, ,

Puisi Jerinx Semangati Massa Tolak Reklamasi Benoa

“Diserang culasnya wewenang, pulau ini siap berperang. Bersenjatakan mesin dan lencana, pagar ketulusan engkau robohkan. Tunggu aku di jalan, tulusku sudah menjadi bara dan hari ini kau kan kulawan. Teruslah hisap hingga habis darah dan identitasku, bersama kepulan tebal kanabisku. Tapi tuan, jam pasir ini berbalik, detik-detikmu tak bertuan, menunggu barisan badai.Yang kan ledakkan istanamu. Susunan speaker menjulang tinggi, frekuensinya lantang pecahkan nusantara. Speaker separatis kan tebas tanganmu, menggilas pionmu, mengubur kuasamu. Speaker separatis.”

Begitulah puisi yang dibuat I Gede Ary Astina aka Jerinx,  personil Superman Is Dead (SID). Dia menyemangati publik Bali dengan membacakan puisi cukup provokatif berjudul Speaker Separatis, kala aksi di DPRD Bali, Jumat (29/1/15). Puisi ini begitu menyemangati massa.

Berbalik dengan galaknya kata-kata puisi itu, Jerinx membacakan dengan nada santai. Bahkan diiringi musik reggae racikan manajer SID, Dodix. Istilah “speaker separatis” bak menjadi kata penyemangat bagi fans dan warga penolak reklamasi.

Hari itu, kembali aksi longmarch memobilisasi massa oleh Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi (ForBALI) Teluk Benoa. Kali ini, mereka memberi pesan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti agar tak gentar menolak rencana investor yang bakal mereklamasi Teluk Benoa seluas 700 hektar.

Massa berkumpul sejak pukul 14.00, lalu berbaris dan bergerak. Tiap orang mengambil alat aksi seperti poster, spanduk, dan wayang berbentuk fauna laut. Makin meriah dengan gong dan barong bangkung (barong berbentuk babi hitam) dari Sekaa Teruna (kelompok muda) Banjar Taensiat, Denpasar.

Pande Ketut Merta, warga Tanjung Benoa berorasi dengan membuat perumpamaan satir tentang investor yang berencana mereklamasi teluk itu. Di atas pikap yang membawa soundsystem, Pande mendapat tepuk tangan meriah di antara 1.000 massa.

“Jangan tertipu istilah revitalisasi. Itu hanya janji manis investor. Kalau mereka memaksakan diri reklamasi di teluk akan ditanjung (ditendang). Kalau di Bali timur diculik, di Bali barat dicekik. Kalau di Bali utara digigit,” katanya lantang. Tanjung, Culik, Cekik, dan Gitgit adalah nama-nama daerah di empat mata angin pulau Bali.

Anak-anak muda dengan bersemangat meneriakkan penolakan reklamasi Teluk Benoa. Foto: Luh De Suriyani
Anak-anak muda dengan bersemangat meneriakkan penolakan reklamasi Teluk Benoa. Foto: Luh De Suriyani

Pande risau karena investor tak henti mengampanyekan rencana reklamasi ini dengan berbagai cara. Pria tua ini berharap warga sekitar Teluk teguh menolak.

Dikomando beberapa anak muda di mobil pikap, massa bergerak menuju Monumen Perjuangan Rakyat Bali Bajra Sandhi. Lalu mengarah ke kantor DPRD Bali. Longmarch kembali masuk ke kantor legislatif provinsi ini karena Ketua DPRD Adi Wiryatama dianggap ingkar janji. Pansus reklamasi Teluk Benoa urung dibentuk dengan alasan tak mencapai mufakat  di internal dewan.

I Wayan “Gendo” Suardana, koordinator ForBALI menganggap DPRD tidak punya niat menelusuri indikasi manipulasi di rencana reklamasi. Ketua DPRD Bali disebut gagal memenuhi harapan publik. “Padahal jika Pansus terbentuk ada upaya melihat gambaran utuh manipulasi proyek untuk kepentingan investasi ini.”

Gendo menyebut reklamasi ini bisa memperlihatkan betapa bahaya jika proyek besar melalui keputusan sembunyi-sembunyi. Dia mengatakan, ini tak hanya di Teluk Benoa juga Bali dan Indonesia. “Ini tentang keberpihakan pada upaya konservasi lingkungan.”

DPRD Bali juga dianggap lemah karena tak berani membuat surat pernyataan menolak reklamasi dan pembatalan Perpres 51 yang dibuat Susilo Bambang Yudhoyono.

Untuk Susi Pudjiastuti, Gendo menyukai istilah Menteri Susi menjawab DPR, seperti dikutip media. “Suka pernyataan Susi. Kalau investor mau reklamasi harus buat dam 700 hektar. Ini seperti legenda Lara Jonggrang minta dibuatkan 1.000 candi sebelum fajar.”

Sang pangeran hampir berhasil, namun Jonggrang bersiasat membangunkan ayam dengan kentongan hingga mahluk halus mengira sudah pagi dan kurang satu candi yang belum dibangun. “Syarat Susi hampir mustahil. Namun bisa jadi karena berhadapan dengan kekuasaan besar. Jangan lengah terus berjuang.”

Pande Merta, warga Teluk Benoa, yang berteriak lantang menolak reklamasi dalam aksi itu. Foto: Luh De   Suriyani
Pande Merta, warga Teluk Benoa, yang berteriak lantang menolak reklamasi dalam aksi itu. Foto: Luh De Suriyani
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,