Mongabay.co.id

Tahun Kedua Komitmen Konservasi Hutan APP, Bagaimana Perkembangannya?

Asia Pulp and Paper (APP), memasuki tahun kedua komitmen kebijakan konservasi hutan (forest conservation policy/FCP) pada 5 Februari 2015 ini. Atas permintaan perusahaan anak usaha Sinar Mas ini, Rainforest Alliance  melakukan penilaian independen pada konsesi-konsesi APP dan menemukan ada kemajuan tetapi banyak menghadapi beragam tantangan dalam implementasi di lapangan.

Dalam laporan, secara umum, Rainforest menemukan, APP telah memenuhi komitmen menghentikan pemotongan hutan alam untuk membangun areal perkebunan baru, dan para pemasok setop pembangunan kanal baru di lahan gambut. Perusahaan juga menghentikan semua pengiriman mixed tropical hardwood (MTH) untuk pasokan suplai mereka sejak 31 Agustus 2013.

Sejak 15 Agustus 2014, pabrik pulp APP di Indonesia hanya menerima serat kayu dari sumber-sumber di perkebunan Indonesia. APP  juga sudah mengembangkan langkah-langkah menilai rantai pasokan global dengan membuat prosedur visi jaringan pemasok kayu pulp. Ia juga memastikan pemasok memenuhi kebijakan pengadaan dan pengolahan serat bertanggung jawab. Perusahaan juga memutus salah satu pemasok  yang tak bisa bekerja sama.

Rainforest juga melihat, ada perkembangan dalam membangun transparansi informasi dan melakukan proses free, prior, inform and consent (FPIC)  di pabrik pulp baru di Sumatera Selatan.

Meskipun begitu, Rainforest menyatakan, dalam menerapkan komitmen ambisius ini APP banyak tantangan dan masih banyak pekerjaan besar harus diselesaikan. Antara lain, memenuhi komitmen FCP di hutan alam, lahan gambut dan perkebunan pada 38 konsesi pemasok dan masyarakat yang terkena dampak langsung.

Untuk bergerak maju, APP perlu memastikan kebijakan konservasi berjalan konsisten dan terimplementasi di lapangan, pada semua konsesi. Ini termasuk kebijakan, prosedur, pedoman dan rencana aksi, pelatihan serta peningkatan kapasitas. Semua itu, mesti dilengkapi oleh informasi dan inventarisasi serta sistem pengawasan internal maupun eksternal. Berbagai hal itu, guna memastikan semua terlaksana di lapangan dan di masyarakat.

Laporan Rainforest Alliance ini dibuat antara 17 Mei-14 Agustus 2014, tim dengan delapan penilai mengunjungi 21 konsesi di pemasok APP pada empat provinsi. Mereka wawancara, mengkaji dokumen, peta dan laporan-laporan serta membuat observasi lapangan. Mereka mewawancarai pekerja, masyarakat dan berbagai stakeholders.

Aida Greenbury, Managing Director Sustainability APP mengatakan, FCP merupakan inisiatif APP, TFT dan Greenpeace, yang  belum pernah ada sebelumnya. “FCP ini, mendefinisikan standar dan model bisnis baru mencapai zero deforestation di dalam rantai pasokan kami,” katanya dalam keterangan tertulis, hari itu.

Laporan Rainforest Alliance, ucap Aida, menemukan kemajuan dalam implementasi FCP. “Juga menunjukkan usaha kami mencapai zero deforestation berada dalam jalur yang tepat.”

Dari temuan-temuan Rainforest Alliance, APP membuat rencana implementasi FCP mencakup prioritas pekerjaan 2015 dan seterusnya. Isu ini, katanya,  menyangkut pembukaan hutan oleh pihak ketiga, praktik terbaik pengelolaan lahan gambut dan penerapan FPIC dan resolusi konflik sosial.

Adapun area lain yang menjadi bagian rencana implementasi antara lain, pencegahan dan pengelolaan kebakaran hutan dan lahan, pengelolaan dan perlindungan nilai konservasi tinggi. Lalu, hak dan kesejahteraan pekerja, pasokan kayu berkelanjutan, inisiatif konservasi lansekap, maupun keterlibatan pihak internal.

Terlalu dini

Rainforest Action Network’s pun angkat bicara. Lafcadio Cortesi dari RAN mengatakan, dari temuan Rainforest Alliance, RAN berkesimpulan masih terlalu awal buat melanjutkan bisnis dengan APP.   APP, katanya, perlu  mengimplementasikan kebijakan FCP, rencana aksi baru dan menangani temuan evaluasi maupun laporan-laporan berbagai organisasi.

Dia mencontohkan, dari evaluasi Rainforest Alliance menemukan masih ada ratusan konflik sosial dan lahan pada konsesi-konsesi APP. Sedang kesepakatan hanya dicapai di satu  masyarakat.

