Mongabay.co.id

Jala Apung Marak, Ikan Bilih Makin Terancam

Bagi masyarakat Nagari Guguk Malalo, Kecamatan Batipuh Selatan, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat (Sumbar), hujan merupakan berkah. Air hujan akan akan mengumpul di di Danau Singkarak, dan mengisi tempat pemijahan ikan, sehingga ikan-ikan termasuk ikan bilih (Mystacoleuseus padangensis) dapat berkembang baik, menetaskan telurnya.

Setiap memasuki musim hujan, masyarakat Malalo mulai mempersiapkan alat tangkap ikan di Danau Singkarak, dari memperbaiki jaring apung, menambal jala, sampai memperbaiki perahu. Bagi yang memiliki kolam ikan ditepi danau (alahan), biasanya mereka akan melakukan pengerukan pasir dan batu yang sempat menutupi kolam-kolam itu. Itulah sekilas gambaran kegiatan sebagian masyarakat Nagari Guguk Malalo yang berprofesi sebagai nelayan ikan bilih di Danau Singkarak.

Saya kembali mengunjungi Danau Singkarak, untuk melihat nelayan tersebut dan pembudidayaan ikan bilih. Ikan bilih merupakan ikan endemik yang hanya ditemukan dan menjadi populasi ikan yang terbesar di Danau Singkarak.

Dari tepian Danau Singkarak, terlihat jejeran alat tangkap ikan bilih berupa jala apung atau bagan dalam nama lokal. Di Nagari Malalo, bagan itu tidak menggunakan kapal, tetapi terapung seperti keramba di tengah-tengahnya diberi lampu neon. Lampu itu berfungsi untuk memancing ikan berkumpul ditengah bagan, yang berukuran bervariasi dari ukuran 4×4 meter hingga ukuran 6×6 meter. Bagan-bagan terlihat terpasang hampir menutupi seluruh bagian teluk, mengancam keberlangsungan ikan bilih.

Di Malalo, saya menemui beberapa nelayan. Mereka mengeluhkan keberadaan bagan-bagan disepanjang pesisir pantai Danau singkarak, yang menyulitkan mereka membentangkan jaring apung di tepian. Mereka harus pergi ke tengah danau agar jaring apung mereka tidak terganggu untuk menangkap ikan. Mereka pun makin sulit untuk mendapatkan ikan bilih, bahkan untuk memperoleh satu liter ikan khas Danau Singkarak itu.

Mutasir, salah seorang pemilik bagan di Jorong Baing saat diwawancarai Mongabay (30/01/2015) mengatakan ada lebih dari 150 bagan di Nagari Malalo. Umumnya bagan-bagan tersebut dimiliki warga setempat dan belum ada diusahakan oleh orang luar Nagari Guguk Malalo. Dia mengaku memiliki tiga buah bagan yang sudah dioperasikan kurang dari satu tahun belakangan. Setiap hari, bagan miliknya mampu menangkap ikan bilih sebanyak 30 liter, yang dijual dengan harga Rp20-25ribu per liternya. Dengan penghasilan Rp750ribu per harinya, dia mampu mencukupi kebutuhan hidup keluarganya.

“Rata-rata nelayan yang mempunyai bagan meningkat ekonominya, berpenghasilan sekurang-kurangnya Rp500ribu per hari. Bahkan ada diantara masyarakat yang telah membeli mobil dari usaha menangkap ikan tersebut,” ucapnya.

Bagan yang berbiaya pembuatan Rp5 – 11 juta per buah itu biasa dioperasikan dua kali sehari. Bagan akan dipasangi alat pemberat agar tidak terombang-ambing dan hanyut di danau, serta dipasangi katrol bertali untuk memudahkan pemanenan ikan dari tepi danau.

Salah seorang warga duduk dengan katrol Bagan di depannya. Kantrol itu akan digunakan untuk menjatuhkan dan mengangkat jaring dari danau. Foto: Riko Coubout

Bagan yang awalnya digagas Azwir, seorang warga di Jorong Baing, Nagari Guguk Malalo, dengan hasil tangkapannya sangat bagus setiap harinya. Hingga akhirnya banyak warga yang mengikuti langkahnya dan mulai membuat bagan. Seluruh jenis ikan dapat tertangkap dengan Bagan tersebut, bahkan ikan sebesar korek api pun ditangkapnya.

Bagan mulai digunakan pada 2012 dan marak pada 2014, karena mampu meningkatkan ekonomi nelayan. Menurut masyarakat, penggunaan bagan tidak merusak lingkungan, tidak mengandung zat-zat kimia, praktis dan tahan lama.

Meski begitu, Walinagari Guguk Malalo, Mulyadi kepada Mongabay (30/1) mengatakan keberadaan bagan berdampak negatif dan positif. Dampak positif bagan mampu meningkatknya ekonomi masyarakat nelayan, keamanan nyawa nelayan terjamin karena tidak harus berlayar ke tengah danau.

Sedangkan dampak negatif bagan, antara lain semua ikan, termasuk ikan-ikan kecil bakal tertangkap. Keberadaan bagan akan menghalangi daerah tangkapan nelayan yang menggunakan jaring apung, jala lempar dan termasuk menghalangi aktifitas orang yang menangkap pensi (kerang danau). Bagan juga menyempitkan kawasan pesisir danau Singkarak.

“Sampai saat ini belum ada larangan untuk pengoperasian Bagan di Nagari Guguk Malalo, sebab masih sulit melakukan musyawarah dengan masyarakat untuk membicarakan hal ini,” ucap Mulyadi.

Walaupun demikian, pihak Pemerintahan Nagari bersama Dinas Kelautan dan Perikanan Pemprov Sumbar dan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Tanah Datar telah melakukan pertemuan bersama masyarakat. Namun dalam pertemuan itu sangat sedikit masyarakat yang mau hadir. Pertemuan tersebut sepertinya dianggap masyarakat sebagai upaya menghalang-halangi usaha mereka.

“Dalam waktu dekat kami akan segera mengundang masyarakat untuk membicarakan hal itu kembali, guna merancang aturan yang melibatkan masyarakat, diantaranya mengenai zonasi-zonasi pengoperasian, jarak pengoperasian dari bibir pantai dan sungai sekaligus akan menyepakati ukuran jaring yang akan digunakan,” tambahnya.

Exit mobile version