,

Apa yang Hilang Jika Pegunungan Kendeng Di Tambang?

Pepohonan Jati dengan tinggi berkisar 4-5 meter tertanam di sekitar Gua Pancur, Kayen, Kabupaten Pati, Jawa Tengah.  Hanya berjarak lima meter dari mulut gua, terlihat aliran sumber air dari dalam gua dan jejeran stalaktit meneteskan air. Air tersebut turun ke  sungai, dan dimanfaatkan masyarakat untuk irigasi sawah, mandi dan lainnya.

“Ini baru satu gua, masih banyak lagi gua di Gunung Kendeng. Kaya sumber air, punya potensi pariwisata tinggi, situs budaya dan satwa endemik,” kata Aan Hidayah, dari Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) yang mengajak saya melihat kondisi di kaki Pegunungan Kendeng Utara, Pati, yang hijau oleh persawahan dan lebatnya pepohonan jati.

Sekitar empat kilometer dari Gua Pancur ada Gua Wareh dengan air yang mengalir ke sungai yang digunakan oleh warga untuk mandi, mencuci, dan irigasi persawahan. “Sekitar 600 meter panjang aliran sungai bawah tanah di dalam Gua Wareh,” kata Aan.

Dari mulut Gua Wareh, terlihat perbukitan Pegunungan Kendeng dan tebing karst, serta aktivitas petani di lahan mereka.

Akan tetapi, aktivitas pertanian dan kondisi tanah, bisa berubah karena rencana masuknya perusahaan pertambangan semen. “Warga sejahtera dengan bertani. Perusahaan pertambangan semen sudah diberi ijin oleh Bupati Pati. Kawasan karst pegunungan Kendeng akan rusak, sumber air terancam hilang dan begitu juga ternak dan pertanian warga,” tambah Aan.

Bupati Kabupaten Pati Haryanto pada tanggal 8 Desember 2014 lalu telah memberikan izin lingkungan kepada PT Sahabat Mulia Sakti (SMS).  Lewat surat keputusan nomor 660.1/4767 tahun 2014 tersebut maka PT. SMS akan memulai aktivitas pembangunan pabrik semen serta penambangan batu gamping dan batu lempung di Kecamatan Kayen dan Tambakromo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah.

Merespon keluarnya izin lingkungan tersebut Sri Wiyanik warga Desa Branti, Kecamatan Kayen, yang juga koordinator aksi bagi ribuan warga Pati yang tergabung di JMMPK, di depan kantor Bupati Pati, pada Senin (12/01/2015).  Ia dan warga lainnya kecewa dan marah atas sikap bupati memberikan izin pertambangan di kawasan karst Pegunungan Kendeng Utara.

Menurutnya keluarnya izin tersebut akan menyingkirkan lahan subur dan kehidupan patani Pati Selatan yang akan digantikan industri tambang. Pegunungan Kendeng Utara begitu kaya, yang mengairi  tibuan hektar lahan pertanian. Ratusan mata air telah menghidupi lebih dari 203.217 jiwa warga di tiga kecamatan di Pati Selatan.Juga tak terhitung kekayaan budaya yang tersebar di banyak titik di pegunungan kapur ini.

“Ada peninggalan Dampo Awang di Kecamatan Tambakromo, penemuan Candi kuno di Kecamatan Kayen, makam para sunan dan situs pewayangan di Kecamatan Sukolilo menjadi bukti kekayaan arkeologi di Kendeng Utara,” kata Sri Wiyanik.

Selang-selang di pasang untuk mengambil air yang bersumber dari Goa untuk kebutuhan rumah tangga. Foto by Tommy Apriando
Selang-selang di pasang untuk mengambil air yang bersumber dari Goa untuk kebutuhan rumah tangga. Foto by Tommy Apriando

Menurutnya Pemerintah Kabupaten Pati dibutakan nafsu mengeruk batu gamping dan tanah untuk kepentingan pabrik semen.  Dan mengusir warga di Pati  dari tanah kelahirannya sendiri akibat berbagai persoalan yang muncul akibat pabrik semen.

“Apakah ia (Bupati Pati) mau bertanggung jawab ketika sepuluh atau dua puluh tahun lagi warga Pati Selatan kekurangan air akibat matinya mata air karena penambangan? Jelas tidak karena ia sudah tidak menjabat lagi,” tambah Sri.

