan izin pengelolaan hutan desa, hutan kemasyarakatan, dan hutan adat.

Peta izin konsesi industri ekstraktif di hamparan lahan gambut Pontianak dan Kubu Raya. Sumber: SAMPAN Kalimantan

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,