Temuan Jikalahari pada konsesi PT MSK, salah satu supplier bahan baku industri pulp dan kertas SMG/APP di Riau. Gambar 1 dan 2 : alat berat sedang melakukan pembuatan jalan dan penggalian kanal. Gambar 3,4 dan 5 : jalan dan kanal di konsesi PT MSK diperkirakan telah dibuat sekitar lima km dan Gambar 6 : ditemukan jejak harimau sumatera yang menunjukkan bahwa areal konsesi PT MSK merupakan habitat harimau sumatera. Sumber : Jikalahari

Selain itu, katanya, terlalu awal  mengevaluasi APP jika rencana pengelolaan hutan berkelanjutan terintegrasi (Integrated Sustainable Forest Management Plans/ISFMPs) akan memberikan standar konservasi lansekap terukur karena belum ada satupun rencana berjalan. Tanpa rencana-rencana itu—yang menjadi bagian penting dalam strategi konservasi APP– dan tanpa peningkatan capaian resolusi konflik serta pelibatan masyarakat yang efektif maupun stakeholder kunci lain dalam membangun rencana aksi serta kesepakatan resolusi konflik, komitmen APP bakal berisiko signifikan tak bisa terpenuhi dan tak memberikan dampak baik di lapangan.

RAN menyarankan, guna memperluas resolusi  konflik dan  mencegah deforestasi lebih lanjut oleh pihak ketiga di hutan alam tersisa pada konsesi mereka, perusahaan perlu mengatasi masalah lahan dan pendapatan.  APP, kata  Cortesi, mesti mengembalikan lebih banyak lahan yang kini digunakan untuk HTI yang menjadi pemicu utama deforestasi dan konflik.

RAN yakin, para investor dan konsumen menuntut hasil dan kinerja di lapangan sebelum melanjutkan berbisnis dengan APP. “Ini akan menjadi motivasi kuat bagi APP untuk meningkatkan dan mengimplementasikan rencana aksi dan kebijakan konservasi hutan mereka.”

Greenpeace pun menanggapi dua tahun komitmen APP ini. Organisasi ini menyambut baik evaluasi independen Rainforest Alliance tentang kemajuan APP dalam komitmen nol deforestasi dan rantai pasokan APP. Laporan ini,  mengidentifikasi bidang-bidang penting yang perlu ditangani APP. Greenpeace percaya perusahaan berada di jalur benar untuk tetap komitmen.

Zulfahmi, Jurukampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara mengatakan, Greenpeace percaya perusahaan berada di jalur benar untuk tetap komitmen.

Laporan Rainforest Alliance, katanya, menemukan APP memenuhi komitmen mendorong moratorium pemasok agar menghentikan konversi kawasan hutan alam dan lahan gambut menjadi perkebunan. Saat sama, penulis laporan mendokumentasikan penebangan berlangsung dalam konsesi pemasok APP oleh pihak lain.

APP, katanya, perlu lebih serius mengatasi tantangan ini dengan membuat kemajuan tambahan dalam melaksanakan komitmen konservasi hutan. Greenpeace berharap,  APP bisa sepenuhnya transparan tentang bagaimana memenuhi komitmen kebijakan itu.

“Kami ingin melihat APP segera mengambil tindakan konkret mengatasi konversi hutan dan degradasi oleh pihak lain di dalam konsesi pemasok. Ini berarti akan ada perubahan mendasar dalam hubungan dengan masyarakat adat dan lokal terhadap sebagai mitra dalam pelestarian hutan,” katanya dalam rilis kepada media.

Greenpeace juga mendesak APP memprioritaskan  penanganan ratusan keluhan di konsesi dan memperkuat pelaksanaan kebijakan dalam melindungi hak-hak masyarakat, termasuk penerapan prinsip FPIC.

Greenpeace mengapresiasi APP melibatkan Deltares untuk memimpin sekelompok ahli gambut internasional kembali memetakan-karakteristik sekitar 2 juta hektar lahan gambut di dalam dan sekitar konsesi pemasok  mereka. Data ini, kata Zulfahmi,  akan memberikan dasar dalam rekomendasi kepada APP untuk melindungi, memulihkan lahan gambut terdegradasi. Juga pengembangan standar baru dalam praktik pengelolaan terbaik lahan gambut tingkat lanskap.

Menurut dia, dalam menyelesaikan masalah lebih besar untuk mencapai nol deforestasi di Indonesia, pemerintah dan perusahaan wajib bekerja sama mengatasi masalah seperti tumpang tindih izin, konflik lahan dengan masyarakat, perambahan liar dan isu-isu lain yang melemahkan perlindungan hutan.

Kepada pembeli, Greenpeace menyarankan, perusahaan yang memilih berbisnis dengan APP, dalam kontrak harus mencakup klausul khusus memastikan APP terus membuat kemajuan terukur terhadap komitmen konservasi hutan.

Exit mobile version