JMPPK sudah mengirimkan 6594 tanda tangan ke Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai bukti penolakan pertambangan di Kendeng Utara. Namun tidak ada respon. Bahkan pejabat pemerintah di level desa, kecamatan, kabupaten maupun provinsi tidak mendukung perjuangkan warga.

“Bupati Pati harus mengusulkan ke Menteri ESDM agar wilayah karst di Desa Larangan, Wukirsari dan Brati masuk dalam kawasan KBAK Sukolilo dan kami mendesak pemerintah daerah Pati untuk menghentikan kegiatan rencana pendirian pabrik semen karena memicu adanya konflik di masyarakat,” tambahnya.

Tidak hanya Sri Wiyanik, Gunretno warga Sukolilo kecewa atas sikap Bupati Pati. Menurutnya konflik masyarakat di Pegunungan Kendeng masih terjadi, sejak hadirnya pertambangan semen yang berdampak rusaknya berbagai kekayaan alam yang ada di Pegunungan Kendeng, terkhususnya sumber air bawah tanahnya.

“Saya ingat janji Pak Jokowi ketika kampanye pemilihan presiden lalu. Ia ingin negeri ini berdikari dan berdaulat pangan. Tapi, apakah janji itu bisa terwujud jika lahan pertanian semakin menyempit dan sumber air pertanian hilang,” kata Gunretno.

Ia menambahkan, sejarah dibuatnya Waduk Kedungombo untuk memproduktifkan lahan pertanian di Grobogan, Kudus, Demak dan Pati. Ketika lahan pertanian menghidupi kami tetapi saat ini lahan pertanian akan rusak dan dibuat untuk wilayah pertambangan.

“Ini menyakitkan perasaan masyarakat Kedungombo yang sudah berkoban untuk kesejahteraan kabupaten tetangga,” tambahnya.

Selain itu, ia menambahkan budaya tani sampai sekarang terbukti punya nilai budaya dan kebersamaan. Samin Surosentiko gigih mempertahankan bumi pertiwi ini dari penjajahan, terkhususkan penjajahan pada sektor lahan pertanian. Samin Surosentika dan sedulur sikep lainnya mempertahankan lahan pertanian, karena percaya untuk kebutuhan hidup maka masyarakat harus bisa bertani dan mempertahankan lahan pertaniannya.

“Selain kondisi kedaulatan pangan, sedulur sikep juga menjaga hutan. Kami paham bahwa hutan sebagai penyangga dan daerah resapan air. Kami harus menjaga dan memanfaatkannya secara bijaksana,” kata Gunretno.

Perhitungan Ekonomi Kekayaan Kendeng

Joko Priyanto dari JMPPK Rembang sudah melakukan perhitungan ekonomi, mata air, situs budaya, sungai bawah tanah  di Desa Timbrangan, Kabupaten Rembang yang termasuk wilayah pegunungan Kendeng Utara.

Dalam perhitungannya pendapatan ekonomi untuk satu tahun dan sudah dipotong pajak di lahan seluas 300 hektar, dari padi tegalan mencapai Rp3,4 miliar dan Rp2,8 miliar dari Jagung. Sedangkan singkong menghasilkan Rp1,8 miliar dan cabai Rp10,8 miliar untuk setiap panennya di lahan seluas 150 hektar.

“Ini belum dengan tamanan sela lainnya seperti pisang, kelapa, mangga, nangka, sukun, kluweh, jahe, kunir, laos pete dan hasil lainnya,” kata Joko.

Pegunungan karst Kendeng sebagai sumber air bagi pengairan irigasi sawah warga di Kayen, Tambakromo dan Sukolilo, Pati. Foto : Tommy Apriando
Pegunungan karst Kendeng sebagai sumber air bagi pengairan irigasi sawah warga di Kayen, Tambakromo dan Sukolilo, Pati. Foto : Tommy Apriando

Selain itu, pada sektor peternakan rata-rata setiap kepala keluarga (KK)dari 497 KK warga di Desa Timbrangan punya 2 ekor sapi.  Setiap tahun warga menjual satu ekor sapi dengan harga jual Rp8 juta /ekor. Kalkulasinya Rp3,8 miliar pendapatan sektor peternakan dan sudah dipotong pajak dan biaya rawat. Hitungan ini belum ditambah dengan ternak lain seperti ayam, kambing, bebek, lele dan kerbau.

“Total ada Rp21,7 miliar pendapat per tahun warga Desa Timbrangan. Ini baru hitungan satu desa, belum desa lainnya di Pegunungan Kendeng Utara. Ini bukti bahwa ketika rakyat masih mempunyai lahan untuk bertani, maka akan tumbuh generasi-generasi tangguh dan produktif,” kata Joko.

Ancaman Hilangnya Sumber Air dan Ekosistem di Pegunungan Karst

Dr. Eko Teguh Paripurno pengajar teknik geologi Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta mengatakan fenomena karst  dibagian karst Kendeng secara morfologi eksokars, indokars serta sistem sungai bawah tanah telah terbentuk.

Dalam kajian kajian oleh Semarang Caver Association (SCA) dan Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) serta dukungan Acintyacunyata Speleological Club (ASC) dan Pusat Studi Manajemen Bencana (PSMB) UPN “Veteran” Yogyakarta pada Oktober 2013 menunjukkan bahwa di kawasan karst Pegunungan Kendeng Utara ada jejak kars dalam bentuk ponor, gua dan mata air.

Perusakan ekosistem ini memicu risiko bencana ekologis banjir dan kekeringan bagi kawasan tersebut.Terdapat 33 mata air di wilayah Grobogan, 79 mata air di wilayah Sukolilo Pati dengan debit relatif konstan. Dan menjadi sumber air bagi 8000 kepala keluarga dan lebih dari 4000 hektar sawah di Sukolilo.

“Pertambangan oleh PT SMS akan berdampak pada rusaknya tata air karst dan ancaman risiko bencana ekologi baik itu kekeringan maupun banjir bandang,” kata Eko Teguh.

Penelitian ASC Yogyakarta tahun 2014 pertambangan semen di Pegunungan Kendeng Utara akan mengganggu ekosistem karst, terutama satwa endemiknya yakni kelelawar. Fungsi kelelawar pada ekosistem bawah tanah (gua) yakni membuang kotoran di dalam gua, yang menjadi sumber makanan untuk binatang lain.  Juga terdapat ular yang hidup di gua-gua di kawasan karst, membantu mengendalikan populasi tikus.

“Kelelawar yang memiliki rata-rata berat tubuh sekitar 17 gram dan mampu memakan serangga seberat seperempat dari berat tubuhnya setiap malam, tentunya berperan penting dalam mengendalikan populasi serangga sehingga tidak terjadi ledakan populasi, yang berarti menjadi hama.” Sigit Wiantoro, peneliti Kelelawar Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Selain itu penelitian ASC menyebutkan, kawasan karst juga berfungsi terhadap penyerapan karbon di udara sebagai penyebab pemanasan global. Berdasarkan penelitian dari Yuan Duaxian (2006) kawasan karst di dunia mampu menyerap karbon 6,08×108 ton/annual. Sehingga penambangan batu gamping di kawasan karst beresiko meningkatkan emisi karbon di kawasan itu dan sekitarnya.

Catatan JMPPK, incaran tambang-tambang raksasa di kawasan karst Pegunungan Kendeng sangat masif, Di Pati seluas 2025 hektar akan di tanbang PT Sahabat Mulia Sakti (SMS, di Blora 2150 hektar PT Blora Alam Raya, di Grobogan 2507 hektar ditambang lempung 743 hektar oleh PT Vanda Virma Lestri dan PT Semen Grobogan 200 hektar di daerah Tanggungharjo. Selain itu seluas 900 hektar di Kabupaten Rembang oleh PT Semen Indonesia.

Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Pemprov Jateng, Teguh Dwi Paryono pada 6 Oktober 2014 lalu mengatakan ada payung hukum dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan.  Sedangkan tata ruang merupakan kebijakan “top down”, sehingga pihaknya mempertanyakan bila ada kesalahan tata ruang di tingkat kabupaten, seperti kawasan karts di Pegunungan Kendeng yang sesuai undang-undang adalah kawasan lindung namun digunakan sebagai pertambangan dan pabrik semen.

“Kawasan karst Kendeng hanya diperbolehkan untuk konservasi dan iptek. Kawasan ini adalah kawasan lindung geologi sebagai bagian dari kawasan lindung nasional,” kata Teguh.

Ia menambahkan, data dari Kementerian ESDM menyebutkan makin luasnya kawasan karst, sehingga dalam penggunaan kawasan karst mulai dari perencanaan dan pembuatan AMDAL, masyarakat perlu dilibatkan dan diberitahu. “Perlu pengawasan dan keterlibatan masyarakat dalam mengawal kebijakan. Hal ini dirasakan sangat efektif,” tambahnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,